Inilah secuil ceritaku saat mendaftar FK UII.
Pendaftaran
Saat
itu menjelang pukul 16.00 saat aku dan papa berangkat menuju Stasiun Gambir
untuk pergi ke Yogyakarta. Besok adalah pendaftaran terakhir PBT UII sekaligus
gelombang terakhir. Ini kali pertama aku mengikuti tes di UII. Akhirnya kami
sampai di Stasiun Tugu Yogyakarta pagi sekali dan langsung menuju Hotel Ishiro
di Jl. Kaliurang Km 4.
Setelah
mencari sarapan, aku dan papa langsung melanjutkan perjalanan menuju UII naik
taksi, satu-satunya kendaraan umum yang ada di Jogja. Sebenarnya masih ada
semacam minibus yang sudah tua dan juga transjogja, tapi setahuku ngga melewati
rute ke UII di Jl. Kaliurang Km 14. Dan ditambah lagi menunggu kendaraan
tersebut memakan waktu lama.
Akhirnya
sampailah di gedung D3 Ekonomi UII, tempat pendaftaran dan langsung mengambil
nomor antrian. Sekilas tentang UII, UII merupakan kampus swasta tertua di
Indonesia. Suasana kampusnya rindang, hijau, sejuk, dan bersih. Kesan pertama,
“WOW”. Hahaha. Setelah membayar biaya pendaftaran sebesar 250.000, aku langsung menuju basement di dekat situ untuk key in data dan selanjutnya melakukan foto dan sidik jari. Wah ketat juga ya ternyata.
“WOW”. Hahaha. Setelah membayar biaya pendaftaran sebesar 250.000, aku langsung menuju basement di dekat situ untuk key in data dan selanjutnya melakukan foto dan sidik jari. Wah ketat juga ya ternyata.
Singkat
cerita, semua proses pendaftaran rampung dan tinggal menunggu tesnya yang
bertepatan pada tanggal 14 Juni. Yap! Bebarengan dengan SIMAK UI dan UTUL UGM.
Dan lalainya, aku lupa membooking
hotel lain di sekitar situ, semua full!
Ditambah lagi ada acara wisuda di UPN Jogja. Sempat bingung, masa mau
menggelandang? L
Hari
itu kumanfaatkan belajar soal-soal yang dikirim Dita. Sementara papa keluar
untuk solat Jumat dan mencari hotel. Alhamdulillah dapat walaupun ini tidak
bisa dibilang hotel, lebih mirip penginapan. Ngga papa, Ya Allah aku ikhlas. Wkwkwk.
Tersisalah malam terakhir sebelum bertempur lagi seusai SBMPTN. Aku tidur pukul
22.30.
Tes
Tahap 1
Pagi sekali sudah banyak yang
berkumpul di gedung FTSP. Aku langsung menuju ruangan ujianku yang terletak di
lantai 3. Jika bisa kugambarkan bagaimana suasana disana? (Atau mungkin suasana
hatiku sendiri?) TEGANG. Aku duduk sambil membolak balik buku soal-soal sambil
sesekali berhenti untuk memperhatikan sekitar. Makin siang makin banyak yang
datang. Okay, aku ngga boleh grogi dan deg-degan. Bisa buyar. Sebenarnya sudah
dari semalam aku memasrahkan diri sama Allah. “Ya Allah, aku sudah melakukan
yang terbaik. Aku ikhlas dengan hasilnya. Aku percaya bahwa Engkau akan
memberiku yang menurutMu baik.”
Khusus Fakultas Kedokteran, jumlah
soalnya 125 dengan waktu 125 menit. Jadi, masing-masing soal 25 menit. Soalnya terdiri
dari Agama Islam, Bahasa Inggris, TPA, Aritmatika/Matematika, dan IPA. Tes dimulai
tepat pukul 09.00 dan saat itu salah satu pengawas berseru, “Kami ingatkan
kepada yang merasa menjadi joki di ruangan ini untuk segera keluar.” katanya. “Kami
beri kesempatan.” Semua muslimah (ya, karena satu ruang auditorium perempuan
berhijab semua) melirik satu sama lain, tak ada yang bergeming. Disela-sela
tes, dua orang pengawas menghampiri satu per satu peserta (yang sepertinya
berjumlah hampir 100 orang) untuk dicek kartu pesertanya dan juga….sidik jari.
