Pagi itu aku terduduk bosan
di depan kelasku, kelas 9B. “Kayanya aku dateng kepagian nih.” Aku melirik jam
tangan putihku dan melihat waktu menunjukkan pukul 06.15. Karena bosan, aku
mengambil ponsel dari tas dan berniat online twitter. Seperti biasa, timelineku
90% berisi westlifer. Aku hanya memandangi timeline sesaat dan kemudian sign out.
Tak lama kemudian, Ovi
datang. Disusul anak-anak yang lain. Keadaan yang semula amat sangat krik krik
sekali berubah menjadi penuh tawa. Tak lama kemudian, bel berbunyi tepat pukul
07.00. Pelajaran pertama hari itu adalah bahasa Inggris. Dan ini waktunya untuk
ujian praktek. Aku yang mendapat giliran paling akhir hanya mondar mandir di
depan kelas. Ngga lama kemudian, giliranku tiba. Dan presentasiku kali ini
tentang auto-biografi seseorang. Seseorang yang sudah lama menjadi idolaku,
tepatnya sejak tahun 2006, Westlife.
Presentasi berjalan lancar
dan aku mendapat tepukan hangat dari temen-temen yang lain. Puncaknya, guru
bahasa Inggrisku memintaku untuk menyanyikan lagu Westlife. Aku memilih
menyanyikan lagu “Uptown Girl”. Dan presentasi pun berakhir. Aku mendapat nilai
sempurna. Pelajaran dilanjutkan dan guru bahasa Inggrisku pergi keluar sebentar
untuk mengambil soal. Aku asik ngegosip dengan anak-anak yang lain dan masih
agak sedih kepikiran kalo Westlife mau bubar. Aku terdiam. Hanya bisa terdiam
teringat peristiwa yang tak lama lagi akan terjadi itu. Begitu pedih perih
pahit sekali rasanya *4L4YM4K5IM4L*.
30 menit berlalu dan guru
bahasa Inggrisku belum juga kembali. Aku mulai merasa bete berat dan hanya
mengutak-atik ponselku sembari melihat foto-foto saat 5 Oktober dulu. Galau sedih
senang bercampur aduk jadi satu seperti jus sirsak campur mangga dan jambu
ditambahin lombok merah setengah biji.Semua anak sibuk mengobrol dan bercanda satu
sama lain. Aku ngerasa down banget
dan udah mulai badmood to the max! Aku
meletakkan kepalaku di atas meja dan berharap aku bisa menghilang sesaat, seenggaknya
mungkin tertidur(?). Tak lama kemudian, guru bahasa Inggrisku kembali, yeah 45
menit berlalu. “Fanny! Where’s Fanny?” “Fanny siapa, mam? Fania atau Fanny?”
tanya salah seorang temanku. “Fanny yang satunya, bukan Fania.” Aku yang hampir
tertidur lalu terbangun dengan muka penasaran.
“Iya, ma’am?” tanyaku. “Somebody has looking for ya, Fanny.” jawabnya.
“Siapa, ma’am?” tanyaku makin penasaran. Belum sempat pertanyaan itu terjawab,
ada yang membuka pintu kelas. Mendadak kelas menjadi hening dan hanya tertuju
pada satu arah, siapa yang membuka pintu?
Entah kenapa, aku merasakan
jantungku berdebar-debar. “What’s
up Fan?” bisikku dalam hati. Ngga biasanya se-deg-deh-an ini. Pintu kelas
mulai terbuka dan aku melihat sosok orang dewasa jangkung berkulit putih dan
berhidung mancung. “Bule yang nyari aku? HAHAHA salah orang kale-_-“ pikirku.
Aku yang masih penasaran
terus menatap ke arah pintu dan tiba-tiba aku merasakan jantungku berhenti
berdetak. Sekujur tubuhku kaku dan aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Keempat
pria bule itu masuk ke dalam kelas dan berkata, “Who’s Fanny? FannyMcFadden exactly..” kata salah seorang dari
mereka. Guru bahasa Inggirsku berkata, “Here
is the girl you’ve been looking for..”
Semua terasa sepi. Hanya ada
aku dan 4 pria bule tersebut. Mereka berjalan mendekatiku sementara yang lain
hanya terbelalak memandangku dan keempat pria bule itu. Aku merasakan air mata
mulai menetes perlahan di pipiku. Bibirku bergetar seakan ingin sekali
mengucapkan, “IS THAT YOU? THE REAL YOU?”.
Aku mengusap air mata dan berdiri memeluk mereka. Badanku gemetar. Aku memeluk
Mark, salah seorang personil Westlife yang memang menjadi favoritku. Aku memeluknya
erat sekali sambil menangis terisak dipelukan pria jangkung yang berhidung mancung tersebut.
“I guess it’s only a dream when I think I will meet you. After..after..I
didn’t win the meet and greet competition when you come to Jakarta last
year..I...I just think that I’ll have no more chance to meet you..” kataku
terbata-bata sambil terisak.
Selama pelukan teletabis itu
berlangsung, teman-temanku berdiri sambil memberikan standing applause. Aku memeluk keempat pria itu bergantian. Masih banyak
sekali pertanyaan yang ingin kutanyakan pada mereka. “How did you know that I am here?”. But I can’t, all the words are pale. ------------
The end.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar