Minggu, 28 Desember 2014

Tous Les Jours

“Mam, ayo ke tous les jours..” kataku mulai ngga sabar. “Ayo ayo.” Jawab mama yang matanya masih melirik kearah sepatu-sepatu itu. Beberapa langkah mendekati tous les jours entah kenapa jantungku makin berdegup kencang. Seolah-olah aku akan bertemu langsung dengan brand ambassadornya. Oh iya, alasanku ke tous les jours ngga lain dan ngga bukan adalah untuk melihat brand ambassadornya. Siapakah dia?


Mau dong jadi gelas sama pengaduk adonannya <3 (?)


Flashback beberapa bulan lalu waktu aku, Osa, Dea jalan-jalan ke kota kasablanka. Aku yang baru pertama kali kesini takjub gede banget ini mal (maaf katrok -_-v). Awal mula kita ke kyochon, restoran korea gitu yang brand ambassadornya Lee Min Ho (kesukaan dea nih). Setelah puas makan di kyochon, dea pulang ngebungkus dan dapet tas Lee Min Ho sama posternya. Masuk ke restoran ini semuanya serba Lee Min Ho, kertas alas piringnya Lee Min Ho. Ada TV yang muterin tentang Lee Min Ho. Memang Lee Min Ho ada dimana-mana. Lalu kita sholat dan main ke paper clip. Osa lagi ribet sendiri karena dia mau dijemput buat ke tempat kos kakaknya, aku sama Dea bingung kita mau pulang naik apa. Akhirnya kita mampir ke tous les jours. Aku milih roti yang biasa kumakan, muffin coklat sama roti ada sosisnya gitu. “Fan!!!!” kata Dea setengah syok menunjuk ke tempat pemutaran video. “Oh M G.”

Kembali ke cerita tadi. Dengan noraknya aku masuk ke dalam tous les jours sambil menggandeng tangan mama. Di meja kasirnya terpampang dua poster brand ambassadornya yang sangat tampan. Aku mencari-cari tempat pemutaran video toko roti ini dan ternyata diletakkan di bagian atas. Videonya sama seperti yang kulihat di instagram beberapa hari yang lalu (karena keasyikan sampe kuotaku habis sebelum waktunya, ini pertama kalinya). Video bertema natal dan tahun baru ini bercerita kurang lebih begini: si brand ambassador bingung milih baju atasan yang mana. Setelah milih dia langsung ke dapur untuk bikin kue. Kokinya aja cakep banget ya. Lalu setelah itu berpindah ke video dimana si brand ambassador mengelilingi pohon natal bersama beberapa anak kecil. Suasana terlihat begitu ceria dan dia menggendong satu anak untuk meletakkan bintang di pucuk pohon natal. “Ani mau jadi anak kecilnyaaaa.” Kataku histeris. Lalu salju pun mulai turun dan dia terlihat menikmati salju yang menempel di sweater merahnya. “Ani mau jadi saljunya ajaaaa.” Kemudian si brand ambassador tertawa bersama anak-anak kecil dengan senyum memikat yang mempesona. Aku benar-benar tidak mengedipkan mata. Video ini dibuat dengan sangat sempurna. Eh atau brand ambassadornya? Hehehe. Setiap untaian kata, senyuman diatur begitu proporsional sehingga membuatku makin terpesona. Di akhir video, dia memegang beberapa tumpuk kado seolah ingin memberikan kepada yang menontonnya. “Ani mau jadi kadonyaaaa… aaaaaaaa” lanjutku mulai merengek seperti anak kecil. “Hush hushhh diliatin ibu-ibu itu ngga malu?” kata mama yang tampaknya mulai malu sama kelakuanku yang super absurd. Aku melirik ke arah ibu-ibu itu dan tetap saja ngga peduli. “Jadi mau beli apa ini?” tanya mama. “Ngga tau. Ani kesini cuma mau liat dia.” Rengekku. “Kalau beli dapet poster nggak ya?” lanjutku. Kebetulan saat itu ada pembeli dan aku melihat dia hanya mendapat rotinya saja (hahaha). Aku mulai kecewa. “Mam, tanyain dong ke mbaknya kalau beli dapet apa.” “Tanya sendirilah..” jawab mama. “Ani maluuu. Mama yang tanya nanti ani pergi dulu ya.” Kataku makin songong. Hening. Kemudian mama mengimajinasikan percakapan yang akan terjadi:
Aku     : Mbak, bonus akhir tahun apa?
Mbak  : Adek maunya apa?
Aku langsung menyahuti imajinasi mama dengan:
Aku     : Saya mau brand ambassadornya aja mbaaak!!! Kataku mulai lagi. Sebenernya aku masih betah disana buat liat si brand ambassador yang keche parah. Akhirnya aku sadar kalau aku konyol dan bilang, “Ayo, mama tadi mau kemana? Ke Ace Hardware?” kebetulan Ace Hardware terletak 1 lantai diatas toko roti itu. Aku ngga bisa bohong kalau pikiranku masih di sana. Setelah puas keliling Ace Hardware aku dan mama mampir ke scoop dan paperclip. Keabrsudanku ngga berhenti disitu, dari lantai atas aku mematai-matai setiap pembeli apakah dapet poster atau engga, ternyata engga. Kecewa L Destinasi berakhir (lagi) di tous les jours. Aku kembali merengek-rengek kayak anak kecil dan dengan sabarnya mama selalu nyahutin rengekanku yang tingkat kekonyolannya makin ngga bisa ditoleransi. Setelah puas liat brand ambassadornya (lagi), dengan berat hati akhirnya aku bilang, “Ayo pulang.” Kami pun berjalan ke arah pintu keluar.

Di tengah perjalanan mama malah memancing ngomongin si BA. “Dia tinggi banget ya. Duduk aja badannya masih kelihatan gitu. Kalau kita paling cuman segini.” (ngomongin poster di deket kasir) “Iya, mam, 180 dia.” Kataku bangga “Mantu mama nanti kayak gitu ya…” Aku terdiam. Hanya bisa berkata, “Aamiin aamiin. Itu calon mantu mama..” kataku mulai gila lagi. Mama masih membayangkan dan mengobrol tentang kriteria mantunya. “Tinggi, karirnya bagus, smart….” Aku memotong cerita mama, “Dia tinggi. Dia karirnya bagus itu mam…” mataku mengeskpresikan kekaguman pada si BA. Mama kemudian melanjutkan, “Seiman… dia ngga seiman kan? Berarti bukan calon imam.” “Nanti dia jadi mualaf mam..” kataku ngeyel parah.


Rabu, 24 Desember 2014

There's Just A Little Difference Between Being A Fangirl and Falling in Love

Apa yang pertama kali kita pikirkan saat mendengar kata “Fangirl”?
Fangirl itu terdiri dari dua kata, fan (penggemar) dan girl (perempuan/cewek/gadis). Jadi fangirl adalah fans perempuan. Nah ada lagi istilah fangirling, kalau ditambah “ing” berarti aktivitas yang dilakukan sama fangirl itu. Contoh: ada seorang fangirl yang mengetahui penyanyi kesukaannya akan menggelar konser di negaranya. Si fangirl buru-buru beli tiket karena takut kehabisan. Tibalah hari dimana konser diadakan. Dengan segenap jiwa dan naluri seorang fangirl dia akan berusaha tampil se-khas mungkin untuk menunjukkan bahwa dia adalah fans (tingkat menengah ke parah) si penyanyi itu. Berbagai atribut pun disiapkan, dari mulai baju yang akan dia pakai. Biasanya baju bergambar atau bertuliskan hal yang berkaitan dengan penyanyi itu. Selain itu ada juga yang menyiapkan banner berharap akan dibaca. Masih banyak atribut-atribut lain seperti lightstick, bando, dan masih banyak lagi yang unik-unik. Fangirling itu beda tipis dengan jatuh cinta. Menjadi seorang fangirl bisa dibilang jatuh cinta secara terang-terangan tanpa harus khawatir soal tanggapan orang lain dan tanggapan orang yang kita suka.

