Kota Bandung
terkenal dengan sebutan kota kembang dan juga Paris Van Java. Awal kunjungan
saya ke kota ini sangat singkat. Pada tanggal 7-9 Agustus 2013, saya kembali
mengunjungi kota kembang. Saat kita memasuki kota Bandung, kita akan langsung
tersadar mengapa julukan “kota kembang” diberikan kepada kota ini. Pepohonan
tinggi dan lebat hampir memenuhi setiap celah kota ini. Hawa sejuk pegunungan
berhembus, membuat suasana makin wah!
Pada hari Rabu, 7
Agustus 2013 kami tiba di Bandung dan langsung menuju hotel Wisma Dago yang
sudah kami booking sehari sebelumnya. Mengingat ini merupakan
liburan hari raya Idul Fitri. Hotel ini terletak bersebelahan dengan ITB
(Institut Teknologi Bandung). Sangat strategis dan nyaman. Kami berangkat pukul
06.05 dari rumah menuju ke terminal untuk naik bus menuju Bandung. Mengapa
tidak naik kereta? Tiket kereta api pada hari itu habis. So there are no other choice!
Kami sampai di hotel pada pukul 09.40 dan belum boleh check in. Sembari menunggu waktu check
in, kami menitipkan barang-barang di resepsionis dan berjalan-jalan di sekitar
ITB.
Kebun binatang
Tamansari terletak di sebelah ITB. Saya menyempatkan mampir ke sini sebentar
karena penasaran. Setelah menghabiskan waktu, kami yang sudah sejak awal
berencana ingin naik kuda langsung kembali ke dekat pintu masuk ITB. Disana ada
penyewaan delman dan kuda. Untuk kuda mungkin bisa di patok harga Rp
15.000/putaran dan untuk delman sekitar Rp 25.000. Awalnya, kami berencana
ingin naik delman. Ternyata keinginan lebih besar untuk naik kuda. Well, get ready!
Setelah 2
putaran, kami berhenti di depan hotel untuk check
in. Kemudian kami pergi sholat dhuhur di Masjid Salman ITB. Sekitar pukul
14.00, kami melanjutkan menyusuri kota Bandung di jalan Braga. Jalan ini
terlihat unik, bukan berupa aspal namun masih berupa paving persegi panjang
berwarna hitam. Kios-kios yang tertata rapi menambah hawa khas jalan unik ini.
Akhirnya sampailah kami ke tempat lukisan-lukisan di jual. Dari yang berukuran
kecil sampai besar. Dari yang kasar sampai halus. Dari yang ‘real’ sampai abstrak. Kami menyempatkan
melihat lukisan di beberapa kios yang terbentang panjang di jalan ini.
Tak terasa telah
masuk waktu sholat ashar, kami berjalan kaki menuju masjid di dekat situ,
Masjid Raya Bandung. Kami berjalan melewati jalan Asia Afrika, tempat
konferensi Asia Afrika yang terkenal bersejarah bagi bangsa Indonesia. Langit
mulai mendung dan hujan rintik-rintik turun. Masjid ini sangat ramai. Antara
orang-orang yang datang untuk berbuka bersama dan juga pedagang-pedangang yang
mencari peruntungan. Tak lama, hujan lebat pun turun tepat setelah kami
memasuki aula masjid.
Sekitar pukul
17.00, kami pergi ke Stasiun Bandung untuk memesan tiket pulang. Stasiun
Bandung memiliki daya tarik tersendiri. Yang membuatnya berbeda dengan
stasiun-stasiun pada umumnya di Indonesia adalah kebersihan yang kemudian
membuat suasanya nyaman lebih terasa.
Waktu buka puasa
pun menjelang yang tampaknya tak sempat untuk kembali ke hotel. Akhirnya kami
memutuskan untuk berbuka puasa terlebih dulu di sebuah mall yang saya lupa
namanya. Setelah selesai menikmati hidangan buka puasa terkahir di bulan
ramadhan 1434H ini, saya dan mama pergi ke lantai 1 untuk melihat beberapa
sepatu dan baju. I got this cute shoes!
“Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar Laailaa
hailallahuallahuakbar.” Gema takbir terdengar dimana-mana.
Keesokan paginya,
kami pergi sholat idul fitri di lapangan basket ITB. Udara pagi terasa menusuk
tulang. Sayangnya saya dan mama tidak membawa sajadah yang tebal. Sehingga kami
terasa hanya duduk beralaskan koran, udara pagi terasa makin dingin. Setelah
sholat id dilaksanakan, seperti biasa, imam membacakan khotbah. Tak lama
khotbah pun selesai, semua orang bersalam-salaman memohon maaf untuk kesalahan
yang mereka lakukan kepada sanak saudaranya. Pemandangan khas saat lebaran.
Namun sangat disayangkan, di lingkungan intelektual seperti ini, tradisi
meninggalkan koran setelah sholat id masih berlanjut. Orang-orang seakan tak
peduli karena mereka berpikir “nanti kan ada yang ngambil”. Ya memang, tapi
coba bayangkan saja jika setelah selesai sholat id, kita merapikan koran yang
telah kita pakai dan meletakkan di satu tempat agar dibawa oleh orang yang
membutuhkan, mungkin akan lebih mudah. Apa susahnya memungut beberapa lembar
koran? Berikut ini foto koran-koran yang berceceran setelah sholat id.
Hari kedua di
Bandung, setelah melaksanakan sholat id, kami sarapa di hotel dan
berjalan-jalan di sekitar universitas padjajaran. Niatnya hari itu mau pergi ke
kampus 2 ITB yang terletak di Jagorawi, jaraknya lumayan jauh dari hotel di Dago
ditambah lagi macet dan panas. Kami memutuskan untuk kembali. What a waste of time.
Pagi harinya di
hari terakhir, kami memutuskan jalan-jalan pagi melewati samping ITB. Jalan
yang rindang dikelilingi pepohonan dan udara pagi yang dingin hmmmm… Terlihat
di sepanjang jalan Ir. H. Juanda beberapa factory outlet. Banyak terdapat
bangunan kuno yang tak dirubah sama sekali arsitekturnya. Bangunan-bangunan ini
memiliki daya tarik tersendiri.
Kami segera
kembali ke hotel untuk sarapan dan beres-beres. Pukul 09.00 kami berjalan kaki
ke cihampelas, tempat yang terkenal menjual baju dan kaos-kaos khas Bandung.
Saya dan mama mondar mandir kesana kemari menikmati semua pagelaran kaos yang
seperti tiada habisnya sembari memilih beberapa buah untuk oleh-oleh.
Pukul 12.40 kami
check out hotel. Lagi-lagi saya dan mama tergiur melihat FO di jalan Ir. H.
Juanda dan kami memutuskan untuk mampir hingga pukul 14.00, kereta berangkat ke
Jakarta pukul 16.00. I don’t know, since
I entered some factory outlets I suddenly understand why someone can be a
shopaholic!
And
here we are, sitting on the train heading to Gambir – Jakarta. Goodbye,
Bandung. See you later!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar