“Fanny
syar’i sekarang?” tanya Osa sesaat setelah kami selesai sholat dhuhur di tempat
makan siang saat perjalanan study tour
ke Jogjakarta tanggal 10 Juni 2014 kemarin. Aku tersenyum, “Sedang mencoba”
kataku sambil ketawa. Sudah bisa dibilang lama aku memulai pake hijab, tepatnya
saat umur 13 tahun waktu kelas 1 SMP semester 2. Lalu kenapa ya syar’inya baru
sekarang? Big question mark to myself.
And back to the reason why I wear hijab. Dulu SMPku netapin peraturan kalau
yang muslim wajib pake kerudung. “Padahal SMP negeri.” pikir sebagian orang.
Akhirnya aku ‘terpaksa’ beli kerudung putih dan biru. Cuaca di Balikpapan panas
karena memang letaknya di pinggir pantai. Walaupun kelas ber-AC aku masih suka
kegerahan sendiri kalau pake kerudung. Akhirnya tiap ngga ada guru aku lepas
kerudung saking panasnya. Lambat laun dan entah kenapa peraturan itu makin
memudar, sebagian anak perempuan mendapat hidayah dan mulai belajar pake
kerudung. Aku? Aku buka kerudung (-_-) ß
belom dapet hidayah. Sampe di suatu siang, aku ketemu Dhika. Rambutku
acak-acakan karena naik angkot. Ngga jadi dramatis ya turun kena angin rambut
berkibar, gagal hahaha. “Kamu cantikan pake jilbab, Fan.” Kata Dhika. Aku
hening sejenak ngga tau mau bilang apa. “Iya kah?” kataku malu-malu setengah kebingungan.
You can guess what happened next. Karena
aku tipe yang cukup mudah terpengaruh sama omongan orang lain, besoknya aku
mulai pake hijab. Alhamdulillah, ternyata hidayah datengnya bisa dari mana saja
ya. Terima kasih, Dhika.
Awal
berhijab aku masih suka bongkar pasang, yaa namanya juga baru belajar. Lama
kelamaan aku malu sendiri kalau ketemu temen di mall dan aku ngga pake
kerudung. Duh (-_-). Disini mulai memperbaiki diri lagi kalau keluar rumah
harus pake kerudung. Tapi sayangnya ngga setiap keluar rumah aku pakai
kerudung, kalau lagi main tennis (tiap sabtu) aku masih pakai celana pendek dan
T-Shirt. Tapi itu dulu. Mulai dari SMP aku udah berniat: kalau nanti SMA harus
pakai kerudung waktu tennis. Dan Alhamdulillah yah terwujud. Semuanya tergantung
niat dan kemauan.
Jaman
makin maju dan banyak bermunculan model-model hijab yang lucu dan stylish di sekitar kita. Jilbab yang
model segi empat mulai dianggap jadul dan beralih ke model pashmina. Di youtube
bertebaran juga video-video hijab tutorial yang makin bikin wanita-wanita
ngiler pengen ikutin. Dan kalau kita perhatikan, jumlah wanita berhijab makin
lama makin bertambah, cepat sekali. Alhamdulillah lagi. Dari kalangan orang
biasa sampe artis-artis mulai menggunakan hijab. Tapi ada sesuatu yang kurang…
Hm apa ya? Rahasia hehehe. Makanya ikutin terus postingan ini! (kemudian iklan)
Sebelumnya aku mau bilang kalau….aku suka kamu. Haha, bukan. Ini postingan blog
pertama yang berbau islam. Sudah itu aja.
Fokus
pembahasan kali ini adalah tentang hijab syar’i (bahasanya formal banget ya,
oke jangan tegang). Hijab syar’i itu apa sih? Nah aku juga ngga tau sampai aku
nonton video ceramah Ustad Felix di youtube. Hijab itu artinya penghalang.