Jadi fangirl adalah hal yang menyenangkan. Setidaknya begitu yang kurasakan selama kurang lebih 6 tahun menjalani hidup sebagai fangirl. Aku jadi termotivasi untuk menjalani sesuatu. Mungkin juga ini disebabkan karena aktivitas otak yang lagi “jatuh cinta” dan membuat kita lebih bersemangat. Nggak jauh beda saat kita jatuh cinta sama seseorang di kehidupan nyata. Semua yang dilakukan rasanya lebih berarti dan kita makin bersemangat melakukan hal-hal yang biasanya biasa-biasa aja. Iya kan? Contoh motivasi ini saat aku pengen banget ketemu Westlife dan malu banget seandainya nggak bisa bahasa Inggris di depan mereka. Nah sekarang tinggal gimana caranya bisa fasih bahasa Inggris dalam kurun waktu beberapa bulan. Hahaha padahal belum tentu dapet meet and greet udah siap-siap aja. Akhirnya persiapannya udah cukup, bahasa Inggrisku mulai mendingan dibanding dulu yang masih suka salah grammar dan keliatan pas-pasan banget. Walaupun akhirnya aku belum dapet kesempatan meet and greet sama mereka, tapi setidaknya aku dapet hal positif dimana bahasa Inggrisku mulai membaik. Selain bahasa Inggris aku jadi belajar menabung, aku beli tiket Westlife dengan uangku sendiri yang berhasil kukumpulkan selama setahun. Jualan pulsa, jajan dikurangin rela aku lakukan demi nabung buat beli tiket konser yang sudah lama kunantikan. Aku juga iseng buka tiket pesawat dan mengira-ngira cukup nggak uangku buat beli tiket konser plus tiket pesawat ke Jakarta. Temen-temenku mungkin berpikir kalau aku terlalu gila dan fanatik sama boyband satu ini, tapi kenyataannya memang iya. Beberapa dari mereka sempet ngga percaya kalau aku bakal ke Jakarta dan bolos sekolah demi Westlife. Padahal itu seminggu sebelum UTS. Nekat! Nonton konser tentunya nggak asyik sendirian kan? Nah karena fangirling juga aku punya banyaaaak temen baru. Kita nonton konser bareng, kadang gathering dan hang out bareng.   

Kelihatannya menyenangkan ya jadi fangirl? Yep! Tapi kembali ada suka ada duka. Dukanya jadi fangirl juga lumayan lho. Contohnya: seorang fangirl baru saja menonton konser penyanyi kesukaannya untuk pertama kalinya. Selang dua minggu kemudian, penyanyi itu mengumumkan bahwa dia akan berhenti. *hening* rasanya nggak sanggup. Selama ini si fangirl sudah begitu semangat menantikan album baru, tour, DVD, merchandise, dan segala berita tentang penyanyi itu dan tiba-tiba semuanya dihentikan? Di kehidupan nyata ini rasanya kayak ditinggalin pacar. Semua kenangan masih tersisa namun si pemberi kenangan hanya tinggal asa. Ada juga dimana saat seorang fangirl merasa cemburu berat saat artis kesukaannya pacaran/ menikah. Rasanya kayak, “Kenapa bukan aku? Kenapa harus dia?” dramatis sekali ilustrasinya. Hahahaha. Ini mungkin juga karena jadi fangirl suka mengklaim kalo orang yang kita fangirl-in adalah pacar/gebetan/suami dan lain-lain. “Kim Soo Hyun itu pacarku, titik.” Kita harus belajar menerima bahwa dunia kita dan si artis memang berbeda. Mereka artis dan pasangannya pasti sesama artis (walaupun ngga semua artis begitu). Kecemburuan ini kadang berlanjut. Kim Soo Hyun nyebut wanita idamannya adalah aktris dari Inggris, Kaya Scodelario. Mereka sempat menjalani photoshoot bareng untuk salah satu produk. Fotonya mesra banget, rasanya kalau liat itu tiba-tiba ada backsound lagunya cita citata dicampur lagu the last timenya Taylor Swift. Nanonanonano rame rasanya! Kaya memang cantik banget. Tapi mau cemburu kayak apapun, who the hell cares? We’re only fans. We’re just admirer.

Dan ngga berhenti sampai disitu, karena fangirl adalah seorang wanita dan wanita umumnya emosional. Nggak jarang suka ngiri satu sama lain. Kalau ada yang dibales tweetnya atau bisa foto bareng dan dapet kesempatan meet and greet sukanya jealous-jealous-an. Tentu tanggapan masing-masing orang berbeda. Ada yang, “Yaudahlah, mungkin belum rejeki.” Ada yang, “Ih kok dia bisa dapet sih? Dia ngapain emang sampe bisa dapet gituan?” atau “Ini ngga adil!!!!!!” (sambil nangis meraung-raung di depan kaca) ß hanya ilustrasi. Jadi, ketahuilan jadi fans itu bukanlah hal yang gampang. Kita itu sama halnya dengan orang yang dimabuk cinta. Kita merasakan suka, cemburu, deg-degan, khawatir, dan perasaan-perasaan lainnya. Makanya maklumi kami saat kami suka mengupdate status dan membicarakan artis kesukaan kami. Karena itulah bagian dari “show up” kami. Buat fangirl yang selama ini unek-uneknya sama, jangan lupa recommend di masing-masing socmedmu ya! Sekalian promosiin blog ini. Huehuehue.

One thing that I learned from being a fangirl is: Being a fangirl is better than loving someone secretly. We don’t need to be shy and hide our love feelings because we can ‘safely’ show it even in public. No need to worry too about what will their reaction be like. I still can love. He/they still love me as a fan. J


Selasa, 16 Desember 2014

No Title Needed






*tarik napas dulu*
*duduk di kursi perpustakaan pribadi ala Do Min Joon*
Sekarang aku ngerasa kayak jadi Chun Song Yi di episode 10 ke atas.
Dan ini memuncak kala sore menjelang.
Sebenernya aku kemakan omongan sendiri, “Aku ngga suka cowok imut”
Aku masih bisa ingat dengan jelas kalau aku ngomong gitu, waktu SMP kalau ngga salah.
Dan sekarang….?
APA INI? Iya kamu iya!



Iya, oppa. Kamu.



Dia imut sekali. Imutnya bukan imut umum. Imut campur menggemaskan. Menggemaskannya bukan menggemaskan umum. Tapi cakep dan charming. Cakep dan charmingnya bukan seperti biasanya. Susah kan kalau lagi in love seolah-olah terasa ngga cukup diungkapkan sama kata-kata. I’m going speechless now. Mencoba cerita dan ngajak fangirling Osa, Dea, Wida. Mereka punya tanggepan unik. Dea: ngga bales bbm. Osa: bales kadang-kadang. Wida: bales tapi bilang kalau aku telat. Aku ngga ngerti aku harus fangirling sama siapa. Yukaris? Aku sempet vakum dulu dari dunia fangirl yukaris (gayanyaaa wkwkwk). Aku buka instagram dan liat video iklan Tous Les Jours Kim Soo Hyun khusus natal. Yaampun oppa aku menantikan saat kita berbagi ketupat dan opor ayam bersama. Dan terakhir kali aku bbm dea, “DEAA TRAKTIR AKU TOUS LES JOURS!!!! Ada oppa ada oppaaaa.” Dia bales apa? So sweet sekali: “O -_-“ Tapi ada satu orang yang nanggepin cukup panjang, Ofi. Makasi ya, neng. Kau mengerti kondisi jiwa dan pikiranku karena ini. (?)