Gong terakhir pertanda selesainya
tes berbunyi. Aku merasa lega walaupun jari-jari tanganku masih gemetar. Entah
kenapa aku tidak pernah merasa selega ini sebelumnya, bahkan setelah SBMPTN
yang kurasakan hanya galau. Okay, tinggal menunggu tiga hari kemudian untuk
mengetahui apakah aku lolos atau tidak. Untuk melewatkan tiga hari itu, aku
pulang ke Malang. Refreshing.
Tak terasa sudah tanggal 17 Juni dan
pagi-pagi sekali kubuka website UII
untuk melihat pengumuman. Hatiku bergetar (lebay-_-). Alhamdulillah, aku lolos
tahap satu. Sungguh mengejutkan! Banyak yang mencoba berkali-kali untuk tembus
FK UII. Namun Allah memberiku kemudahan dengan satu kali coba langsung lolos.
Ya, kalau nggak lolos harus melupakan UII karena ini gelombang terakhir. Agak
berat ya, karena aku belum dapat tempat bernaung untuk kuliah alias belum
diterima dimana-mana. Apalagi akreditasi FK UII ini sudah A. J
Tes
Tahap 2
Lolos tahap 1 tidak bisa enak
leha-leha, khusus FK diwajibkan mengikuti tes tahap 2 tanggal 19 Juni yang
mencakup wawancara, psikotes, dan mengerjakan soal IPA essay. Sebelumnya, Dita
sudah menceritakan tentang tes tahap 2 ini. Dia memintaku untuk hati-hati,
karena dari gelombangnya “dibuang” lima orang. Susah juga mau jadi dokter ya…
Aku,
Mama, Papa berangkat ke Jogja dari Malang tanggal 18 Juni pagi dengan kereta. Keesokan
harinya setelah sarapan, kami langsung menuju ke Gedung Prof. Dr. Sardjito UII.
Orang tua dan anak mereka sudah ada di lantai 3, aku duduk diluar karena di
dalam sudah nggak ada tempat duduk lagi. Aku sempat mengobrol dengan beberapa
peserta disitu, jarang malah yang dari Jogja. Rata-rata luar kota, Magelang,
Bogor, Lampung, bahkan Mataram. Amazing,
pikirku.
Tes
pun dimulai. Dibagikan kertas tentang pernyataan yang harus kita jawab. Pertanyaan-pertanyaannya
kurang lebih seperti, “Apakah anda mempunyai banyak teman?” “Apakah anda takut
darah?”. Ada juga tes menggambar orang, pohon, dan rumah. Menyusul kemudian
mengerjakan soal IPA essay. Semuanya akhirnya selesai. Tinggal menunggu antrian
wawancara. Yang didahulukan anak laki-laki karena mepet dengan waktu jumatan. Well, kuhabiskan waktu mengobrol dengan
teman-teman baruku, Zaski dari Bogor dan Lia dari Jogja (lokal nih lokal
akhirnya wkwk).
Petugas
mulai memanggil nama kami satu per satu untuk pergi ke ruang wawancara di
gedung sebelah. Tanganku mulai dingin sedangkan badanku panas (loh?-_-). “Yang
penting jaga sikap. Jangan lupa salam.” Aku teringat nasehat Dita di whatsapp.