Hijab itu terdiri dari 2 komponen. Khimar/kerudung dan jilbab. Khimar adalah
kain yang menutupi dari kepala sampai ke bagian dada. Sesuai Qur’an surah
An-Nur ayat 31. (ini aku buka Al-Qur’an dulu) “Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasan
(auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan (auratnya)………”
“Perhiasan yang biasa terlihat” ini adalah wajah dan telapak tangan. Terus jilbab,
nah jilbab ini adalah pakaian yang berbentuk mirip kurungan yang longgar,
menutupi badan. Sesuai dengan Qur’an surah Al Ahzab ayat 59. “Wahai Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah
mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar
mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak mudah diganggu. Dan
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Nah
akhirnya kita tahu kalau perintah menggunakan hijab sudah tercantum di dalam
Al-Qur’an dan tentang hijab sendiri itu juga sudah diatur, tentang pakaian dan
kerudung. Tapi akhir-akhir ini kan sering kita jumpai wanita-wanita yang pakai
jilbab tapi kok nggak sesuai dengan Al-Qu’ran? Mereka masih mengenakan pakaian
ketat dan bahkan kerudungnya tidak sampai menutup dada sehingga bagian tubuh
yang seharusnya ditutupi jadi nampak. Padahal hal ini sudah diriwayatkan oleh
hadist yang berbunyi: “Ada golongan dari
penduduk neraka yang belum pernah aku lihat. Yang pertama suatu kaum yang
memiliki cambuk seperti seekor sapi untuk memukul manusia dan yang kedua para
wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak lenggok, kepala mereka
seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan
tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan
sekian.” (HR Muslim). Setelah baca hadist ini, setiap keluar rumah aku
berusaha pakai baju yang nggak ketat (pakai rok) dan pakai kerudung yang
menutup dada. Dan disepanjang jalan aku memperhatikan muslimah-muslimah yang
berhijab tapi belum syar’i aku selalu teringat sama hadist di atas. Apalagi
disana diterangkan kalau mereka tidak akan masuk surga bahkan mencium baunya.
Naudzubillah.
Pengalaman
pribadi, aku baru belajar menggunakan hijab syar’i waktu berangkat umrah
kemarin. Karena disana ‘ketat’ kan peraturannya. Takut diteriakin haram. Jadi
selama disana aku pakai gamis atau rok dan atasan longgar serta kerudung yang
menutup dada. Ngga lupa juga kaos kaki. Sepulangnya ke tanah air, aku mulai merasa
nyaman pakai hijab syar’i yang nggak ribet dan ketat. Timbul keinginan untuk
mencoba style baru ini tapi masih
khawatir sama omongan orang. Awal mulanya aku masih pakai celana jeans dan baju
panjang tapi kupanjangkan kerudungku lebih dari biasanya. Aku yang dulu nggak
pernah pakai kaos kaki sekarang sudah mulai pakai kaos kaki setiap keluar
rumah. Banyak lho kasus bajunya udah menutup eh kakinya kebuka. Perlu diingat
lagi, kalau seluruh tubuh perempuan aurat kecuali telapak tangan dan wajah. Keinginan
makin kuat sehabis keputrian hari Jumat yang kebetulan membahas tentang hijab.
Diterangkan juga kalau selangkah kita keluar rumah tanpa menggunakan hijab maka
ayah kita lebih dekat selangkah ke neraka. Tentunya kita ngga mau kan kalau
sampai ayah kita menanggung dosa-dosa kita?
Akhirnya
waktu study tour ke Jogjakarta
kemarin, aku berangkat menggunakan dress
panjang dengan kerudung menutup dada. Kuperhatikan yang satu bus denganku tidak
ada yang pakai rok selain aku. Wow :o (?). Sampai hari kedua disana aku
jalan-jalan ke malioboro tetap menggunakan gamis dan kerudung menutup dada. Aku
nggak nyangka kalau dibilang kayak emak-emak yang selama ini selalu kudengar
diucapkan orang lain bukan padaku. Aku diam. Saat berjalan di malioboro aku
ditanyai oleh penjual, “Dari pesantren mana?” aku tertegun. “Dari Jakarta,
SMA.” Kataku agak ketus. Ya Allah ini ujian, aku harus sabar. Tapi sebagai
pemula memanglah nggak mudah, aku masih terus memikirkan kata-kata orang tadi.
Pesantren? Emak-emak? Tega sekali, batinku. Agar tidak terus merasa down aku berpikir untuk mencari support dari orang-orang yang lebih dulu
syar’i. Aku mulai dengan pertanyaan simple tentang kapan mereka mulai berhijab
dan apa alasannya. Jawaban mereka bervariasi, ada yang mulai kelas 1 SD ada
yang mulai kelas 1 SMP dan ada yang mulai kelas 1 SMA. Wah wah cucok sekali.
