Rabu, 30 Desember 2015

Pelajaran Berharga dari yang Sederhana

Assalamu’alaikum.

Gimana kabarnya, silent readers? Kalau aku mah silent admirer hahaha. Duh jadi baper. Jadi pada postingan kali ini aku ingin berbagi secuil pengalaman pertamaku di Dusun Ngandong Yogyakarta.

Awal mula tercetusnya PoA (Plan of Action) ini saat dimenangkannya divisi Pengembangan Masyarakat saat berakhirnya acara Makrab Carotis 2015. Sebelum berangkat makrab ke Villa Tambi di Dieng, kami dari angkatan 2015 dibagi per divisi yang terdiri dari: Pengembangan Masyakat, Pendidikan dan Profesi, Kastrad, Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa, Eksternal dan Kominfo, dan SeniOr (Seni dan Olahraga). Masing-masing divisi diminta untuk membuat satu PoA yang apabila menang nanti akan diwujudkan bersama-sama.

Ternyata pemenang jatuh kepada divisi PengMas! PoA mereka diberi judul “BETA MELEKAT” yang merupakan singkatan dari Berbagi Ilmu dan Pengetahuan Merajut Pelangi dan Menjadi Lebih Dekat. PoA ini mengharuskan kita untuk berkunjung ke salah satu desa binaan UII dan menginap satu malam dalam rangka sosialisasi. Kami dari angkatan 2015 dibagi menjadi 3-4 orang untuk bermalam di rumah warga setempat dan mensosialisasikan materi tentang kelorisasi, pola hidup sehat, dan keagamaan. Acara ini insyaAllah akan dilaksanakan pada 18-19 Desember 2015. Ini merupakan pengalaman pertama bagiku.

Seusai kuliah histologi tentang mata yang berakhir pukul 15:10, kami langsung bergegas kembali untuk mempersiapkan barang bawaan. Cuaca mulai mendung dan rintik air hujan mulai turun. Sekitar pukul 16:15 kami berangkat menuju ke Dusun Ngandong yang terletak kurang lebih 8 km dari gunung Merapi. Sepanjang jalan menuju dusun terlihat banyak kebun. Jalan yang kami lalui semakin lama semakin terasa menyempit. Kami tiba pukul 17:00 dan disambut dengan hujan yang semakin deras.

Tempat kami berkumpul adalah rumah milik Mbah Hadi. Tak jauh dari rumah, terdapat kandang sapi. Di halaman rumah Mbah Hadi didirikan tenda untuk acara keesokan harinya, yakni senam pagi, jalan sehat, doorprize, dan pelayanan kesehatan gratis. Setelah semua anggota lengkap, kami melaksanakan sholat maghrib terlebih dahulu. Laki-laki pergi ke masjid, sedangkan perempuan sholat di rumah Mbah Hadi. Problem pertama yang kurasakan adalah penerangan saat matahari mulai pergi, daerah sekitar terlihat gelap. Jarak rumah satu dengan yang lain juga tidak bisa dibilang dekat dan rapat karena masih dipisahkan oleh kebun-kebun. Kami menyeberang menuju kamar mandi umum yang letaknya tidak jauh dari rumah Mbah Hadi. Aku bersyukur membawa power bank yang bisa digunakan untuk senter, karena memang kondisi sekitar minim penerangan. Beberapa anak terlihat mengantre panjang dan ternyata air untuk wudhu mati.

Menjelang pukul 19:00, kami mulai menuju rumah warga sambil membawa sembako. Berhubung jarak antar rumah tidak bisa dibilang dekat ditambah minimnya penerangan, kami pergi dengan menggunakan mobil. Beberapa pemuda dusun Ngandong turut menunjukkan jalan. Akhirnya aku, Yevy, Tina dan Wiska tiba di rumah yang akan kami singgahi selama satu malam. Ternyata rumah tersebut merupakan milik Kepala Dukuh. Sambutan yang hangat dan ramah dari Bu Dukuh membuat kami merasa lega, kami langsung ditawari untuk makan malam. Dengan gaya sok menolak, kami meminta untuk tidak usah repot-repot. (Yha, kenapa selalu begini -_-) sebaliknya, perutku yang kosong sejak pukul 10 pagi makin menjadi. Bunyi “dung-dung” semakin nyaring menandakan bahwa dia butuh makan.

Akhirnya kami mulai mensosialisasikan materi, tentunya harus diselingi dengan obrolan-obrolan agar tidak terlalu kaku. Dari cerita Bu Dukuh, ada beberapa hal yang membuat alisku naik. Warga dusun baru-baru ini mendapat kemudahan sumber air karena dibangun pipa dari sumber mata air di dekat tebing yang kemudian dialirkan menuju rumah-rumah. Tahukan siapa yang membantu mereka membuat pipa? Orang asing. Hal ini membuat kami semakin penasaran, “Lho, pemerintahnya bagaimana, bu?”

Tinggal di lereng gunung merapi tentu membuat kami berempat penasaran bagaimana kondisi dusun ini saat bencana tersebut melanda. “Iya, mbak, tandanya kalau mau meletus itu hewan-hewan di atas pada turun terus hawanya panas.” Jelas Bu Dukuh. Beliau melanjutkan ceritanya tentang pengungsian selama tiga bulan di GOR Sleman. Pasca bencana berlalu, kondisi dusun baru bisa normal dalam satu tahun. “Satu tahun?” cengangku. Waktu yang sangat lama. Selama di pengungsian Bu Dukuh bercerita kurangnya fasilitas WC.

Selanjutnya aku menyimpulkan bahwa warga dusun belum mengetahui tentang pola makan sehat, mungkin sebagian masyarakat Indonesia juga begitu. Teringat tentang salah satu acara di TV, piramida makanan masyarakat Indonesia terbalik dengan Australia. Orang Indonesia menempatkan karbohidrat di puncak, sedangkan Australia menempatkan buah dan sayur di puncak. Fenomena yang sudah sering kita lihat adalah makan mie dengan nasi, dua bahan makanan yang sama-sama berfungsi sebagai penghasil energi utama alias karbohidrat. Hal ini tidak boleh terus dibiarkan, perlu adanya edukasi lebih lanjut tentang pola makan yang sehat.

Keesokan harinya, aku dan Tina berangkat terlebih dahulu menuju rumah Mbah Hadi karena kami berdua merupakan panitia pelayanan kesehatan. Kami dihimbau untuk turut mengajak warga mengikuti acara ini. Sebelum berangkat, Bu Dukuh membuatkan mie instan untuk sarapan kami. Aku membantu beliau sementara ketiga temanku sedang antre kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. “Tak bikinkan teh ya, mbak?” “Ibu.. ngga usah repot-repot, air putih aja” balasku. “Nggak ada i, mbak. Harus masak air dulu. Oh iya, kemarin nggak boleh minum teh ya..” “Iya, setengah jam sebelum makan dan sesudah makan hehe” aku melemparkan senyuman (?). Persediaan air mineral saja belum ada dan sehari-hari minum teh sebagai “air putih” mereka...