Aku sempat vakum. Dan kenapa bisa kembali lagi? Karena aku ngga ingin fansku kecewa. ß ini kata-kata seharusnya diucapkan sama Westlife kalo comeback nanti :D

Hari itu hari selasa. Sehari selepas ujian akhir semester selesai. Seperti biasa, kita ngga ngapai-ngapain. Dan aku juga bingung mau ngapain. Ngga boleh pulang dan harus stuck. Aku liat Risda sama Tera lagi nonton sesuatu di laptop. Aku join dengan gaya sksd. Itu drama You Who Came From The Star episode 8. “Halah ngga papa, ngga bakal kecanduan kok. Dramanya kan katanya ngayal.” Batinku sambil terus menonton. “Ih kenapa dia rambutnya harus kayak gitu sih? Alay.” Komenku sembarangan. Hening. Lama kelamaan…. Apa ini….. apa ini….. dan akhirnya aku kembali kecanduan. Cinta lama pun bersemi kembali di musim hujan. Episode demi episode terlewati dan aku makin ngga sabar pengen tau lanjutannya. Aku tiba-tiba ngerasa ngga pengen jam pulang sekolah. Hahahaha.

Dari jaman pertama kali liat The Moon That Embraces The Sun udah ngerasa pilu setiap liat dia nangis. Mama aja ngakuin dia actingnya bagus banget kalau nangis. Jangankan acting, nangis biasa aja waktu fanmeeting di Jakarta udah bikin terharu. Yaampun oppa!!!


Aku malu sebenernya nulis ginian. Kayak ngga berarti apa-apa ya? Tapi aku suka Kim Soo Hyun. Mungkin suatu saat nanti waktu aku liat tulisan ini, aku bakal ngetawain diri sendiri saking alaynya. Hapus? Hm gimana ya? Alay itu memalukan tapi sayang kalau ngga dikenang. Itulah masa menuju pendewasaan, kata Raditya Dika. Terima kasih sudah mengerti (bukan terima kasih sudah membaca).  

Kamis, 11 Desember 2014

Demam Drama Korea

Halo semuanya! Maaf sudah vakum beberapa bulan dari dunia blogging. Kangen juga lama-lama ngga nge-blog. Disis lain juga ngga ada inspirasi buat nulis. Dan diliat-liat juga cukup disibukkan sama banyak tugas dan ulangan. Okay! Jangan bahas itu lebih jauh ya. Pasti pada kepo kan mau bahas apa? Dari judulnya udah keliatan sih hehe.

Aku pertama kali suka drama korea waktu SD kelas 2. Dan drama korea yang beruntung itu adalah……….Jewel In The Palace. Berkisah tetang seorang dayang istana yang selalu ingin disingkirkan sama pesaingnya hingga ia beralih profesi jadi perawat selanjutnya dia naik pangkat jadi dokter pribadi raja. Drama ini terdiri dari 70 episode, cuman ngga ada sedikit pun episode yang boring. Peran masing-masing juga jelas. Jadi, nggak masalah sebanyak apa episodenya. Ceritanya tetep seru! Drama korea kedua yang ku tonton jatuh pada……..Boys Before Flowers! Atau BBF. Ya pada tau kan drama ini ada 4 cogan tajir gitu. Aku nonton ini juga gara-gara Petra bawa DVDnya ke sekolah waktu kelas 7 dulu. Bahasaku agak gaul dikit ya akhir-akhir ini. Apa ini pertanda? Kalau aku mulai membaur sama Jakarta (?) Lalu berlanjut ke My Fair Lady, The Great Queen Seondeok, Dong Yi, The Moon That Embraces The Sun, dan setelah vakum akhirnya nonton drama baru berjudul You Who Came From The Stars.

Sudah 2 tahun sejak aku nonton drama korea terakhir, The Moon That Embraces The Sun. Awal nonton di indosiar iseng. Karena dramanya kolosal aku tertarik. Mungkin sebagian nanya kenapa drama kolosal? Bukannya ceritanya aneh? Ngga sama sekali. Menurutku ini ceritanya halus banget dan ngga kuno. Seringkali drama korea kolosal episodenya banyak. Kayak Dong Yi itu ada 60-an episode. Tapi aku enjoy aja nontonnya karena memang seru.

Flashback saat aku dan mama lagi liburan di rumah Malang dan kami ngga ada rencana kemana-mana. Setelah beli DVD The Moon That Embraces The Sun di Matos akhirnya aku dan mama nobar. Tau ngga rasanya nonton drama korea? Kalo episodenya habis selalu pengen lanjut terus sampai ending. Aku pengen nangis saking perihnya mataku liat ke TV terus. Aku sama Mama cuma berhenti waktu sholat dan makan. Kadang lupa kalo Papa belum dibikinin makan. Terhanyut drama korea. Oh iya, Mamaku itu bukan tipe yang terlalu bawa perasaan banget kalo nonton film atau drama. Karena Mama membayangkan skenario film dan bermindset kalau itu hanya sebatas akting. Okay, itu yang selalu Mama bilang. Aku tiduran di kursi panjang sambil menatap TV dengan serius sementara Mama juga tiduran di kursi seberang meja. Akhirnya sudah sampai episode 5 dimana Yeon Woo-nya udah kritis antara hidup dan mati. Si bapaknya Yeon Woo udah frustasi banget dan ngerasa bersalah. Ditengah keheningan penghayatan adegan yang lagi sedih-sedihnya ini, terdengar suara isak tangis. Aku yang mulai mengantuk langsung penasaran. Darimana asal suara ini?  Ternyata Mama lagi nangis dan ngelap air mata sambil buka kacamata. Suer, ini pertama kali aku liat Mama nangis nonton film yang cuma fiksi. Aku ketawain. Hahahahaha. Nobar DVD ini ga tanggung-tanggung dari pagi sampe jam setengah 12 malem. Maklum ya kalo udah kepo ya kaya gini mau diapain lagi.

Di drama ini aku juga menemukan crush baru. Si Raja ganteng alias Kim Soo Hyun. Muka imutnya aduhduddduddduuuhhh. (meleleh duluan)

Akhirnya aku berpindah dari Minoz (fans Lee Min Ho) ke Kim Soo Hyun oppa (sok imut pake oppa). Tahun 2013 (kalau ngga salah) dia sempet rilis film The Thieves tapi aku ngga nonton. Nah akhirnya dia main drama baru, You Who Came From The Stars. Berperan sebagai alien (ter)ganteng(yang pernah ada) yang hidup di bumi udah 400 tahun. Aku telat ya taunya. Ya gitu kata Wida sih. “Nikmati aja itu dia disitu gantengnya berlebihan.” Balas wida di whatsapp. OH M G itu bukan berlebihan. Itu sudah keterlaluan T____T dari segi cerita memang drama dia ini ngayal. Mana ada alien ganteng begitu. Dan ceritanya dia udah gonta ganti profesi selama 400 tahun tinggal di bumi. Sekarang dia lagi jadi professor. Yaampun tiap liat scene dia ngajar rasanya kayak pengen punya guru seperti itu. Perfect. Ga bakal bosen. Hahahaha. Iya tapi salah fokus jadinya. Karena kepo nggak keruan akhirnya aku baca sinopsisnya aja dari episode 16 sampe 21. Disini nanti ceritanya si Do Min Joon (Kim Soo Hyun) harus balik ke planetnya dan pisah sama Cheon Song Yi. Yaampun aku sedih abis mereka baru jadian dan harus pisah. Aku sampe pengen nangis bacanya. Kenapa penulisnya setega ini?!!?!?!! (?) Namun mungkin dikarenakan LDR antar kota dan negara sudah terlalu mainstream, akhirnya ini LDR antar planet. Nggak deng hehehe. Do Min Joon berhasil teleportasi ke bumi lagi selama 2 tahun dan bisa nemenin Song Yi. Akhir yang bahagia. Ngga kerasa udah jam 11 malem. Dan aku mulai berkhayal, “mungkin ngga jodohku alien?” bhak! Udah jangan dibully ya. Korban drama korea ya begini ini. Hm Soo Hyun oppa…

            Fyi, aku sebenernya ngga berani nonton drama korea lagi takut kalo kecanduan udah akut banget nggak kenal waktu. Apalagi sekarang udah kelas 12. Terhanyut dikit bisa bablas. Tapi semua luluh….luluh…seiring penampakan alien ganteng. Tulisanku kayak orang mabok aja ya. Sudahi dulu ya. Bye



Mana ada alien seganteng ini?!?