SD-SMP-SMA. WAJIB BELAJAR 12 TAHUN.
Keingintahuanku
berlanjut tentang apa-apa yang mereka rasakan setelah berhijab dan apa
tanggapan orang-orang sekitar? Jawaban beragam kudapat. Putri, temen baru yang kenal waktu umrah. Walaupun kita engga pernah ngobrol, sejak pulang umrah kita sering sharing tentang islam. Dan aku banyak belajar islam dari dia. Dia pun bercerita kalau
sejak dia mulai hijab syar’i dia dibilang islam aliran ekstrim dan dibilang
kayak teroris. Aku kenal Putri saat berangkat umrah bareng kemarin walaupun
disana kita ngga satu bus. Lama kelamaan kita akrab karena sering bbman,
padahal sepanjang 7 hari kita engga pernah ngobrol. Dia juga cerita
teman-temannya yang hijab syar’i dibilang sok suci. Aku terdiam lagi membaca
jawabannya yang dia kirim lewat bbm. Teroris? Islam aliran ekstrim? Sok suci?
Dan lebih mencengangkannya lagi ternyata yang bilang begitu adalah sesama
islam. Setelah dia fokus untuk terus berhijab syar’i dia malah dijauhin sama
temen-temen sepermainannya. Namun dibalik itu semua dia merasakan hikmah yang
lain, dia malah dapat teman lebih banyak yang punya visi misi sama. Pengalaman
bekesan juga didapatnya setelah mulai berhijab mulai dari pengen dijadiin mantu
sampai dikasi hadiah kerudung panjang walaupun dia ngga ulang tahun. Dan dia
sendiri merasa nyaman dengan gaya berpakaian barunya. “Kalau kemana-mana
gampang tinggal pake jubah (gamis) terus udah. Terus ngerasa kayak ada yang
ngejagain.” Bener juga ya. Gumamku. Disela-sela kekepoanku aku malah sempet
curcol kalau aku dibilang kayak emak-emak dan lain-lain. Jawaban Putri membuka
pikiranku yang selama ini buntu, “Ujian kita ngga seberapa dibanding zaman nabi
dulu.” Aku kembali terdiam. Menatap layar handphone
dan bingung ingin menjawab apalagi. Jawaban sederhana diatas membuatku
“Iya-juga-ya” berkali-kali. Baru diolokin kayak emak-emak dan anak pesantren
udah nyerah? No way!
Aku
ngga hanya sharing dengan satu orang,
ada 4 tepatnya. 3 perempuan 1 laki-laki. Cerita yang perempuan dulu ya, kan ladies first. Yang kedua adalah Jasmine.
Dia punya keinginan berhijab karena baca arti ayat di Al-Qur’an tentang
diwajibkannya setiap perempuan untuk hijab. Dia juga terinspirasi dari bundanya
dan idolanya, Oki Setiana Dewi. Awal hijab tanggapan orang-orang sekitarnya
banyak yang ngejudge: yakin pake
hijab? Dia dibilang bu haji dan sok alim. Sekali lagi yang bilang seperti ini
adalah orang islam juga. Aku makin heran. Kok bisa gitu. Padahal kita sama-sama
tau kalau yang dianjurkan di Al-Qur’an dan Hadist memang seperti itu. Malah
dibilang sok alim, dll. Astaghfirullah.
Hal-hal
baru dirasakan Mine, mulai dari dia makin rajin sholat dan mengerjakan
amalan-amalan sunnah dan dia merasa lebih dekat sama Allah. Dia juga dapat
dukungan. Subhanallah.. Aku kepo, kalau keluar rumah dan lewat diantara
laki-laki masih suka digodain nggak sih walaupun hanya sekedar
“assalamu’alaikum”? dia mengaku pernah, “Kalau salam ya dijawab aja tapi kalau
yang lain-lain kita istighfar aja” jawabnya. Aku kenal Mine dari awal masuk
SMA, kita sekelas sewaktu kelas X. Dan dia belum syar’i. Ternyata dia mulai
belajar syar’i sehabis lebaran tahun 2013. Perubahan style berpakaian mulai terlihat, aku sering melihatnya pakai rok
(selalu kayaknya) dan kerudung yang panjang. Ketika aku tanya kenapa dia hijab
syar’i? Dia jawab kalau lihat orang hijab syar’i itu rasanya adem dan dia
termotivasi dari buku-buku hijab yang dia baca.