Aku dan Tina berpamitan pada Bu Dukuh dan Pak Dukuh. Pagi yang mendung disertai hujan rintik-rintik membuatku harus membuka payung. Di jalan kami berjumpa dengan salah satu warga yang ingin mengikuti kegiatan pagi ini. Di sepanjang jalan tak jarang dijumpai anjing yang berkeliaran karena memang tidak semua penduduk beragama islam. Akhirnya kami sampai di rumah Mbah Hadi, tak lama kemudian warga mulai berdatangan. Acara pertama adalah senam pagi yang dipimpin oleh Muham, Kemal, Ivan, Faiz, dan Fairuz. Senyuman tak bisa kubendung melihat adek kecil yang unyu-unyu mengambil barisan paling depan, beberapa sesepuh juga turut serta. Seusai senam, warga disuguhi bubur kacang ijo dan susu. Sementara panitia YanKes semakin sibuk mempersiapkan rumah Mbah Hadi sebagai tempat pelayanan kesehatan gratis. Aku memilih menjadi asisten dokter, sementara Tina menjadi apoteker.

Antusiasme Warga Mengikuti Senam Pagi
                        

Instruktur Otodidak
               

Pelayanan kesehatan dimulai pukul 08:45, aku dan Aul menjadi asisten dokter Dimas. “Nanti yang kalian lihat ini bukan contoh komunikasi yang efektif, ya..” kata dokter Dimas. “Karena harus cepet-cepet, yang datang banyak.” Pasien pertama pun masuk, dengan ramah dan cekatan, dokter Dimas meladeni setiap orang. Aku tertegun saat dokter Dimas berkata, “Dek, ini tolong bapaknya ditensi lagi...” “Maaf dok, saya belum bisa nensi..” “Oh yasudah ngga papa...nggih, pak, ben manteb kulo mawon nggih” aku merasa malu.

Sementara itu Nesti berjaga diluar memanggil pasien-pasien yang mulai tidak sabar ingin segera berjumpa dengan dokter (cieee...). Aku membantunya di front desk, sementara Aul membantu dokter Dimas di dalam. Tak terasa waktu sudah mendekati pukul 11, sudah dua jam aku berdiri disini, memanggil nama pasien dari kertas anamnesis sembari mengucap “Sekedap malih nggih...” atau “Monggo” dan “Teng mriki” dengan logat bahasa jawaku yang mulai aneh. Beberapa kali dari bagian apoteker menginformasikan ke asisten dokter bahwa ada stok obat yang habis.  Tak lama kemudian Nesti tumbang dan tinggalah aku sendirian. Ternyata begini rasanya bekerja melayani masyarakat.......... Aku tahu lelahku tak sebanding dengan dokter Dimas dan dokter Alyda, tapi sungguh bahagia bisa menolong orang lain.

Tim Pelayanan Kesehatan Bagian Obat
                      

Pasien yang Sedang Konsultasi dengan dr Dimas
               

Acara dilanjutkan dengan penutupan dan kembali ke rumah warga masing-masing untuk menyerahkan bibit kelor sekaligus berpamitan. Bu Dukuh telihat sedih saat kami berpamitan, tak hentinya beliau mengucapkan doa agar kuliah kami sukses dan dimudahkan. Akhirnya kami kembali menuju rumah Mbah Hadi untuk makan bersama dan pulang. Bus demi bus datang untuk menjemput kami. Tinggalah rombonganku yang naik mobil Wiska dan beberapa anak laki-laki yang rela menunggu bus karena mendahulukan perempuan (ihiy). Untuk mengisi ke-gabut-an sesaat, aku mengajak Yevy dan Tina untuk foto loncat. “Alay...” komentar Kemal. “Aku ikut...” dia melanjutkan. Akhirnya kami berpose dan melompat beberapa kali demi mendapatkan foto yang apik. Terima kasih Muham yang rela memfotokan kami walaupun sedikit maksa! Hehe =))

This is the first time. Membuatku lebih membuka mata melihat kondisi sekitar dan menghayati peran seorang dokter yang salah satunya sebagai community leader untuk membawa sebuah lingkungan menjadi lebih sehat.


I’m a doctor. I’m a leader. Be gold. Be bold. Take action with your passion!” (Yel-yel LKMM 2015)

Foto: Pubdok BETA MELEKAT 2015


Jumat, 23 Oktober 2015

Neo


Dan disinilah aku, berjalan melewati trotoar gedung fakultas psikologi dan ilmu budaya lalu berpindah menuju trotoar boulvard. Aku membuka pintu kamar kost dan melihat keadaan seperti kapal yang seperempat pecah. Menurut beberapa orang mungkin kondisi kamarku saat ini tidak berantakan, namun bagiku sebaliknya. Mama selalu berpesan bekali-kali agar selalu menjaga kerapihan kamar untuk kenyamanan belajar. Selimut yang belum terlipat tadi pagi masih tergeletak begitu saja. Sementara kertas-kertas berserakan di atas tempat tidur dan meja belajar. Ah sudahlah, toh aku akan rehat selama beberapa saat karena baru saja menyelesaikan ujian blok introduksi.

Inilah pengalaman pertama menyelesaikan blok perdanaku di fakultas kedokteran. Rasanya masih sulit dipercaya kalau aku benar-benar ada disini dan berstatus sebagai mahasiswa kedokteran. Apakah aku menginginkannya? Awalnya tidak 100%. Karena jika kalian tau, aku hanya ingin menuruti keinginan papaku dan mewujudkan cita-cita yang tidak sempat dicapai mamaku, yaitu untuk menjadi dokter. Hal ini mengingatkanku pada pepatah bahasa Jawa, witing tresno jalaran saka kulino (mulai tumbuh cinta karena kebiasaan). Ya, aku jatuh cinta.....padanya....dia....dan juga fakultas kedokteran (ini sedikit ambigu jadi bisa diabaikan)

Aku memandang jadwal blok 1.2 tentang sistem saraf dan muskuloskeletal, kemudian Mario Teguh akan berkata “Super sekali” sambil menampakkan wajah bahagia. Keterampilan medik di blok sebelumnya hanya satu kali. Di blok ini terdapat 9 kali keterampilan medik. Hampir semua praktikum berbau anatomi. Selamat datang di Fakultas Kedokteran, wahai cadok-cadok yang insyaAllah rahmatan lil alamin.

Halo, Tutorial 16!
          Sistem pembelajaran di fakultas kedokteran menggunakan metode PBL (Problem Based Learning) yang bertujuan untuk menyederhanakan pembelajaran kami yang (katanya) sangat kompleks. PBL dituangkan dalam bentuk diskusi di dalam kelompok kecil yang terdiri dari 8-10 orang. Bersama seorang dokter yang berperan sebagai tutor, kami akan membahas masalah sesuai skenario yang diberikan. Dan di sini semua bermula, saat negara api menyerang.

