Kamis, 25 Juni 2015

Save The Last For The Best!

Inilah secuil ceritaku saat mendaftar FK UII. 

Pendaftaran
Saat itu menjelang pukul 16.00 saat aku dan papa berangkat menuju Stasiun Gambir untuk pergi ke Yogyakarta. Besok adalah pendaftaran terakhir PBT UII sekaligus gelombang terakhir. Ini kali pertama aku mengikuti tes di UII. Akhirnya kami sampai di Stasiun Tugu Yogyakarta pagi sekali dan langsung menuju Hotel Ishiro di Jl. Kaliurang Km 4.

Setelah mencari sarapan, aku dan papa langsung melanjutkan perjalanan menuju UII naik taksi, satu-satunya kendaraan umum yang ada di Jogja. Sebenarnya masih ada semacam minibus yang sudah tua dan juga transjogja, tapi setahuku ngga melewati rute ke UII di Jl. Kaliurang Km 14. Dan ditambah lagi menunggu kendaraan tersebut memakan waktu lama.

Akhirnya sampailah di gedung D3 Ekonomi UII, tempat pendaftaran dan langsung mengambil nomor antrian. Sekilas tentang UII, UII merupakan kampus swasta tertua di Indonesia. Suasana kampusnya rindang, hijau, sejuk, dan bersih. Kesan pertama,
“WOW”. Hahaha. Setelah membayar biaya pendaftaran sebesar 250.000, aku langsung menuju basement di dekat situ untuk key in data dan selanjutnya melakukan foto dan sidik jari. Wah ketat juga ya ternyata.

Singkat cerita, semua proses pendaftaran rampung dan tinggal menunggu tesnya yang bertepatan pada tanggal 14 Juni. Yap! Bebarengan dengan SIMAK UI dan UTUL UGM. Dan lalainya, aku lupa membooking hotel lain di sekitar situ, semua full! Ditambah lagi ada acara wisuda di UPN Jogja. Sempat bingung, masa mau menggelandang? L

Hari itu kumanfaatkan belajar soal-soal yang dikirim Dita. Sementara papa keluar untuk solat Jumat dan mencari hotel. Alhamdulillah dapat walaupun ini tidak bisa dibilang hotel, lebih mirip penginapan. Ngga papa, Ya Allah aku ikhlas. Wkwkwk. Tersisalah malam terakhir sebelum bertempur lagi seusai SBMPTN. Aku tidur pukul 22.30.

Tes Tahap 1
            Pagi sekali sudah banyak yang berkumpul di gedung FTSP. Aku langsung menuju ruangan ujianku yang terletak di lantai 3. Jika bisa kugambarkan bagaimana suasana disana? (Atau mungkin suasana hatiku sendiri?) TEGANG. Aku duduk sambil membolak balik buku soal-soal sambil sesekali berhenti untuk memperhatikan sekitar. Makin siang makin banyak yang datang. Okay, aku ngga boleh grogi dan deg-degan. Bisa buyar. Sebenarnya sudah dari semalam aku memasrahkan diri sama Allah. “Ya Allah, aku sudah melakukan yang terbaik. Aku ikhlas dengan hasilnya. Aku percaya bahwa Engkau akan memberiku yang menurutMu baik.”

            Khusus Fakultas Kedokteran, jumlah soalnya 125 dengan waktu 125 menit. Jadi, masing-masing soal 25 menit. Soalnya terdiri dari Agama Islam, Bahasa Inggris, TPA, Aritmatika/Matematika, dan IPA. Tes dimulai tepat pukul 09.00 dan saat itu salah satu pengawas berseru, “Kami ingatkan kepada yang merasa menjadi joki di ruangan ini untuk segera keluar.” katanya. “Kami beri kesempatan.” Semua muslimah (ya, karena satu ruang auditorium perempuan berhijab semua) melirik satu sama lain, tak ada yang bergeming. Disela-sela tes, dua orang pengawas menghampiri satu per satu peserta (yang sepertinya berjumlah hampir 100 orang) untuk dicek kartu pesertanya dan juga….sidik jari.

            Gong terakhir pertanda selesainya tes berbunyi. Aku merasa lega walaupun jari-jari tanganku masih gemetar. Entah kenapa aku tidak pernah merasa selega ini sebelumnya, bahkan setelah SBMPTN yang kurasakan hanya galau. Okay, tinggal menunggu tiga hari kemudian untuk mengetahui apakah aku lolos atau tidak. Untuk melewatkan tiga hari itu, aku pulang ke Malang. Refreshing.

            Tak terasa sudah tanggal 17 Juni dan pagi-pagi sekali kubuka website UII untuk melihat pengumuman. Hatiku bergetar (lebay-_-). Alhamdulillah, aku lolos tahap satu. Sungguh mengejutkan! Banyak yang mencoba berkali-kali untuk tembus FK UII. Namun Allah memberiku kemudahan dengan satu kali coba langsung lolos. Ya, kalau nggak lolos harus melupakan UII karena ini gelombang terakhir. Agak berat ya, karena aku belum dapat tempat bernaung untuk kuliah alias belum diterima dimana-mana. Apalagi akreditasi FK UII ini sudah A. J

Tes Tahap 2
            Lolos tahap 1 tidak bisa enak leha-leha, khusus FK diwajibkan mengikuti tes tahap 2 tanggal 19 Juni yang mencakup wawancara, psikotes, dan mengerjakan soal IPA essay. Sebelumnya, Dita sudah menceritakan tentang tes tahap 2 ini. Dia memintaku untuk hati-hati, karena dari gelombangnya “dibuang” lima orang. Susah juga mau jadi dokter ya…

Aku, Mama, Papa berangkat ke Jogja dari Malang tanggal 18 Juni pagi dengan kereta. Keesokan harinya setelah sarapan, kami langsung menuju ke Gedung Prof. Dr. Sardjito UII. Orang tua dan anak mereka sudah ada di lantai 3, aku duduk diluar karena di dalam sudah nggak ada tempat duduk lagi. Aku sempat mengobrol dengan beberapa peserta disitu, jarang malah yang dari Jogja. Rata-rata luar kota, Magelang, Bogor, Lampung, bahkan Mataram. Amazing, pikirku.