Jumat, 19 September 2014

Q&A-ing Myself Part 3

Postingan Question and Answering Myself ini lama-lama mirip ask fm yang nanya aku sendiri yang jawab juga aku sendiri. Okay kita mulai aja yuk

Lagu apa yang lagi kamu dengerin sekarang?
Taylor Swift – Shake It Off

Coba nyanyiin reffnya dong :3
Cause the players gonna play, play, play, play, play
And the haters gonna hate, hate, hate, hate, hate
Baby I’m just gonna shake, shake, shake, shake, shake
I shake it off, I shake it off
Udah ya satu bait aja..

Gimana rasanya jadi kelas 3 SMA?
Kadang masih susah gitu percaya kalau udah di penghujung wajib belajar 12 tahun. Rasanya dulu pas SMP udah gede banget, sekarang liat anak SMP kayaknya masih polos dan kecil wkwkwk. Aku diem-diem kalo lagi les suka merhatiin anak SMP, “yaampun muka mereka polos-polos sekali..” pikirku. Kemudian aku teringat masa SMPku. “Apa mukaku dulu sepolos itu?” Jadi kelas 3 ini asyik.

Asyik?
Iya

Yakin?
Iyaaa

Kok bisa?
Karena sebentar lagi kita akan jadi mahasiswa. Weekendku nggak lagi nganggur ngemall atau jalan-jalan, tapi dipake ngerjain PR, ikut tambahan sabcer, nyicil buat ulangan minggu depan. Aku sibuk. Dan menurutku itu keren. Kadang capek juga, tapi gatau kenapa aku masih merasa kalau ini keren.

Pelajaran apa yang paling kamu tunggu-tunggu di sekolah?
Agama Islam. Gurunya enak banget. Jadi ngga sabar menunggu hari Rabu setiap minggunya.

Pernah nggak sih kepikir pengen merubah sesuatu di sistem pendidikan Indonesia?
Selalu.

Okay, kalau kamu diberi wewenang merubah sistem pendidikan Indonesia, apa yang bakal kamu lakukan?
Dari dasar, aku akan merubah cara belajar yang selama ini murid duduk manis. Atau di kurikulum baru ini jadi guru yang duduk manis mendengarkan murid presentasi. Nah, menurutku ini kurang efektif. Nggak terjadi komunikasi 2 arah. Belajar yang enak adalah saling sharing. Nggak ada namanya anak murid kesayangan dan yang nggak disayang. Menurutku setiap guru ngga boleh membeda-bedakan muridnya. Semua harus adil. Boleh punya murid andalan tapi jalan terus-terusan di’sayang-sayang’ nanti bisa menimbulkan kecemburuan terhadap murid-murid yang lain. Terus, setelah cara mengajar yang diperbaiki selanjutnya mari cuss ke dampak positifnya. Murid ngerti pelajarannya. Selama ini kadang kita cuek sama pelajaran di sekolah, karena kita beranggapan kurang jelas dan mungkin lebih jelas apabila diterangkan oleh guru bimbel. Aku pernah denger temen les ngomong, “di sekolah ini rasanya cuma numpang nyetor nilai, belajarnya ya di tempat les.” Aku setuju banget. Setiap aku nggak ngerti pelajaran, aku pasti akan simpen buat ditanyakan ke guru les, dan jarang ke guru sekolah. Dari sudut pandangku ini (dan mungkin anak-anak lain juga) aku menyimpulkan kalau nggak selamanya murid itu salah. Murid nggak bisa? Murid yang salah. Bukan, coba cek kembali bagaimana cara guru mengajar agar membuat muridnya memahami apa yang dia ajarkan. Kadang aku sebel sebagai murid dipersalahkan secara sepihak (-_-)V. Sebenernya masih banyak yang lain sih. Nanti kapan-kapan aja ya kalau ada kesempatan aku post soal pendidikan di Indonesia.

Oh iya! Ngomongin soal cita-cita, ada nggak sih cita-cita yang lain selain jadi dokter?
Hmmm ada. Dulu aku pengen jadi guru. Terus berubah jadi dokter. Terus berubah lagi mau jadi jurnalis. Terus berubah lagi mau jadi ahli bahasa Inggris. Terus berubah lagi mau jadi psikolog. Lalu kembalilah ke dokter.

Semangat! Kalau kedokteran mau ambil spesialis apa nih?
Awalnya aku mau ambil kandungan, lalu kemudian aku membayangkan betapa syok dan paniknya aku nanti pas ada ibu-ibu njerit melahirkan. Dan aku punya interest lain, aku pengen jadi ahli bedah tulang. Tapi papa menyarankan aku jadi ahli penyakit dalam. Lihat sajalah nanti ok! J

Pernah nggak pengen punya keahlian untuk job lain?
Yep. Kalo bisa aku pengen jadi arsitek. Arsitek adalah salah satu pekerjaan yang keren, menurutku. Sayangnya aku payah dalam menggambar hehehe.

Pernah nggak terbesit pengen jadi ilmuwan?
Emmm pernah sih, tapi aku bukan tipe orang yang kepo kepo banget.. mungkin aku paling banter jadi peneliti

Pekerjaan paling mulia menurutmu?
Guru

Kalau kamu di bidang sosial, kamu mau bekerja jadi apa?
Gini, aku payah ekonomi dan nggak tertarik sama sekali sama yang namanya ekonomi apalagi akuntansi. Jadi mungkin aku akan milih jadi sosiolog atau psikolog. Yang pasti juga ngga di bidang politik dan hukum.

Pernah nggak punya keinginan pengen melanjutkan study ke luar negri?
Ke luar negri maksudnya bukan swasta kan? Hehehe. Iya, aku pengen ke Inggris atau Finlandia.

Menurutmu tolok ukur sukses itu apa?
Aku belum tau.

Akhirnya sampailah kita dipenghujung tanya jawab ini. Postkan satu quote dengan tema pendidikan!
“Belajarlah seperti Tuhan tidak akan membantu kalau Anda tidak pandai, tapi berdoalah seperti kepandaian Anda tidak akan membantu.” (Mario Teguh)



Jumat, 29 Agustus 2014

Tips Belajar Bahasa Inggris

Ada yang merasa kesulitan belajar bahasa Inggris? Selalu ada. Dan apakah akan kita biarkan itu terus menjadi sulit? Jangan. Kali ini aku mau share tips-tips belajar bahasa Inggris ala diriku sendiri dari mulai SD sampe di tahun terakhir SMAku ini.

1.   Sukai bahasa Inggris
Hal paling mendasar dari mempelajari sesuatu adalah mau ngga mau kita harus suka dengan sesuatu itu. Kalau kita suka kita pasti akan melakukan hal apapun untuk bisa menguasainya. Yakan? Okay.

2.   Tanamkan di pikiran “Bahasa Inggris itu mudah”
Nah atur mindset kita, jangan awal-awal sudah menanamkan kalo bahasa Inggris itu susah. Nanti jadi susah beneran.

3.   Belajar dari yang mudah
Sama prinsipnya seperti mengerjakan soal: kerjakan dari yang mudah dulu. Misalnya dari percakapan sehari-hari, “How are you?” “What’s up?” “What’s going on?” “See you next time”

4.   Cari sesuatu yang kamu sukai yang berhubungan dengan Bahasa Inggris
Kalau belajar dikaitkan dengan sesuatu yang kita suka, insyaAllah makin terasa mudah dan ringan. Contohnya: dulu aku termotivasi belajar bahasa Inggris sejak pertama kali nonton video klip Westlife – I Have A Dream. Keinginan makin kuat saat mereka mau konser disini dan ada kompetisi meet and greet. Aku minta ajarin banyak tentang bahasa Inggris sama temen-temen di sekolah. Malu kan seandainya meet and greet tapi ngga bisa ngomong apa-apa.

5.   Paksa
Adakalanya kita harus paksa diri kita. Paksa gimana nih maksudnya? Pengen bisa bahasa Inggris kan? Untuk itu harus apa? Belajar. Dulu pas SMP aku masuk RSBI dengan bahasa Inggris yang super pas-pasan. Dan aku gagal ulangan harian fisika 2 kali (setelah 2 kali bapaknya nggak ngasih remedial lagi) hanya karena aku ngga ngerti arti soalnya yang dibikin dalam bahasa Inggris. Sedih kan ya? Akhirnya lama kelamaan aku berpikir, kalo gini terus aku remedial terus dong? Dan aku pun mulai belajar bahasa Inggris. Entah kalau liat buku sambil buka kamus dan dengan cara-cara lain. Aku memaksa diriku biar bisa.

6.   Temukan cara yang menyenangkan
Yap! Misalnya dengan mendengarkan lagu dari penyanyi favorit kita. Iseng-iseng dengerin liriknya dan lama-lama nanti kepo, “lagu ini sebenernya tentang apa sih?” lalu kita akan googling liriknya. Pas kita googling liriknya, kita akan tambah kepo lagi sama arti beberapa kata yang belum kita tau. Nah dari sini bisa jadi salah satu cara menyenangkan menambah vocabulary.

7.   Latihan pronounciation
Ngeliat orang british ngomong keren ya? Lama-lama aku pengen niruin. Tapi apa daya lidah asli Indonesia hehe. Tapi bukan berarti nggak bisa. Nah ini berhubungan sama nomor 6, ketika dengerin lagu coba kita nyanyiin ulang. Kita tirukan cara penyanyi itu mengucapkan kata per kata. Disisi lain kita juga bisa mencoba nonton film dan liat dialek mereka. Sesekali berlatihlah ngomong dengan diri sendiri di depan kaca. Tapi jangan ngomong sendiri di depan umum ya.

8.   Grammar
Mungkin sebagian orang berpendapat grammar itu nggak penting. Bukan nggak penting, grammar itu penting juga buat tes. Dan kalau kita menguasai grammar kan malah makin keren tuh bahasa Inggris kita, udah logat british + grammar mantab = … ? cara belajar grammar nggak perlu muluk-muluk menghapalkan rumus. Banyak baca artikel aja. Sebelumnya beli buku saku kecil yang isinya tenses dan grammar. Baca-baca kalau ada waktu luang. Nah saat kita baca artikel kita akan sedikit-sedikit terbesit terapan grammar yang tadi kita baca di kalimat artikel tersebut.

Sekian tipsnya. Semoga membantu. SEMANGAT!



Jumat, 15 Agustus 2014

I'm in Jakarta

Ngga jarang waktu kita naik angkutan umum atau sedang mengendarai kendaraan pribadi tiba-tiba ada yang nyerobot, ngeklakson gara-gara lambat atau macet yang ngga ada ujungnya. Disini pengalaman pribadiku sewaktu pertama kali merasakan ‘keras’nya Jakarta. Disana-sini macet dan ngga bisa diprediksi kapan lancarnya. Kalau kita berangkat kesiangan dikit aja udah ngga bisa jalan sama sekali, horrible! That’s what in my mind when I saw traffic jam in our capital city, Jakarta.

Waktu itu hari pertama masuk sekolah, hari pertama MOS SMAku di Jakarta. Seperti hari-hari sebelumnya, aku, mama, dan papa berangkat jam 6 kurang 15 menit dari rumah. Dan belum sampai 1 km, mobil ngga bisa gerak sama sekali. Padat! Sepeda motor pada ngeklaksonin sana-sini sembari nyerobot nyari jalan diantara celah-celah mobil. (really, I hate this situation so much). Mobil sama sekali ngga bergerak selama 30 menit, waktu menunjukkan pukul 6 lewat 15 sekarang dan itu artinya 15 menit lagi gerbang sekolah bakal ditutup. Aku diam di dalam mobil dan tenang, tidak ada perasaan takut terlambat sama sekali. Sampai melihat pengendara mobil di depan pada turun dari mobil dan memilih jalan kaki. Hampir semua turun dari mobil. Keadaan tambah kacau waktu sepeda motor udah ngga bisa ‘nyelip’ lagi di celah-celah mobil. Akhirnya, aku sama mama milih turun dari mobil dan jalan sekitar 1,5 km. Ojek disana-sini udah pada fullbook. So how could I go to school? Sekolah masih 2 km lagi. Dan akhirnya di perempatan kedua di daerah Pondok Kopi, ada ojek 1 biji. Tanpa pikir panjang aku sama mama langsung ngebooking ojek itu. “SMA 44 ya, pak!” kata mama. Ngga sempat mikir orang-orang pada ngeliatin diriku yang aneh, pake jilbab yang diatasnya ada 4 buah pita merah sambil bawa nametag yang talinya dari tali jemuran warna kuning. Hhhhh I just didn’t care about it anymore. Yang penting aku nyampe sekolah dan ngga telat. Kulirik jam tanganku dan waktu menunjukkan pukul setengah 7 kurang 2 menit ketika (akhirnya) bang ojek nyampe di depan gapura sekolah.

Sejak saat itu, aku, mama, dan papa sepakat berangkat dari rumah jam 5.30. jam segitu di Jakarta masih gelap, lampu jalan masih menyala. Bahkan aku baru denger ayam berkokok, ini mungkin ayamnya yang semalem begadang jadi dia berkokoknya kesiangan atau mungkin dia lagi pengen berkokok jam segitu. But that’s so much better than stuck in the unpredictable traffic jam. INI JAKARTA. INI JAKARTA. Tegasku sekali lagi. Mata sepet dan masih klangopan harus disingkirkan daripada telat ke sekolah.

Sampai sekolah bukan cuma itu tantangannya, aku yang ngga biasa ngomong “Gue” “Lo” seakan diwajibkan ngomong pake 2 kata ini. Semua orang ngomong pake itu. “I can’t do this. This is not me.” pikirku. Haruskah? Haruskah? Pikirku tambah miris. Akhirnya dengan logat medokku (kata temen-temen), aku tetep ngomong menggunakan kata-kata tercinta, “Aku” “Kamu” Alhamdulillah yah :’)

Ketemu banyak anak-anak yang megang blackberry, iPhone, iPod aku jadi teinget sama pesen papa “Ojo dumeh (jangan sok), Ojo kagetan (jangan gampang kaget), Ojo gumun”. Oke, aku ngeliatnya jadi biasa aja, aku cuma butuh penyesuaian diri ‘beberapa waktu’ disini, di Jakarta. Dan dari sini aku memahami 1 pelajaran penting, “salah satu saat paling sulit dalam hidup adalah saat kita harus beradaptasi dengan lingkungan dan keadaan baru yang berbeda dari keadaan kita biasanya.” Anak Jakarta rata-rata supel. Aku? Aku jadi jutek dan bête banget di sekolah gara-gara tiap pengen ngomong, “Gue” dan “Lo” susah banget keluar dari mulut ini. Sedikit ada rasa minder, anak-anak disini stylish. Sekilas, itu hal ‘ngeri’ yang saya lihat di Jakarta. Tapi, apapun yang terjadi kita harus memandangnya dari hal positif. Ambil sisi positif. Jangan sampe kita bête atau ada perasaan bête yang bikin cepet down. Be strong is the only way.

[QUOTE] “Aku mulai mengenal Jakarta, membencinya, mencintainya, membencinya, dan mungkin akan terus begitu.” (Iwan Setyawan – 9 Summers 10 Autumns)



12

Detik demi detikku berlalu melewati masa-masa akhir dari sekolah menengah atas. Aku diam sejenak dan memejamkan mata. Kadang masih sulit percaya bahwa kita akan menjadi seorang mahasiswa dan mahasiswi, rasanya masih belum pantes. Aku menaiki tangga menuju kelas XII IPA 1 di ruang 201 lantai 2. Seperti pagi di tahun-tahun sebelumnya, aku datang lebih awal dari yang lain dan kelas masih kosong. Kelas kami terpisah jauh dari kelas-kelas yang lain. Terletak di pojok, di dekat tangga darurat di sebelah laboratorium TIK. Hanya kelas kami yang terletak disitu. Seakan jauh dari kehiruk-pikuk-an kelas XII yang lain.

You take a deep breathe and you walk through the doors
It’s still morning of your very first day
Say “hi!” to your friends you ain’t seen in a while
Try and stay out of everybody’s way
It’s your very last year and you’re gonna be here
For at least 10 months ahead
Hoping for the best score and successful in life
And enter the university that you want…
(From Taylor Swift lyric ‘Fifteen’ and a little change on some sentences)

 Hari Rabu, 6 Agustus 2014 agenda kami hanya masuk sekolah dan halal bihalal lalu pulang pagi. Satu per satu guru aku salami. “Annisa, kamu kurusan ya… Kamu puasa syawal?” tanya bu Merny. “Engga, bu..” jawabku agak kaget. Aku pulang sendiri naik angkot karena papa lagi ke bengkel. Mencoba menelpon papa berkali-kali tapi “nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi.” akhirnya dengan penuh harap aku sampai di depan rumah dan kulihat rumah terkunci. Mampus! Seketika aku pengen nangis hahaha engga juga sih, agak depresi sedikit bingung mau kemana. Mama di telpon ngga bisa, papa ngga bisa. Anaknya diem di depan pager. Akhirnya daripada mendomblong seperti orang mencurigakan di depan rumah, aku manjat pager (makin ekstrim). Karena sepatuku yang gede tidak muat, akhirnya aku copot, langsung lempar ke dalem. Takut jatuh sih, tapi daripada malu? Lumayan bisa duduk di teras. Itulah hari pertama saya masuk sekolah.

People come and go, begitu katanya. Guru bahasa Indonesiaku selama 2 tahun, bu Nani pensiun. Aku belum sempat minta maaf dan berterima kasih sama ibunya karena begitu sabarnya mengajarkan anak-anak seperti kami yang kadang suka guyon sendiri dan ngga memperhatikan pelajaran. Guru sejarahku juga pensiun, Pak Edi. Bapak yang super baik dalam memberi nilai dan sabar sekali. Pelajaran PLH tidak lagi diajar oleh guru biologi kami, bu syofia, tapi diganti guru baru, bu Hanik. Guru agama islamku juga pensiun dan digantikan oleh bu Arwanis yang enak buat sharing dan tanya-tanya soal islam lebih jauh. Antara guru satu dengan yang lain tentunya ngga sama, kadang ada yang cocok kadang ada yang engga. Nikmati saja.

Aku sadar penuh bahwa menjadi kelas XII IPA bukanlah hal yang gampang. Di kelas XII selain sukses UN kita juga dituntut masuk PTN yang persaingannya subhanallah sekali. Berbagai Try Out, klinik belajar, tutor sebaya, dan bab-bab semester 2 yang akan dimajukan ke semester satu, mengulang pelajaran kelas X dan XI terus tergambar di pikiranku. Berentetan dan aku bingung mau mulai darimana. Aku merasakan diriku makin disibukkan oleh hal-hal ini. Les sampai jam 8 malem, PR, presentasi… (tarik napas dulu). Entah kenapa walaupun sibuk dan capek, aku suka dengan kegiatan baruku ini; menjadi orang sibuk hahaha. Keren. Aku juga sadar penuh bahwa fakultas yang aku ingin capai tidaklah mudah persaingannya. Jumlah pendaftar ribuan dan yang diterima hanya puluhan makin membuatku grogi kalau tidak mempersiapkan segalanya dari sekarang. Tak lupa juga aku memperbanyak berdo’a dan memohon petunjuk agar nantinya Allah ridha dengan apa yang kucita-citakan. Aamiin yaa rabbal alamin.

Senin, 11 Agustus 2014 kami melaksanakan upacara bendera seperti biasanya. “Kelas XII semuanya tetap di lapangan.” Seru pak Warta seusai upacara. “Kelas X dan XI silahkan masuk ke kelas masing-masing.” Lanjutnya. KITA MAU DIAPAKAN, PAK???!!?! Aku mulai berpikir kita disuruh upacara ulang karena berisik. Alhamdulillah ternyata bukan itu, kawan-kawan. Kita disuruh menandatangani kontrak belajar. Dibeberkan spanduk besar di lapangan berisi target nilai UN kita dan jurusan PTN. Perlahan kutulis target-target nilai UN dan jurusan PTNku dengan membaca basmallah sebelumnya. Spanduk ini kemudian ditempel di belakang kelas dan setiap kali kami memandanginya, kami akan ingat kemana kami akan melanjutkan pendidikan setelah lulus. Aku terharu sekali entah kenapa. Antara takut, ngerasa belum siap, excited, dll.

Selfie bareng Bu Syofi (guru Biologi) disela-sela penulisan kontrak belajar

Kamis, 14 Agustus 2014 kelas kami dipilih untuk jadi paduan suara untuk upacara hari kemerdekaan. Lho, emang padusnya kemana? Padus kita “diambil” ke walikota untuk nyanyi. Salut! Kita mulai latihan di studio band dan bolos pelajaran bahasa Inggris plus matematika. Ckckckck hahaha. Disela-sela break, Oya mulai membacakan kalimat-kalimat yang didapatnya dari ask.fm diiringi kak Dina yang main keyboard lagu Rasa Ini-nya Vierra.
Dulu kita bilang “bareng-bareng terus ya!”
Lalu “yang penting masih bisa atur jadwal kumpul lah.”
Jadi “yang penting masih bisa ketemu sesekali lah”
Sampe “mereka apa kabar yaa” “udah lama nggak ketemu” “kangen juga pengen ketemu”
People come and go, selagi masih bisa kumpul usahain kumpul
Dulu kalau mau kumpul tinggal kumpul, lama-lama diajakin via grup chat yang respon makin dikit, makin dikit, makin dikit
Sampe masing-masing udah sibuk sendiri
Kalau udah kayak gini ya nggak bisa nyalahin siapa-siapa
Emang masanya udah habis dan cuma bisa bilang, “sukses lah, bro.. see you on topJ
Ada satu titik dimana kita seolah melihat ke belakang terus sadar kalau temen-temen yang dulu barengan satu per satu pada hilang
(next next next kalimat ya)
Dari yang mau nyapa tinggal nyapa
Sampe kalau mau chat/nelpon mesti nanya dulu sibuk apa engga
Dari yang asal main tag foto-foto aib sampe yang mau ikut komen aja ragu gara-gara banyak komen dari temen-temen barunya
Dari yang kalau mau chat ngga perlu ada topik aja bisa seru, sampe yang mau mulai chat sama temen lama aja harus nunggu ada perlu/topiknya
Dari yang udah nggak tau malu minjem duit sampe yang segen sekedar mau nanya kabar
(next next next)
The first thing you’ll realize, when you wake up in the next day is: It’s all gone
All good things, will it ends?
Sure, it will.
(Thanks to somebody’s ask.fm for those sentences)

Kak Dina mulai sharing pengalamannya masuk PTN, dia keterima di UNJ lewat jalur undangan di jurusan Seni Musik. Dia mulai cerita dan menasehati kita buat menikmati masa-masa 10 bulan ini baik-baik karena bakalan kangen sama temen-temen dan momen-momen. Jadi teringat masa SMP dulu…. Dia juga membahas soal jurusan di PTN dan cara-cara entri nilai buat jalur SNMPTN. Sesekali aku mengobrol dengan Indah soal PTN tujuan kami dan persaingannya. “Semangat yang mau FK!” kata Essar mengangkat dan mengepalkan tangannya padaku. Aku membalasnya dengan senyum lalu mengangkat tanganku dan mengepalkannya. “Semangat, bu dokter!” kata Tera sambil menepuk pundakku. Entah, dengan perkataan mereka aku jadi makin semangat dan optimis untuk meraih cita-citaku itu. Aamiin ya Allah. Lebaran kemarin saudara-saudara juga mensupportku. Tiap chat di bbm, mbak Dini jadi manggil, “Aunty dokter”. Mama juga suka manggil, “bu dokter Annisa”. Terima kasih! Semoga panggilan-panggilan itu merupakan do’a. Aamiin.