Beralih
ke orang ke tiga, Risma. Dia masih tergolong ‘baru’. Aku juga kenal sama Risma
mulai kelas X. Saat itu hari Jumat dan di sekolah kami setiap hari Jumat wajib
memakai seragam muslim dan kerudung bagi perempuan. Kami duduk di depan pintu
kelas sambil menunggu bel masuk, aku melihat dia terdiam dan telihat memikirkan
sesuatu. “Senin aku mau pake kerudung.” Katanya dengan tatapan serius. Aku
menoleh dan menganggapnya hanya angin lalu. Aku nggak nyangka baru beberapa
hari yang lalu dia bilang kalau pengen pakai kerudung dan langsung menargetkan
secepat itu. Biasanya orang-orang masih menunggu ‘waktu yang tepat’ buat mulai.
Tapi Risma enggak. Aku salut banget. Senin pagi aku melihat kearah pintu kelas
yang dibuka, Risma masuk dengan penampilan barunya. Ternyata dia benar-benar
berhijab. Seperti tanggapan orang umum, kita mencie-cie-in dia. Biasanya butuh
waktu cukup lama buat orang-orang yang berhijab untuk segera syar’i. Tapi
lagi-lagi Risma ngga menunda untuk itu. Dia sesegera mungkin syar’i. Malu
kurasakan pada diri sendiri, sudah hampir 3 tahun lebih aku pakai hijab tapi
kenapa juga tidak terdorong untuk syar’i? Sedangkan Risma yang baru awal sudah
meniatkan diri untuk syar’i. Dia terlihat nyaman menggunakan gamis dan kerudung
panjang. Sama, aku juga adem rasanya. Ngga hanya santun, dia ini perempuan yang
baik dan pintar lho. Kadang gila dan humoris. Dia juga kelihatan mudah banget
bergaul sama siapa aja. Prinsipnya ngga mudah goyah. Lama-lama aku ngga nulis
hijab malah nulis biografimu, Mak -_-
Okay
balik ke pengalaman dia. Risma mulai berhijab karena saat dia lihat wanita
pakai hijab dia merasa adem (semua bilang gitu) disisi lain hijab juga
merupakan kewajiban. Dia mendapat tanggapan positif dari orang-orang
sekitarnya. “Udah bisa mensyukuri apa yang ada (kayak lagu D’Masiv ya ._.),
sabar, dan ingat Allah.” adalah hal-hal baru yang dia rasakan. Ketika
menyerempet ke bahasan hijab syar’i dia mengaku nyaman pakainya. Awalnya
ternyata sama kayak aku, dia takut dikatain kayak ibu-ibu dan eh ternyata
beneran dibilang kaya ibu-ibu. Dia sempat merasa malu. Lama kelamaan dia
berpikir kalau suatu saat nanti dia juga akan jadi seorang ibu dan “ibu” adalah
panggilan yang mulia.
Pendapat
mereka bertiga sama ketika kutanyai tentang wanita yang berhijab tapi belum
syar’i. Mereka merespon positif tentang yang sudah punya keberanian untuk
berhijab walaupun belum syar’i, setidaknya mereka sudah selangkah lebih maju
dari yang belum memakai hijab. Tapi jangan dibiarkan enak-enakan tidak syar’i,
lambat laun mereka juga harus belajar syar’i.
Terakhir
ya. Dari teman laki-lakiku namanya Farhan. Aku kepo sebenernya sudut pandang
laki-laki itu gimana sih soal perempuan berhijab syar’i? Aku pilih menanyai dia karena alim. Dia tahu banyak soal
islam dan dia juga sekelas sama aku waktu kelas X. Aku mulai menanyainya dengan
pertanyaan paling standar, “Menurutmu perempuan yang berhijab itu gimana?”
kutunggu cukup lama jawaban bbmnya, ternyata jawabannya panjang sekali.
Menurutnya perempuan berhijab itu berani, kenapa? Karena orang berpendapat
kalau yang berhijab itu akhlaknya harus sempurna. Padahal terlepas dari sempurna atau tidak hukum pakai hijab itu wajib.
DOR!! Aku terdiam lagi dan amazed.