Tes pun dimulai. Dibagikan kertas tentang pernyataan yang harus kita jawab. Pertanyaan-pertanyaannya kurang lebih seperti, “Apakah anda mempunyai banyak teman?” “Apakah anda takut darah?”. Ada juga tes menggambar orang, pohon, dan rumah. Menyusul kemudian mengerjakan soal IPA essay. Semuanya akhirnya selesai. Tinggal menunggu antrian wawancara. Yang didahulukan anak laki-laki karena mepet dengan waktu jumatan. Well, kuhabiskan waktu mengobrol dengan teman-teman baruku, Zaski dari Bogor dan Lia dari Jogja (lokal nih lokal akhirnya wkwk).

Petugas mulai memanggil nama kami satu per satu untuk pergi ke ruang wawancara di gedung sebelah. Tanganku mulai dingin sedangkan badanku panas (loh?-_-). “Yang penting jaga sikap. Jangan lupa salam.” Aku teringat nasehat Dita di whatsapp.

“Assalamualaikum” kataku sok manis kepada dokter penguji. Ya aku grogi, mau gimana lagi untuk pura-pura ngga grogi? “Waalaikumsalam, silahkan duduk” katanya ramah. Kemudian dokter tersebut membuka berkas-berkasku. “Annisa ya?” tanyanya. “Iya betul” jawabku sopan. “Kamu sekolah di Jakarta ya? Kenapa pilih di Jogja?” kujawab spontan, “Karena di Jakarta suasananya kurang enak untuk belajar, bu. Rame. Hehe.” “Hm gitu”

“Kamu anak keberapa?” lanjutnya. “Pertama dan terakhir, bu.” “Oh anak tunggal ya, berarti tulang punggung keluarga…” (akhirnya responnya panjang juga wkwk). Lalu tibalah ke pertanyaan, “Kenapa kepengen jadi dokter?” dengan polos dan gatau apa-apa aku menjawab, “Karena saya ingin  mengabdi kepada masyarakat, bu.” Aku merasa eneg dengan jawaban bullshitku dan mungkin juga dirasakan sama bu dokter penguji. “Kamu pengen jadi dokter seperti apa sih?” lanjutnya. “Hmm saya pengen jadi dokter yang tidak terlalu classy” kataku sambil mengacungkan jari menandakan tanda kutip. “Maksudnya nggak terlalu kelas atas. Banyak orang diluar sana yang belum mendapat pengobatan layak karena mahal.” tambahku. Tak kusangka aku makin dikejar dengan jawaban macam ini. Aku harus kuaaaaat! (?)

“Kalau gitu kamu dapat penghasilan darimana?” “Saya mau daftar PNS, bu” jawabku yang bener-bener seadanya karena nggak tau mau jawab apa lagi. “Karena kalau PNS kan hidupnya terjamin” tambahku makin sotoy. Ya, setauku begitu. PNS Jakarta aja minimal 12juta. Tapi percayalah, insyaAllah bukan itu niatanku. Aku baru kepikir pas sudah selesai kenapa aku nggak jawab gini, “Saya juga mau buka usaha, bu. Jadi masalah keuangan nggak jadi beban.” Atau mungkin, “Saya mau cari suami orang kaya aja, bu.” (NGAKAK)

Aku sempat bĂȘte di sesi ini karena aku bener-bener kelihatan ga kuat niatan jadi dokter. Lalu topik beralih ke sekolah. “Kamu ikut organsasi?” aku terdiam. Aku pasif. Aku ngga ikut OSIS. Akhirnya kujawab, “Ikut English Club, bu.” “Berarti bahasa Inggris kamu bagus dong?” “Yaaa lumayaan…” jawabku nyantai. “TOEFL kamu berapa?” “Belum pernah tes TOEFL, bu. Pernahnya TOEIC.” Hening sejenak. “Coba kamu perkenalkan diri pakai bahasa Inggris!” waduh pikirku, leh uga nih. Dengan gaya sok pede aku mulai, “My name is Annisa Tristifany. I’m the first and the last child in my family.” Hahaha ngulang-ngulang yang tadi karena bingung. Aku diam sejenak untuk berpikir apalagi yang harus dibicarakan. “I was born in Malang on 20th of January 1997.” Bu dokter penguji mengangguk. “My hobby is…writing…about my opinion on my blog, reading book sometime…and….playing tennis.” “Oh kamu suka tennis?” tanyanya. “Yes” jawabku yang masih kebawa bahasa Inggris.

Selanjutnya bu dokter penguji memberiku beberapa kertas bacaan untuk dijawab. Diantaranya kasus penyakit batuk rejan, pengertian transpor aktif, dan sistem pembelajaran di FK UII. Aku lega saat penguji bilang, “Sudah kayaknya itu aja…” aku menata kembali kertas itu dan salim (?) “Makasi, Bu.” kataku. Saat aku mau keluar tiba-tiba ia berkata, “Kalau nanti kuliah di UII jangan pakai celana jeans ya…” “Harus rok, bu?” “Engga, celana boleh tapi kain yang longgar.” “Oh iya…”

Aku kemudian keluar dan memberitahu peserta selanjutnya untuk masuk. Alhamdulillah aku lolos tahap kedua dari resmi diterima di UII.


Seperti kata Fina, “Save the last for the best.” Hahaha.