            Aku berjumpa dengan mereka untuk pertama kalinya pada 9 September 2015 gedung FK lantai 4 ruang 4.14. Kami berjumlah sepuluh orang yang terdiri dari enam ladies dan empat gentleman. Apakah aku harus membuat pertanyaan C2 untuk menjabarkan bagaimana sih gregetnya mereka-mereka? Hehehe. Alay. I know. (Efek habis ujian skill practice)

                          

Perkenalkan:

1.    Hafidz             : Awalnya kalem dan jarang ngomong, taunya koplak kelewatan. Suka nyeletuk hal-hal lucu secara spontan. Zahra sebagai teman SMAnya mengakui bahwa dulunya Hafidz tidak begitu.  “Kalau mendengar kardivaskuler apa yang terbayang?” katanya saat membuka presentasi dalam rangka penugasan cabang ilmu kedokteran. “Jantuuung” jawab kami serempak. “Benar! Saya kalo keinget itu jadi berdebar-debar”. Hafidz juga diprediksi bakal menjadi aslab biokimia. Aamiin.

2.    Syihab            : Dari dulu kenal sampe sekarang masih kalem. Suka diceng-ceng-in sama dokter Evy karena menyebut tutor sebagai ‘penikmat’. Menurut dokter Evy, diamnya Syihab mengandung banyak arti dan sulit dibedakan. Stay cool ya, hab? Hahaha. Oh! He is the youngest among us!

3.    Zahra              : Zahra adalah ladies paling tinggi di grup ini. Ya, yang lain masih pada imut-imut. Jadi teringat ibu-ibu yang dulu bilang ke aku, “Wah, kecil-kecil udah jadi dokter ya” “........”. Bersyukurlah di FK ngga ada syarat tinggi minimum. Zahra adalah ahlinya tertawa. Kalau diamati lebih mendalam terdapat kesamaan antara Hafidz dan Zahra (CIE kalian), apakah itu? Diam-diam koplak. Saat itu sedang berlangsung tutorial skenario 3 yang membahas tentang sel. Iman kemudian bertanya, “Ada kaitannya nggak osmosis dengan dehidrasi?” Zahra yang ketika itu sedang berperan sebagai ketua diskusi kemudian menanggapi, “Mmm Iman... Kenapa kamu nanya kayak gitu?” hening seketika. Aku tidak bisa membendung tawaku yang meledak secara spontan. Sementara dokter Evy terdiam dengan ekspresi keheranan. Menyadari ada kesalahpahaman, Zahra kemudian berkata, “Bukan bukan.. Maksudnya apa dasar kamu tanya kayak gitu?....”

4.    Aulia               : Miss Calm mungkin jadi julukan yang tepat untuk mbak satu ini, yap! Dia sebenarnya lulusan tahun 2014, seperti yang khalayak umum tau kalau banyak yang menjadi ‘korban php tabrak lari’ fakultas kedokteran negeri. Tabrakkan diri ke negeri dan ternyata berlari ke swasta. Kami semua juga begitu. Kenapa Miss Calm? Karena dia super kalem dan selow, meen. “Adek saya....banyak” (Aulia, 2015, saat memperkenalkan diri)

5.    Syifa               : Pernah denger istilah “KuDa-KuDa”? ya, itulah Syifa. Sekian. LOH WKWK. Mbak yang satu ini juga merupakan angkatan tahun lalu. Dia menjadi bendahara tutorial kami. Aku sebenernya agak sedih karena dia suka menghilang tiba-tiba tanpa kusadari L

6.    Iman               : Ketua tutorial kami sekaligus merangkap sebagai yang tertua. Kalau Aul dan Syifa angkatan tahun lalu, Iman adalah angkatan abad lalu. Hahaha. Engga engga, bercanda. 2013! Ciri khasnya adalah selalu memakai peci kemana-mana, “Loh, kan aku juga mau kayak kalian. Kalian pake jilbab, aku pake peci” Subhanallah. Iman akan memandang dokter Evy terus menerus ketika adzan berkumandang karena dokter Evy tidak kunjung mengakhiri diskusi. “Nanti kalau aku mati tapi belum sholat gimana?” aku salut dengan tingginya tanggung jawabnya kepada Allah...

7.    Tina                : Tina adalah ‘Mbak’ lain dalam kelompok kami, dia juga satu angkatan dengan Aul & Syifa. Gejalanya? Sama. Menjadi ‘korban php tabrak lari’ FK negeri hahaha. Baru-baru ini pen dari note-nya hilang dan akhirnya dia mengganjalnya dengan tusuk gigi yang diberi tissu. Impersonate? “Kamu mau makan dimana?” (?)

8.    Yevy               : Dia terlahir di kapal yang menuju ke pulau Kalimantan, karena itulah namanya Yevy. Lumayan sering dibully karena berasal dari Bontang. Ada yang nggak tahu Bontang dimana? Silahkan tanya Yevy. Mau tahu arti nama Yevy lebih dalam? Silahkan berkonsultasi sama Yevy.

9.    Fany               : Paling bawel. Aku berubah dari gadis yang lugu dan pendiam menjadi mbak-mbak yang ‘ganas’ sejak kuliah.

10.  Kemal            : Ketua angkatan kami ^^ menurut dokter Evy, kalau kemal mulai memegang dahi atau rambutnya itu tandanya ada sesuatu yang mengganjal atau tidak dia pahami. Selalu ingin dimudakan dengan cara memanggil “Mbak” atau “Mas” ke teman-teman lainnya. Tips dari Kemal saat mengerjakan soal minikuis adalah kerjakan dulu yang bisa, kalau tidak bisa tinggalkan. Aku mencoba cara ini dan ternyata ampuh. Kemal punya salah satu ciri expert learner, yakni actively engage. Maksudnya? Dia aktif terlibat dalam banyak hal. Mungkin karena tuntutan sebagai ketua angkatan, ya, mal?

Sesuatu yang “Neo”
          Perhaps you hate a thing and it’s good for you. Perhaps you love a thing and it is bad for you and Allah knows while you know not” (QS 2:216)

            Pertama-tama aku ingin mengucap syukur terlebih dahulu karena Allah menempatkanku disini, FK UII. Saat itu aku sangat sedih ketika universitas negeri yang kuidam-idamkan malah jatuh ke tangan orang lain (tolong jangan baper, ya). Namun, banyak pelajaran-pelajaran berharga di luar akademis yang kudapatkan disini. Aku jadi merenung tentang beberapa hal yang sebelumnya tidak pernah kusadari.

1.    Mandiri & Control
Karena berada jauh dari orang tua, aku dituntut untuk lebih mandiri. Dulu mungkin untuk hal sepele seperti makan saja, papa dan mama akan membelikan atau membuatkan makanan untuk anaknya. Sekarang? Tak cari makan, tak makan. Semua pekerjaan rumah yang dulu belum maksimal kulakukan sekarang menjadi wajib dilakukan, seperti mencuci dan setrika. Disini aku juga dituntut untuk bisa memanage waktu agar tidak terlena dengan hal-hal yang kurang produktif. Seperti? Nonton naruto, main hape, kebanyakan daydreaming, dan mageran.