Setelah itu aku tanya pendapatnya tentang perempuan yang berhijab tapi tidak
syar’i, dia kembali memberikan jawaban yang brilian. “Prinsip dasar hijab itu
menutupi supaya aurat perempuan ga terlihat oleh yang bukan mahromnya. Tapi kebanyakan perempuan sekarang pake
hijab cuma untuk membungkus dan memperindah diri dan auratnya ngga tertutup
sempurna. Kita kan make hijab niatnya untuk nyari ridho Allah, jadi apa
poinnya pake hijab keren-keren kalau Allah ngga ridho? Jilbab yang syar’i itu
harus menutupi dada dan ketiak, sesuai surah al ahzab ayat 59.”
Aku
kembali menanyainya tentang wanita yang berhijab tapi akhlaknya belum betul.
Menurut dia, itu adalah 2 hal yang berbeda. Kalau orang akhlaknya ngga bagus
(semisal udah hijab tapi ngga sholat, dll) dia akan dapat dosa karena itu. Tapi
kalau dia tidak berhijab, maka dia dapat dosa ‘lain’ karena ngga berhijab. Aku
sempat ingin menyudahi pertanyaanku yang cuma 3 ini. Sampai akhirnya aku nanya
lagi tentang bagaimana maindset orang-orang yang berpikiran kalau wanita
berhijab itu adalah panutan? Padahal belum tentu yang hijab itu tau lebih
banyak dari yang tidak. “Mindset kalau orang berhijab itu panutan ga sesuai.”
Kata dia. “Kita harus bisa membekali diri kita dengan mengkaji langsung ke
Al-Qur’an dan Hadist. Ini zaman akhir (banyak orang yang rusak), makanya kita
harus pintar membekali diri agar tau mana yang benar dan mana yang salah.” Aku speechless udah ngga tau mau ngomong apa
lagi. “Iya-juga-ya.” terus terlintas dipikiranku.
Dari
jawaban-jawaban diatas aku mulai yakin bahwa keputusan untuk berhijab syar’i
itu tepat. Kalau hijab belum syar’i? Atau belum siap? Dan takut dikatain
emak-emak/teroris/islam aliran ekstrim/sok suci/sok alim? Kita tanyakan pada
diri sendiri sebenernya tujuan kita berhijab itu untuk apa sih? Menutup aurat
atau hanya sekedar memperindah diri?
Disini
ada tips dan pesan dari Putri, Jasmine, dan Risma tentang hijab (syar’i):
·
Segera hijab. 1 langkah keluar
rumah ngga pakai hijab sama dengan ayah makin dekat ke neraka. Kalau kita tidak
bisa meringankan beban orang tua di dunia, paling tidak kita ringankan bebannya
di akhirat. (Putri)
·
Jangan berpikiran negatif sama
orang-orang berhijab. Yang hijab aja belum tentu dapat jaminan surga apalagi yang engga.
(Putri)
·
Lebih membuka diri sama wawasan
islam. Ilmu yang didapat harus diimbangi dengan pengaplikasian. Terus kumpul
sama teman yang punya visi misi sama agar kalau kita lalai ada yang
mengingatkan. (Putri)
·
Banyak baca buku tentang islam dan
follow acc tentang muslimah. (Risma)
·
Sharing ke sesama teman. (Risma)
·
Jangan minder, semua pakai proses
dan semua belajar. Jangan berpikir orang yang sudah berhijab itu ilmunya
banyak. Semua perlu belajar. Dan setelah pakai hijab makin seneng belajar ilmu
agama. (Jasmine)
Sekian posting
kali ini. Semoga terinspirasi. J
Saya tertegun ketika membaca tips dan pesannya yg pakai hijab sama dengan ayah makin dekat ke neraka. Kalau kita tidak bisa meringankan beban orang tua di dunia, paling tidak kita ringankan bebannya di akhirat. Sebenarnya saya dulu risih juga kalo pake hijab, tapi ketika pakai hijab dari PRODUSEN MUKENA KATUN JEPANG saya malah lebih suka karena mukenanya nyaman, lembut dan adem. coba klik aja di www.mukenadistro.com.
BalasHapusMakasih ya mbak udah berbagi cerita...
Kalo hijaB syar'i boleh ga berhubungan dg laki" lain misalnya ketemuan tp tidak pacaran.. Dan kalo mau salaman ga boleh bersentuhan yah?
BalasHapus