“Assalamualaikum”
kataku sok manis kepada dokter penguji. Ya aku grogi, mau gimana lagi untuk
pura-pura ngga grogi? “Waalaikumsalam, silahkan duduk” katanya ramah. Kemudian dokter
tersebut membuka berkas-berkasku. “Annisa ya?” tanyanya. “Iya betul” jawabku
sopan. “Kamu sekolah di Jakarta ya? Kenapa pilih di Jogja?” kujawab spontan, “Karena
di Jakarta suasananya kurang enak untuk belajar, bu. Rame. Hehe.” “Hm gitu”
“Kamu
anak keberapa?” lanjutnya. “Pertama dan terakhir, bu.” “Oh anak tunggal ya,
berarti tulang punggung keluarga…” (akhirnya responnya panjang juga wkwk). Lalu
tibalah ke pertanyaan, “Kenapa kepengen jadi dokter?” dengan polos dan gatau
apa-apa aku menjawab, “Karena saya ingin
mengabdi kepada masyarakat, bu.” Aku merasa eneg dengan jawaban bullshitku dan mungkin juga dirasakan
sama bu dokter penguji. “Kamu pengen jadi dokter seperti apa sih?” lanjutnya. “Hmm
saya pengen jadi dokter yang tidak terlalu classy”
kataku sambil mengacungkan jari menandakan tanda kutip. “Maksudnya nggak
terlalu kelas atas. Banyak orang diluar sana yang belum mendapat pengobatan
layak karena mahal.” tambahku. Tak kusangka aku makin dikejar dengan jawaban
macam ini. Aku harus kuaaaaat! (?)
“Kalau
gitu kamu dapat penghasilan darimana?” “Saya mau daftar PNS, bu” jawabku yang
bener-bener seadanya karena nggak tau mau jawab apa lagi. “Karena kalau PNS kan
hidupnya terjamin” tambahku makin sotoy. Ya, setauku begitu. PNS Jakarta aja
minimal 12juta. Tapi percayalah, insyaAllah bukan itu niatanku. Aku baru
kepikir pas sudah selesai kenapa aku nggak jawab gini, “Saya juga mau buka
usaha, bu. Jadi masalah keuangan nggak jadi beban.” Atau mungkin, “Saya mau
cari suami orang kaya aja, bu.” (NGAKAK)
Aku
sempat bĂȘte di sesi ini karena aku bener-bener kelihatan ga kuat niatan jadi
dokter. Lalu topik beralih ke sekolah. “Kamu ikut organsasi?” aku terdiam. Aku pasif.
Aku ngga ikut OSIS. Akhirnya kujawab, “Ikut English Club, bu.” “Berarti bahasa
Inggris kamu bagus dong?” “Yaaa lumayaan…” jawabku nyantai. “TOEFL kamu berapa?”
“Belum pernah tes TOEFL, bu. Pernahnya TOEIC.” Hening sejenak. “Coba kamu
perkenalkan diri pakai bahasa Inggris!” waduh pikirku, leh uga nih. Dengan gaya
sok pede aku mulai, “My name is Annisa Tristifany. I’m the first and the last
child in my family.” Hahaha ngulang-ngulang yang tadi karena bingung. Aku diam
sejenak untuk berpikir apalagi yang harus dibicarakan. “I was born in Malang on
20th of January 1997.” Bu dokter penguji mengangguk. “My hobby is…writing…about
my opinion on my blog, reading book sometime…and….playing tennis.” “Oh kamu
suka tennis?” tanyanya. “Yes” jawabku yang masih kebawa bahasa Inggris.
Selanjutnya
bu dokter penguji memberiku beberapa kertas bacaan untuk dijawab. Diantaranya kasus
penyakit batuk rejan, pengertian transpor aktif, dan sistem pembelajaran di FK
UII. Aku lega saat penguji bilang, “Sudah kayaknya itu aja…” aku menata kembali
kertas itu dan salim (?) “Makasi, Bu.” kataku. Saat aku mau keluar tiba-tiba ia
berkata, “Kalau nanti kuliah di UII jangan pakai celana jeans ya…” “Harus rok,
bu?” “Engga, celana boleh tapi kain yang longgar.” “Oh iya…”
Aku
kemudian keluar dan memberitahu peserta selanjutnya untuk masuk. Alhamdulillah
aku lolos tahap kedua dari resmi diterima di UII.
Seperti
kata Fina, “Save the last for the best.”
Hahaha.