2.    Team work
Melalui diskusi tutorial memang diharapkan agar kita bisa bekerjasama dengan orang lain. Karena nantinya pada dunia kerja akan banyak terjadi diskusi yang melibatkan interaksi dengan orang lain. Study hard, work hard, play –cukup- hard.

3.    Sifat orang
Mengenal individu lebih dalam lagi. Mungkin ini bukan hal asing ya? Namun karena aku ‘sendiri’ di sini, aku jadi lebih bisa mengamati karakter masing-masing orang. “Hmmm ternyata si ini begini...”

4.    Banyak belajar tentang agama
Titel “Islam” sangat tidak bisa dipisahkan dari universitas ini. Setiap pembelajaran dikaitan dengan nilai keislaman, seperti bagaimana cara menjadi dokter yang profesional? Hal ini bisa dikaitkan dengan dalil-dalil dalam hadits dan al qur’an. Tidak hanya dari segi agama, aku juga mulai merenungkan peristiwa-peristiwa dan menghubungkannya dengan Islam. Aku kagum saat mempelajari sintesis protein (yang sebenarnya sudah dipelajari saat SMA). Gambaran singkatnya: di dalam inti sel kita terdapat DNA, DNA akan menanggapi setiap sinyal dengan cara sintesis protein. Lalu dihubungkan dengan saat kami belajar histologi untuk melihat sel dan jaringan melalui mikroskop. Apakah Anda bisa membayangkan betapa kecil dan tipis jaringan di preparat itu? Apakah terbayang bahwa di preparat yang tipis tersebut masih ada buaanyak sel? Apakah terpikir di dalam sel yang banyaaak tersebut terdapat inti sel yang aku sendiri susah untuk melihatnya...dan disana masih terjadi replikasi DNA. Lalu, nikmat Allah yang mana lagi yang kamu dustakan? Sungguh Allah menciptakan kita dengan sempurna. This thing makes me feel so grateful about things that I have right now.

5.    Dosen dan teman yang baik
Tahukah berkah yang terkadang tidak kita sadari? Teman-teman yang baik. Saat kita berada jauh dari orang tua, siapa yang bisa kita andalkan? Tentu saja teman. Jangan terlalu egois dan beranggapan bahwa kita bisa melakukan semuanya sendiri. Kita tetap butuh bantuan orang lain. Aku bersyukur sangat memiliki teman-teman yang baik seperti Carotis & Tutorial 16. Mereka membuatku merasa Jogja seperti rumah keduaku. Mereka yang selalu tertawa bersamaku. Intinya, I love you guys! Salah satu dosen kesayanganku dan kesayangan Tutorial 16 tentu saja dokter Evy. Beliau adalah tutor kami selama blok 1.1 ini. Dengan sabar dan sangat keibuan, beliau membimbing kami yang masih sangat awam untuk lebih mengenal dan membiasakan diri dengan segala hal di fakultas kedokteran. Walaupun terkadang aku merasa bahwa diskusi kami tidak berjalan cukup aktif karena terlalu banyak keheningan. Tentunya kami merasa sedih saat blok 1.1 berakhir karena berarti kami tidak akan berdiskusi tutorial lagi bersama dokter Evy.


                               

Begitulah cerita openingku menjalani hidup sebagai mahasiswa kedokteran. Nantinkan episode-episode selanjutnya!

Selamat hari dokter nasional J

                                      

NB: Kalo yang lain pada bilang, "Yakin ga mau sakit?" apadaya aku cuma bisa bilang, "Jaga kesehatan ya!" (?)


Kamis, 03 September 2015

Rumah Kedua


Zona Nyaman

Rasanya pergi dari rumah dan tidak tahu kapan akan kembali……

Mama melambaikan tangan dari pagar rumah. Aku memasuki taksi yang daritadi sudah standby. Aku merutuki diriku sendiri kenapa aku memilih melanjutkan kuliah di luar Jakarta? Sedangkan sisi diriku yang lain mengatakan bahwa, “Ini sudah menjadi keinginanmu sejak lama. Kenapa disesali sekarang? Bukankah jalan menuju kesuksesan tidak bisa didapatkan kalau hanya berada di zona nyaman?”

Air mata membasahi pipiku. Mungkin itu alasan mengapa aku menggunakan masker. Beruntunglah matahari sudah kembali istirahat, jadi linangan air mata itu tidak terlalu terlihat. “I love you, Nini” kata Mama. Aku hanya diam, takut jika mulutku terbuka sedikit saja air mataku yang sejak tadi kutahan akan merembes keluar dengan derasnya.

(Jujur saat aku mengetik ini, mataku berkaca-kaca)

Terbesit quotes dari buku 9 Summers 10 Autumns karangan Iwan Setyawan tentang Jakarta, “Aku mulai mencintainya, membencinya, dan mungkin akan terus begitu”. Tampaknya kalimat itu sangat sangat pas menggambarkan perasaanku tentang kota yang sudah menjadi tempat hidupku selama tiga tahun terakhir. Dimana aku mendapatkan banyak pelajaran berharga, kenangan indah, sampai teman-teman yang asyik. Ada Yin, ada Yang. Pengalaman tak mengenakkan juga tentunya selalu ada untuk menyeimbangkan.

Entah mengapa rasanya sangat berat berpisah. Berpisah dengan apa? Segalanya yang ada di Jakarta. Semuanya akan menjadi baru lagi. Aku harus beradaptasi dengan orang-orang baru, lingkungan baru, dan melangkahkan diri menuju jenjang studi yang lebih tinggi.

Sementara kereta api Taksaka Malam melaju kencang menuju stasiun Tugu Yogyakarta, ragaku mungkin disini, tapi jiwaku masih jauh tertinggal. Aku merasakan hampa. Masih merutuki diri, menyesali keputusan yang kemarin-kemarin kubuat dengan percaya diri. Jika kau anak tunggal, mungkin kau akan merasakan hal yang sama sepertiku. Kita akan tinggal di kota yang berbeda dengan kedua orang tua kita, lalu siapa yang akan merawat mereka?

Kenapa aku disini?

Penyesalanku tidak berhenti disitu. Rasa sesal karena tidak bisa mendapatkan satupun jatah kursi fakultas kedokteran di universitas negeri membuatku semakin memandang sebelah mata tentang kapabilitasku. Hal bodoh yang seharusnya tidak aku lakukan. Egoku mulai menguasaiku, kenapa aku harus berkuliah disini? Tamparan keras, aku menyesal kenapa aku tidak bersyukur sama sekali tentang hal ini. Aku hanya berpikir akan sangat merepotkan orang tua jika aku kuliah di swasta walaupun mama dan papa berkata sebaliknya. Setidaknya, hidupku masih berlanjut. Dan aku tidak boleh menyerah.