Sebenernya aku nggak tau mau cerita apa. Inti dari posting ini apa? (-_-) kadang nulis cuma buat mengeluarkan unek-unek dan curhat sama diri sendiri. Aku takut… deg-degan…

Iseng kubuka halaman pertama buku catatan bahasa Prancisku yang dari kelas X sudah beranak jadi 3 buku sampe sekarang. “InsyaAllah, dalam 3 tahun lagi saya akan lulus SMA dengan nilai memuaskan dan bisa masuk perguruan tinggi negeri yang terbaik yang saya cita-citakan karena sejak kecil saya bercita-cita ingin kuliah di Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia. Ya Allah kabulkanlah cita-citaku ini.” Kalimat di paragraf terakhir ini membuatku termenung sejenak bahwa ternyata aku bisa konsisten dengan apa yang aku idam-idamkan. Hanya mungkin universitasnya yang beda ya.

Jadi kelas XII tidak bisa sesantai kelas IX dulu, walaupun ujung-ujungnya sama-sama UN. Kita dituntut mulai berpikir dan merencanakan mau kemana kita ke depannya? Mau jadi apa? Rasanya baru kemari tambahan pagi buat UN SMP. Rasanya baru kemarin juga les fisika bareng Ofi, Vicko, Danu. Rasanya baru kemarin ngerjain ujian praktik. Aku kadang nervous memikirkan semua ini. Sebentar lagi kuliah, kerja, berkarir, dan lain-lain.




Senin, 04 Agustus 2014

Indahnya Silaturahmi, Serunya Reuni






Assalamu’alaikum, pembaca setia.
Ramadhan dan lebaran kali ini menjadi sangat spesial untukku karena (akhirnya) aku pulang kampung setelah 2 tahun ngga pulang. Ya, kota Malang adalah tempat dimana aku lahir dan menghabiskan sebagian besar waktu hidupku. Kemana pun SK mamaku membawaku, aku akan selalu merindukan Malang dan hatiku takkan pernah berpaling dari kota ini.
           
            Rabu, 23 Juli 2014 tepat pukul 21.00 WIB aku, mama, papa, dan om GT berangkat dari rumah di Bekasi menuju Malang. Mobil sedan yang kami gunakan bisa dibilang sesak karena bawaan yang cukup banyak. Aku sendiri pun tidak bisa duduk nyaman di jok belakang. Suasana 10 malam terakhir di bulan ramadhan sangat melekat, menebak-nebak kapan datangnya malam 1000 bulan. Tol demi tol, kota demi kota kami lewati hingga akhirnya kami sampai di Gresik pukul 2 dini hari pada 25 Juli 2014. Di rumah bulbul (tanteku) kami hanya numpang mandi, sahur, dan sholat subuh lalu melanjutnya perjalanan ke Malang tanpa om GT. Aku membuka twitterku lewat dabr dan kulihat tweet dari ustad Felix yang bilang bahwa malam lailatul qadr mungkin adalah tadi malam karena menurut hadits jika ada 10 malam terakhir ganjil yang jatuh pada malam Jum’at maka kemungkinan besar itu adalah malam lailatul qadr. Aku merasa cukup kecewa karena semalaman aku tidur selama perjalanan. Namun kusempatkan berdo’a setelah sholat tarawih dan witir di dalam mobil. Alhamdulillah tarawih ramadhan kali ini ngga ada yang bolong (kecuali pas haid). Hooray!
           
            Langit terlihat mendung dan matahari masih malu-malu menampakkan diri disela awan abu-abu. Hanya sedikit berkas cahaya yang terlihat. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi dan seharusnya di Jawa Timur matahari sudah cukup tinggi. Aku mulai berkeyakinan kalau tadi malam memang malam lailatul qadr. Akhirnya mobil kami sampai di depan rumah kami yang selama ini kurindukan, sangat. Aku bergegas turun dan masuk. Menikmati sejenak sejuknya udara pagi dan suara gesekan dedaunan di kebun papa. Rumah ini tidak berubah sedikit pun. Menjelang adzan maghrib, tak juga ada kabar dari Vicko apakah dia jadi ke rumah mau minjem buku atau engga. Aku sibuk membantu mama menyiapkan menu buka puasa. Kudengar ringtone handphone sony-ku berbunyi. “Halo?” “Fan, aku di depan rumahmu.” Aku bergegas berlari keluar dan membukakan pintu pagar untuknya. Kami mengobrol sebentar dan awalnya Vicko malu-malu mau ikut buka puasa di rumah. Akhirnya dia setuju. Sudah 2 tahun aku ngga ketemu sama teman SMP-1-semester di Malang, ngga ada yang berubah sama sekali darinya.

            Rumah mulai ramai keesokan harinya karena tanteku plus keluarganya dari Semarang dan Jember datang untuk menghabiskan lebaran disini. Azka, keponakanku dari Dik Ronnie dan Mbak Dini membuat suasana di rumah makin ramai. Aku sadar kalau aku mulai tua dengan kehadirannya. Mungkin anak dari bude atau tanteku yang lain sudah lebih dulu lahir dibandingkan Azka yang baru berumur setahun, tapi mungkin karena perbedaan usia yang tidak terpaut jauh aku masih menganggap yang seharusnya keponakanku itu sebagai adik sepupu. Aku adalah yang termuda diantara semua saudara papaku karena papaku menikah paling terakhir. Nasib, masih kecil udah dipanggil “mbak” atau “kakak” sama yang lebih tua. Kalau sungkeman sama eyang dulu paling mbuncil gara-gara paling kecil. Sometime I am still in a denial.
           
            Lebaran kali ini sepi tanpa kunjungan ke rumah eyang baik dari mamaku atau dari papaku. Eyang kakung dari papa meninggal tahun lalu sedangkan eyang putri dari mama meninggal 2 tahun lalu. Cukup aneh menurutku suasana lebaran tanpa sungkeman dan dirayakan terpisah dengan saudara-saudara yang lain. Kadang masih terdengar jelas di dalam ingatanku saat eyang putri nelpon dan selalu tanya, “lagi lapo, nduk? Sinau?” haduh aku pengen nangis nulis ini. Keinget juga eyang kakung yang dulu suka ngajarin aku pelajaran bahasa jawa. Waktu memang harus kita syukuri dan gunakan sebaik-baiknya.

            Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Laailaahailallahuallahuabar. Allahu akbar walillaa ilham. Suara takbir bersahut-sahutan. Malam itu aku bbman dengan ustad Dave soal mengucapkan selamat lebaran akan lebih terasa kalau tidak lewat broadcast message. Betul sekali, walaupun tanganku capek dan hapeku panas aku jadi lebih merasakan makna dari ucapan selamat lebaran ini. Hal yang kuamati, lebaran bukan sekedar ajang berkirim pesan atau kunjungan ke sanak saudara dan kerabat tapi juga lebih ke kesadaran akan kesalahan diri di waktu sebelumnya dan rencana kedepannya agar bisa menjadi lebih baik terhadap sesama.
            Lebaran hari pertama kami berkunjung ke rumah bude Ana di bumiayu dilanjutkan ke rumah om Joko. Disini ternyata ada keponakan kecilku juga namanya Marko yang dipanggil Coco. Yaampun duhai tante Fany (?). Setelah itu kami melanjutkan berkunjung ke rumah bude Tarmi di daerah Bandulan. Arsitektur rumahnya membuatku jatuh cinta, bukan tipe rumah megah tapi unik. Aku suka rumah tingkat dan agak berbelit-belit, misterius tapi seru. Lebaran hari pertama benar-benar penggendutan. Kunjungan kita ini selalu disuguhi makanan yang membuatku ngga bisa nahan. Galaunya adalah saat perut kita laper tapi pengen pup di waktu bersamaan. Hadeuh rempong. Akhirnya sampai rumah menjelang maghrib dan semuanya tepar.