Hari-hari Pertama sebagai Anak Kos

Inilah saat dimana kau harus mengatur keuanganmu sendiri jika kau tidak ingin makan nasi plus abon cabe di akhir bulan. Hahaha. Untunglah harga-harga di Jogja cukup berpihak kepadaku. Tentunya tidak semahal di Jakarta.

Pagi pertamaku sebagai anak kos diisi dengan memasukkan barang-barang ke dalam laci meja belajar dan menata baju ke dalam lemari. Tak lupa mulai membeli peralatan-peralatan tambahan seperti tempat sampah, sikat, ember, dan lain-lain. Membeli snack juga agenda wajib mengingat aku adalah tipe orang yang gampang lapar tapi mager untuk mencari makanan.

Untunglah aku cepat akrab dengan teman-teman satu kosku. Hanya ada empat kamar disini. Dita, my hero, entah…tanpa perannya mungkin aku ngga bisa masuk disini. Intan, anak Palembang yang memilih jurusan teknik kimia. Dan terakhir Suci, anak Pekanbaru yang memilih jurusan Psikologi. Kami cukup sering bergossip bareng di malam hari. Pernah suatu malam terdengar bunyi ‘tit tit tit tit’. “Listriknya mau habis pang” kata Dita menenangkan. “Coba kasih tau masmu, Dit” aku mencoba mencari solusi. “Ngeri juga, besok ospek. Malamnya mati lampu” kata Intan. Akhirnya kita berempat mengirit listrik dengan cara tidak menyalakan televisi.

Menantu Idaman

AORTA adalah istilah ospek fakultas kedokteran di UII yang merupakan singkatan dari Ajang Orientasi dan Ta’aruf (cmiiw). Acara ini dilangsungkan selama dua hari, 1-2 September 2015. Sebelumnya, saat kuliah perdana sudah diumumkan tentang atribut-atribut yang harus dibawa saat AORTA. Pada waktu itu pula kami dibagi menjadi beberapa kelompok, kurang lebih satu kelompok terdiri dari dua belas orang. Oh ya! Aku harus membiasakan diri menyebut ‘kelompok’ dengan ‘jamaah’

Ucapan puji syukur terlontar secara otomatis dari mulutku karena aku satu jamaah dengan Dita. Kami segera keluar dan menyatu bersama teman-teman baru satu jamaah. Masing-masing jamaah mempunyai kakak tingkat pembimbing yang disebut sebagai wali jamaah. Jamaah kami diberi nama Carotis, pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah dari leher ke kepala. Hehehe. Dan wali jamaah kami adalah mas Zulfikar, yang biasa disapa mas Zul.

Kami memulai membuat atribut ospek, memotong-motong karton untuk bahan tas, membuat kepangan dari tali raffia, membeli barang-barang baksos, dan masih banyak lagi. Hari demi hari kami semakin dekat (CIEEEEE –khas Carotis banget--). Hingga tibalah dimana keesokan harinya kami akan mengikuti AORTA. “Jangan lupa bikin yel-yel” kata mas Zul mengingatkan. Dan beginilah yel-yel kami

Dengan kekuatan cinta, kami datang untuk menyembuhkanmu

Carotis takkan lelah karena paling oke
Ada Vian, Faried, Adit juga Ramdan
Ceweknya ada Gita, Dita, Nindi, Fany
Aan, Angga, Annisa, dan juga Anggita
Jamaah Carotis waljamnya itu mas Zul, yang pake kacamata
Jangan Cuma nonton doang, yang lain ditendang

Kami carotis… MENANTU IDAMAN!

Lirik yang kebanyakan dikarang oleh Ramdan akhirnya resmi menjadi yel-yel kami (yang mungkin sedikit alay)

                               

AORTA Hari Pertama

Kami berangkat bersama-sama menuju boulevard UII. Seperti ospek universitas, kami dibariskan untuk melewati tiga pos. “Siapa yang merasa sepatunya tidak hitam full maju ke depan!” perintah kakak KK. Kulirikkan mataku ke bawah memandang sepatuku. “Kamu! Maju ke depan!” Nasib sial memang sedang membuntutiku hari itu. Aku maju ke depan dengan pasrah, tahu kenapa? Karena di sepatuku terdapat bagian sedikit putih yang ku isolasi hitam. Lalu apa masalahnya? Isolasinya lepas. “SIAL!” Pekikku dalam hati.
“Kenapa sepatunya?”
“Ini kak…isolasinya lepas…” aku menunduk
“Kamu ngerasa salah nggak?”
“Iya kak…”
“Yakin?”
Aku mengangguk. Kakak tersebut kemudian membalik cocardku dan langsung memberi centangan di pelanggaran sedang. “HAAAH MAMPUS! 20 TANDA TANGAN” aku meratapi kesialanku di pos pertama.

Berlanjut di pos kedua, tempat pemeriksaan atribut. “Warna tali tasnya ada berapa dek?” hening sesaat. Kakak itu mengulangi pertanyaannya lagi. “Empat kaak” kami menjawab takut-takut. “Berapa?!” “Empat kak” dan belakangan diketahui kalau talinya berjumlah tiga. Baiklah, pelanggaran keduaku hari itu. Tanda tangan kakak panitia yang harus kudapat berubah menjadi 40. Ditambah lagi membuat essay tentang hipertensi sebanyak empat halaman folio, ditulis tangan!

Acara AORTA pun dimulai. Pembukaan resmi oleh ibu dekan. Kami dibagikan buku panduan acara AORTA. Oh iya! Tempat berkumpul kami adalah di depan lab FK. Hari itu berjalan dengan damai dan sedikit tegang. Setelah lengkap, kami berkumpul ke GKU untuk sholat dhuha dan mengikuti berbagai seminar. Tentu saja kemanfaatkan setiap waktu luang untuk mencari tanda tangan kakak-kakak panitia.

Siangnya, kami melaksanakan Tour de Medica mengelilingi bangunan FK UII dari lantai satu sampai empat. Ramdan sibuk dengan note kecilnya yang dia gunakan untuk mencatat setiap ruangan yang ada di gedung ini.  Sementara Mas Zul memberi pengarahan tentang ruangan-ruangan, semacam menjadi tour guide.

Acara hari itu berakhir menjelang maghrib. Kami mendapat tugas untuk esok, yaitu membuat essay tentang anatomi dan fisiologi salah satu orang penting tubuh sebanyak dua halaman, membuat denah fakultas, dan membeli beberapa bahan lagi. Dan tentunya, mengganti jumlah tali tas kami dari empat menjadi tiga.

Dengan langkah gontai karena sudah kelelahan kami berjalan menuju kosku dan Dita yang merupakan basecamp kami. Adzan maghrib mulai berkumandang. Singkat cerita, kami mulai memperbaiki atribut-atribut yang salah. Sedangkan para ikhwan membeli bahan keperluan untuk hari kedua. “SEMANGAT!” kataku kepada mereka. Kami semua lelah, termasuk aku. Dan kata-kata itu menjadi sangat basi untuk diucapkan.

Hari menjelang malam dan atribut pun perlahan mulai selesai. Sementara Ramdan masih sibuk mengeprint  tulisan di atribut kami yang salah. Tinggallah aku, Dita, Faried, Vian, dan Ramdan. Ketiga ikhwan Carotis ini menggambar denah fakultas dengan bersemangat (read: loyo). Sementara aku dan Dita nyicil mengerjakan essay. Mereka baru menyelesaikannya pukul 23:15, essay hipertensiku masih 3 halaman dan otakku sudah mentok tidak tahu mau menulis apa lagi.

“Aku mau tidur dulu, Dit. Nanti jam 3 bangun lagi” kataku pada Dita. Kami berpisah menuju kamar masing-masing. Aku meletakkan essay hipertensiku di atas meja, memandanginya sesaat dan melanjutkannya sebentar. Tak terasa jam mulai menunjukkan pukul 00:15, “Aku harus tidur” pikirku. 15 menit kemudian aku terlelap.

Alarm handphone sudah terprogram pukul 3 pagi. Nyatanya aku malah terbangun dengan sendirinya pukul setengah 3. Aku berkedip sesaat. Ingin tidur lagi. Dilema. Aku belum menyelesaikan essay hipertensiku, apalagi tugas essay anatomi dan fisiologi. Syukurlah, tepat pukul 4 essayku selesai. Inilah rekor pertamaku, tidur hanya dua jam dalam sehari.

AORTA Hari Kedua

Saking lelahnya, aku meminta doa teman-teman alchemist di grup supaya tidak terkena pelanggaran lagi hari ini. Alhamdulillah doa mereka terkabul. Aku aman. Hari kedua merupakan klimaks dari seluruh rangkaian acara ini.

Sampailah saat dimana kami akan mengunjungi “dosen besar” kami. Dari GKU, team Carotis menuju ke depan lab FK. Disana sudah ada salah satu kakak panitia yang menyambut kami. Raut wajahnya seperti dipaksakan rileks, mungkin karena melihat kami yang terlalu tegang karena memang kami sudah tahu akan disuruh apa setelah ini. “Yuk yel-yel dulu, ngga usah keras-keras ya…”

Aku bisa merasakan ketegangan diantara kami semuanya. Setelah itu kami diminta untuk membagi dua, per enam orang naik terlebih dahulu. Aku bersama dengan Vian, Faried, Anggi, Nindi. Ya, karena kebetulan Aan sedang sakit. Aku menaiki undakan menuju lantai dua yang sudah disambut oleh kakak panitia yang lain. Slayer sudah menutupi hidungku, karena pengap aku menurunkannya. “Assalamualaikum, kak” sapa kami. “Waalaikumsalam” raut wajah kakak yang satu ini juga tidak jauh berbeda dengan kakak sebelumnya.

“Kalian nyium bau-bau sesuatu gitu ngga?”
Hening.
“Bau mencit” lanjut kakaknya.
“Saya kok engga cium ya kak…” aku menanggapi kakaknya.
Something is wrong with your nose, kamu pilek?”
“Engga, kak”
“Yaudah, sama. Saya juga ngga cium”
Aku terdiam.

Kami diberi kode untuk naik ke lantai tiga. Disana kami juga disambut oleh salah satu kakak panitia.
“Kak, kita mau ngapain sih kak?” tanya Nindi. Kakak itu hanya tersenyum dan meminta kita untuk mengikuti saja apa yang akan terjadi. Tak lama kemudian kami dikomando untuk naik ke lantai empat. Kami dibariskan di depan pintu ruangan yang dari luar terlihat gelap.

“Bawa slayer semua kan dek?” tanya kakaknya. Kami mengangguk.
“Sekarang kalian lipat slayernya kayak gini, terus tutupin ke mata. Jangan tebel-tebel nanti kalian ngga bisa nafas”

Kalian tahu apa yang ada di dalam pikiranku? Awalnya kupikir kami diminta membawa slayer untuk menutupi hidung kami. Ternyata mata!

Ya Allah, aku pasrah apapun yang terjadi padaku tolong aku dimudahkan.

Kakak tersebut membantuku mengikatkan slayer. Aku merasakan dia memegang pundakku dan mengistruksikan kepada yang lain untuk berpegang ke pundak temannya. Aku tidak berpegang pada pundak siapapun?!?! Menandakan kalau aku adalah yang paling depan. Aku hanya menggandeng tangan kakaknya. “Kak saya boleh tukar ngga, saya ngga mau di depan..” suaraku mulai bergetar. “Kenapa memang? Ngga papa kok” kata kakak itu lembut menenangkanku. Kami melangkah dengan mata tertutup slayer. Hawa dingin kurasakan. Aku mulai terisak. “Kamu kenapa?” aku tetap terisak sedikit kencang. “Ngga papa kok, ngga papa” kakak tersebut seolah berubah menjadi seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya.

“Kak, kita mau dibawa kemana?” Nindi yang ada di belakangku bertanya. Kakak itu diam. “Don’t let go, kak” kataku menggenggam erat pergelangan tangannya. Aku merasakan kami semua dipisahkan dan diserahkan ke kakak-kakak disitu yang aku tidak tahu berapa. Walaupun dalam keadaan tidak bisa melihat apapun, aku bisa merasakan kakak itu membukan gorden atau apalah.

“Dek, saya tempelkan ini di pundak kiri kamu. Jangan sampai hilang ya. Kamu sebentar lagi ketemu dosen kamu, hormatin ya” aku terdiam. Tangisanku berhenti. Entah apa sebenarnya yang menhentikannya. Kakak itu memegang tangan kiriku dan meletakkannya diatas “dosen”ku. Seketika, pikiranku berubah. Kalau aku tetap menangis, aku tidak menghargai “dosen”ku sama sekali.

“Nanti cari jarum ya, dek” katanya. Kemudian meninggalkanku yang diisyaratkan dengan angin tubuhnya yang berlalu.

“hitungan ketiga, buka slayer kalian!”

“oke, aku tau saat ini pasti akan datang juga. Terkadang ada hal yang tidak bisa kita hindari dan mau tak mau harus dihadapi” aku memberanikan diri dalam hati.

“satu, dua, tiga, BUKA SLAYERNYA!” Aku membuka slayerku dengan tangan kanan, karena tangan kiriku masih menyentuh sang dosen. Aku menarik napas perlahan dan teriam selama beberapa detik. Memandangi sekeliling dengan penerangan remang-remang. Dihadapanku sudah terbari sang dosen. Aku mengalihkan pandangan ke tangan kiriku yang ternyata menyetuh paru-parunya.

Tak lama aku kembali berfokus untuk mencari jarum yang dimaksud. Aku meraba dan berusaha merasakannya karena aku tidak bisa melihat dengan jelas. Dari seberang terdengar teriakan, “Kak saya sudah dapat!” suara Vian membuatku panik. Aku mencoba mencarinya lagi bahkan sampai mengangkat paru-paru tersebut.

“Kak, saya dapat!” suara perempuan yang kuasumsikan Nindi.

“KELUAR DEK!”

Deg. Aku makin panik karena belum menemukan apapun. Instingku menyuruhku berkata, “KAK SAYA NGGA DAPAT” sedetik kemudian, kakak itu membuka gorden hitam dan menyuruhku keluar. Aku lega ketika bisa melihat cahaya terang lagi. sisa-sisa air mata masih menempel di pelupuk mataku.

“Turun ya dek”
“Iya, kak”

Aku menuruni tangga dari lantai empat dengan gesit menyadari bahwa teman-temanku yang lain tidak ada. “Assalamualaikum, kak” sapaku di setiap tangga yang kuturuni.

 Aku dan Anggi yang pertama kali sampai di tempat berkumpul. Mas Zul sudah menanti dengan tongkat bertuliskan “CAROTIS” yang setia dibawanya. Aku maju mendekatinya ketika kutoleh ke belakang untuk mencari Anggi dan hendak menyusulnya, “Fany, Fany” panggil Mas Zul. “Sini sini, cuci tangan dulu” aku manut.

“Gimana tadi?”

“Dia dapet mas, aku engga” jawabku.

                                

Penutupan acara dilaksanakan pukul 5 sore oleh bapak wakil dekan. Setelah itu kami semua sholat maghrib dilanjutkan pemberian award kepada maba&miba terbaik dan panitia terbaik dari berbagai kategori.

“Maba terbaik adalah……”
“Ramdan dari Carotis!” wah wah. Aku benar-benar tidak menyangka Ramdan bisa menang. Kami semua bertepuk riuh menyatakan kebanggaan kami. “Pak Ustad” akhirnya mendapatkan award itu! Walaupun jamaah kami tidak terpilih menjadi jamaah terbaik, namun Ramdan berhasil membawa nama Carotis.

Panitia-panitia mendapat award masing-masing. Dan terakhir adalah dalam kategori “terdisiplin”

“SIAPAAAA?” kakak MC ingin mendengar jawaban kami.

“KK!!!!” Kami kompak menjawab.

“Dan kategori terdisiplin AORTA 2015 diberikan kepada…….”
“KK!”

Wooo! Disambut dengan tepuk tangan meriah. Saat kakak-kakak dari departemen KK maju ke depan semua hening. Suasana menjadi sama persis seperti saat tiba-tiba kakak-kakak KK memasuki auditorium dan membuat hati kami berdebar-debar (CIEEEE (?))

Mereka memperkenalkan diri terlebih dahulu satu per satu, kemudian memohon maaf kepada kami semua. Salah satu kakak tersebut meminta dua maba yang dia sebut namanya untuk maju ke panggung.

Formasi berubah kembali. Kedua maba tersebut kini membelakangi kami semua untuk menghadap kakak-kakak KK, “SAYA MAU KALIAN ISTIGHFAR 10 KALI” perintah salah satu maba itu. Kakak-kakak KK itu menunduk dan mulai beristighfar, ekspresinya sama seperti saat kami ada di posisinya beberapa waktu lalu. Terdengar tepuk tangan meriah yang menandakan kami puas.

“NGGAK MAU? SAYA TAMBAH DUA KALI LIPAT JADI DUA PULUH KALI” maba tersebut melanjutkan. Tepuk tangan makin membahana. Semua mengganas seakan ingin melampiaskan (?)

Selesai. Kakak-kakak KK meminta maaf kepada kami semua, suasana kembali hangat. Dari awal aku selalu tahu kalau mereka semua sebenarnya kakak-kakak yang baik. Mereka mendidik kami untuk disiplin dan tidak melewatkan satu detil pun karena itu sangat penting.

Selamat menempuh hidup baru, teman-teman sejawat! =)) 

                                 

Senin, 03 Agustus 2015

Film-Film Kartun Masa Kecil

 Mulai beranjak dewasa membuatku kangen sama masa kecil. Ya, semuanya! Termasuk beberapa film-film kartun kesukaanku dulu. Ibaratnya ini adalah “drama korea”-ku waktu kecil karena bener-bener kecanduan.

1.    Chibi Maruko-Chan
Masih inget kan sama kartun lawas yang satu ini? Penggambaran tokoh dan latar yang sederhana nggak mengurangi kekocakan tingkah Maruko. Sampai sekarang aku masih hafal beberapa bait OST kartun ini.

Jalan panjang menuju langit biru
Tiba-tiba kulihat seorang anak
Yang menemukan harta karun di dalam sana
Alangkah senang dan hati gembira
Wangi angin padang rumput di sore hari
Sampaikaaan salaam gembiraaaa
Sekarang ganti baju agar menarik hati
Ayo kita mencari temaaan

Satu episode Maruko yang masih kuingat adalah saat dia potong rambut. Kebetulan yang memotong adalah ibunya sendiri. Berbekal kecekatan ala ibu rumah tangga, ibunya memakaikan mangkok ke kepala Maruko agar mudah untuk menyesuaikan bentuknya. TARA! Rambut baru Maruko jadi dan dia siap berangkat ke sekolah. Ternyata dia malah diolok-olok di sekolah karena poninya mirip batok kelapa. Dengan naluri anak kecilnya dia kemudian membela diri. Beberapa teman setianya (yang aku lupa namanya) berusaha menghibur Maruko yang sedang sedih dengan mengatakan hal-hal seperti, “Kau harusnya bangga, Maruko karena ini adalah hasil potongan ibumu sendiri” dan ternyata kalimat ini berhasil. Maruko akhirnya cuek dengan komen-komen pedas temannya dan menyesal telah marah-marah karena diledek. Dia membayangkan di rumah ibunya sedang menyesali kesalahannya karena memotong poni yang mirip batok kelapa. Maruko bergegas pulang dan ingin menghibur ibunya. Dia menegtuk pintu, “aku pulang!” seru Maruko. Dia mencari ibunya yang ternyata sedang menonton TV dan tertawa terbahak-bahak. Semua diluar ekspektasi. Ibunya tidak menyesal sama sekali.

                                   


2.    Hachi
“Mama… mama… dimana kau berada? Mama… mama… suatu saat pasti bertemu.” Yikes! Kisah seekor lebah madu yang mencari mamanya, sang ratu lebah madu. Konon Hachi dan Mama dipisahkan karena saat ia kecil terjadi penyerangan di kerajaan. Ratu lebah madu yang juga ibu Hachi ditawan oleh musuh. Sementara Hachi dirawat oleh orang kepercayaan ibunya. Hachi beranjak dewasa dan kemudian memulai petualangan mencari Mamanya.

Bagian menyebalkan dari film kartun ini adalah saat mamanya ada di dekatnya tapi dia ngga nyadar. Film ini dulu ditayangkan di TV 7 (Trans 7 jaman dulu) lalu diputar ulang di Space Toon. Aku sampai sekarang juga ngga tau, apakah Hachi udah ketemu sama Mamanya?

                                       

3.    Avatar The Legend Of Aang
Cerita Aang, Katara, dan Saka ngga akan pernah tergantikan! Epik banget film kartun satu ini. Bercerita tetang Aang, seorang bocah yang beku di dalam es selama seratus tahun dan ditakdirkan jadi Avatar. Dia adalah keturunan terakhir dari pengembara udara yang kebanyakan adalah biksu yang mendiami kuil-kuil. Para pengembara udara dibantai oleh Negara Api agar tidak ada Avatar selanjutnya. Sejak diberi tahu oleh gurunya kalau dia adalah Avatar, dia kemudian kabur bersama bison terbang miliknya, Appa. Petualangannya untuk jadi Avatar hebat banyak menemui tantangan dan pengalaman yang tak terlupakan. Apalagi dia selalu diburu oleh Rivalnya, Pangeran Zuko dari Negara Api yang dijanjikan akan diberi kehormatannya lagi kalau bisa menangkap Avatar. Di ujung cerita, Pangeran Zuko sadar kalau dia seharusnya membantu Aang melawan ayahnya, Raja Api Ozai.

Aku juga sempat beli komik Aang sampai seri ke delapan. Setelah itu udahan, males hahaha. Aku sempat berandai-andai bisa mengendalikan salah satu elemen antara air, tanah, api, atau udara. Dan jika aku bisa, aku akan pilih air J

                               

4.    Tokyo Mew Mew
Tokyo Mew Mew beranggotakan 5 gadis cantik dari Tokyo yang disisipi gen hewan yang terancam punah oleh Shirogane, pemilik sebuah restoran yang sebenarnya dia gunakan untuk markas. Ichigo Momomiya adalah anggota pertama, dia disisipi gen kucing. Warnananya pink. Konon, dia naksir berat sama teman sekolahnya yakni Aoyama. Di akhir terungkap bahwa Aoyama adalah bos musuh aliennya yang selama ini menyerang bumi bernama Deep Blue. (WUIH!)

Anggota kedua adalah gadis kaya bernama Minto Aizawa. Dia disisipi gen burung, warnanya biru. Dia adalah penari balet yang baik. Awalnya Minto sangat sombong namun lama kelamaan dia bisa lunak dan cepat akrab dengan yang lain. Anggota ketiga adalah Retasu Midorikawa, dia adalah gadis lugu pemalu yang disisipi gen ikan duyung. Warnanya hijau. Anggota keempat adalah Purin Fong yang disisipi gen monyet, warnanya kuning. Dan anggota terakhir adalah seorang artis terkenal, Zakuro Fujiwara. Dia adalah yang paling tua diantara semua anggota. Zakuro disisipi gen serigala abu-abu, warnanya ungu.

Aku juga ngoleksi komiknya ada 7 seri. Di komik, akhir ceritanya Ichigo menikah sama Aoyama. Cute sekali <3

                       

5.    Web Diver
Kartun di Space Toon yang bercerita tetang Robot dan ‘Pengendalinya’. Aku sudah lupa semua karakternya, yang kuingat cuma tokoh utamanya yaitu Kento dan robotnya, Gladion. Film kartun ini sukses bikin aku nangis bombay karena ending yang mengharukan. Di sebuah pertempuran, Gladion harus mati dan dia mengembalikan Kento ke bumi. (Aku agak lupa, mereka bertarung di luar angkasa gitu). Esok pagi saat ia ke sekolah, kento sama sekali tidak kelihatan sedih. Jauh berbeda seperti saat dia dipulangkan paksa oleh Gladion. Teman-temannya mulai heran, setelah dipancing akhirnya Kento nangis abis-abisan karena kangen sama Gladion (brb ambil tissue, baper). Teringat temannya yang bilang, “Sudah, Kento. Jangan berpura-pura” lalu Kento nangis sejadi-jadinya. Tapi seingatku, Gladion kembali kok.

                                       

6.    F-Zero
F-Zero bercerita tentang balapan mobil yang dicampur kekuatan gitu. Tokoh utamanya namanya Ryu dengan musuhnya Zoda. Ternyata Zoda merebut kekasih Ryu, Haruka ya namanya? (CMIIW) Haruka dibuat lupa ingatan sehingga ia harus melawan Ryu saat balapan. Ryu yang melihatnya jadi baper (?) dia berusaha keras mengambil kembali Haruka dari Zoda. Yak sisanya lupa -_- ceritanya cukup bisa bikin baper. Atau mungkin akunya yang baperan sejak kecil. Ngga! Aku cuma gampang terharu aja :’)

                        

7.    Naruto
Sekuel yang sampe sekarang belum kelar-kelar. Ngga usah di sinopsis pasti udah pada tau ceritanya kan? Pertama kali tau Naruto dari kelas 5 SD, temen-temen cowok suka ngomongin dan di tempat les, 2 temen cewekku juga suka ngomongin. “Sakura” “Sasuke” aku masih ngga nyambung, lama-lama mulai nonton. Kebetulan 2 temen lesku ini suka sama Temari dan Hinata. Okelah kucoba nonton Naruto yang waktu itu masih bocah usil yang naksir sama Sakura. Eh? Tapi tokoh kesukaanku di film ini bukan Sasuke si cool atau Gaara yang berwibawa itu. Tapi……Pak Hatake Kakashi!!!! He he he. Entah kenapa mata sayunya yang males itu menarik. Menurutku dia ideal karena tinggi dan kurus. I like that kind of guy! Selain Kakashi aku juga suka sama bapaknya Naruto, Minato Namikaze. Hm J bapaknya Naruto cakep dan kalem, ibunya cantik. Kenpa Narutonya bisa petakilan gitu?! L

Seiring berakhirnya Naruto, aku masih berharap kalau Kakashi punya pacar dan kemudian menikah. (HA HA!) dan kedua orang tua Naruto masih hidup cos they’re sweetest couple ever!

                      

8.    Hamtaro
Berkisah tentang hamster-hamster lucu menggemaskan yang berpetualang.

Hamtaro tidur dimana saja
Apa yang paling dia senangi?
Biji bunga matahari!

Lalu gerombolan hamster lucu lari lewat. Aku ngga ingat salah satu ceritanya. Mianhae L

                          

9.    Let’s Go!
Yap! Karena sudah malam dan saya sudah mulai mengantuk, ini adalah film kartun terakhir yang akan kuceritakan. Mungkin sebagian masih inget? Film ini yang bikin kita heboh sama tamiya. Dulu aku juga sempat punya beberapa. Ah! Waktu kecil udah ga inget gender mau cowok atau cewek semua main tamiya hahaha. Jujur aku sudah lupa sama nama-nama tokohnya! But I like this one.

                                      

Sebenernya masih banyak kartun-kartun yang menghiasi masa kecilku dan kamu kamu semua. Tapi itu adalah favoritku!


Mengenang masa kecil itu seperti ada berusaha menjangkau kertas yang tertiup angin kencang. Sekeras apapun kita mencoba, ga akan bisa ditangkap lagi. (Apa-apaan ini?! Hahaha) aku rindu masa kecilku dan semua film-film itu. 


Selamat bernostalgia.
Pic Source: Google and Tumblr