            
Lebaran hari kedua kita open house, bener aja yang dateng beruntun dan bejibun. Sanak saudara, teman lama datang ke rumah untuk silaturahmi. Menu lebaran yang wah lagi membuatku tak tahan untuk segera menyerbunya. Aku mulai berpikir gunanya puasa mungkin untuk menahan nafsu makanku yang mulai ngga keruan waktu lebaran ini. Menu lebaran hari kedua adalah opor…opportunity untuk memilikimu hahahaha. Masakan Bu Mul memang nggak ada duanya, apapun yang dimasak selalu sempurna dan enak. Ya Allah, apa nasib berat badanku nanti kalau balik ke Jakarta? Lebaran hari ketiga tante-tanteku dan keluarganya pulang ke kota masing-masing dan gantian tante-tanteku dari Surabaya yang nginep di rumah. Walaupun ngga serame kemarin tapi cukuplah rame (?). Lebaran hari keempat Vicko, Danu, Tyo, Ofi main ke rumah. Kita ngobrol cukup lama di lapak kita, di deket kolam ikan di rumah. Kebanyakan kalau kumpul sama temen lama sukanya flashback kalau ngga nanyain kesibukan sekarang, sesekali kita juga membicarakan masa depan. Iya, kan udah gede, udah punya KTP.



Hari apa itu lupa mereka ke rumah dari habis tarawih sampe jam 11 malem


            Hari Jumat, lebaran hari ke sekian aku dan tante-tanteku dari Surabaya mengunjungi buyutku di daerah kepanjen. Buyutku ini sudah berumur 97 atau 98 tahun gitu. Secara silsilah ini bukan buyut langsung, buyut ini adalah kakak/adiknya buyutku. Ribet ya kalau mikirin silsilah. Sampai disana, kita langsung silaturahmi ke rumah eyangku juga. Eyang ini juga bukan eyang langsung tapi om-nya mamaku. Dari sini eyang-omnya-mamaku cerita kalau disini banyak saudara, entah darimana silsilahnya aku cuma mendengarkan eyang yang bercerita dengan bahasa jawa. Aku ngerti kok. Akhirnya kita pergi silaturahmi ke rumah eyang/buyut/saudara di kepanjen tadi yang belum pernah aku ataupun mamaku temui. “Ma, ini siapa sih?” “Mama juga ngga tau.” Kadang tumbuh dewasa ini membuatku takut akan gimana nanti seandainya aku tidak bisa menjaga hubungan silaturahmi antar saudara jauh yang dekat ini? Such a long relationship. Aku curhat sama mama dan katanya lakukan semampuku aja. Aku yang dulunya kaku dan jaim kalau ketemu orang sekarang jadi meluweskan diri, belajar bersosialisasi sama keluarga besar. Aku yang dulunya phobia sama anak kecil sekarang berusaha main sama mereka. Lama-lama asik juga. Maybe some of you are wondering why aku phobia sama anak kecil, yakan? Dulu menurutku anak kecil itu cuma bisa merepotkan, nangis lah minta ini itu, aku sumpeeeek. Dulu ya dulu, semakin dewasa aku sadar dulunya aku juga pernah kecil dan berperilaku seperti itu hahahaha. Akhirnya mulai melunakkan diri. Mungkin karena efek jadi anak tunggal, pusat perhatian selalu padaku, saat ada anak kecil pusat perhatian jadi beralih dan aku merasa ngga diperhatikan penuh. Tapi ya begitu, kita yang lebih dewasa harus bisa luwes dulu dan paham kalau anak kecil memang butuh perhatian lebih. Turunkan ego. Dan ternyata usahaku membuahkan hasil, mama cerita kalau tante Nik dan om Djo’ memujiku karena keluwesanku nemoni tamu-tamu. “Lha iyo iku, om. Mbiyen cilikane jaim, kuper. (Lah iya itu, om. Dulu waktu kecil jaim, kuper.” Jawab mama. Papa juga memujiku, “kamu hebat sekarang bisa nemoni tamu dengan enak, apalagi berani nanya duluan.” “Yaa kalo ani ngga nanya duluan ngga mulai dong, pa.” jawabku santai.

            Sabtu adalah hari yang kami harapkan jadi hari terakhir terima kunjungan tamu. Tamu bejibun sama seperti kemarin-kemarin. Hari ini adalah hari istimewa karena aku akan menerima kunjungan (azek, bahasanya jadi formal gini) dari Putri dan temen-temen Jupanca: Vicko-Danu (udah sepaket mah ini dari kemarin-kemarin juga udah sering main ke rumah), Sarah, Fitri, Safira. Alhamdulillah yah daripada ngga ada acara kumpul-kumpul sama sekali. Lapak kami tetap, di deket kolam ikan. Sebelum mereka datang, seperti biasa kalo mau ketemu orang banyak aku grogi dan memikirkan sesuatu berlebihan sampai kepalaku sakit hahaha. Sekitar pukul 10.00 kudengar seruan, “Faaanny!” eh ternyata Putri dateng bareng kakak sepupunya. Dia masuk membawa brownies Amanda yang kemarin sempat aku lewati tapi ngga mampir. She knows me well. Kakak sepupu Putri ternyata mahasiswi FKG UNEJ yang lagi koas. Aku sibuk mengkepoin mbaknya. Dia juga cerita kalau pas MOS ada yang jerit-jerit pas liat mayat. Aku bersyukur dalam hati karena sejujurnya aku takut liat mayat. Mungkin karena belum biasa ya.

Aku & Putri

            Pukul 10.45 Fitri datang disusul Danu pukul 11.00. Danu sama seperti Vicko, tidak berubah sama sekali. Tetep lucu dan menyebalkan. Ekspresinya juga tidak berubah, tetap datar dan mirip Patrick temennya Spongebob. Dia bertambah tinggi menjadi 181 cm dan terlihat lebih dewasa. Akhirnya semuanya berkumpul dan kami mulai chit chat, seperti kemarin-kemarin aku dibully. “Kamu yakin disana (Jakarta) kamu ngebully orang, Fan?” tanya Danu sambil ngakak. Aku diam. “Lha lek awak’e dhewe ndik kono lak merajalela, ko. (Lah kalau kita disana merajalela, ko)” kata Danu masih ngakak kepada Vicko. Mereka pun ngakak berdua dan kompakan membullyku. Aku mulai teringat satu orang yang suka kubully, Ides. Cewek cantik putih nan polos yang langganan jadi bahan bullyan waktu les. “Kualat nih. Kudu sungkem Ides.” pikirku.  Setiap aku ngomong berasa salah terus. Jadi kubiarkan mereka bercerita dan aku yang mendengarkan. Satu per satu mulai menceritakan pengalaman masing-masing atau sekedar flashback masa SMP dulu. Dan tiba-tiba kekepoan berujung pada nanyain aku waktu pindah ke SMPN 1 Singosari dulu. Aku cerita aja ya. Aku inget banget waktu pindah ke Malang 1 semester terakhir di SMP, ngga ada SMP negeri di Malang yang mau nerima pindahan kelas 9. Akhirnya takdir membawaku mendaftarkan diri ke SMPN 1 Singosari. Hari itu hari Senin, 22 Oktober 2011 aku menunggu bu Win di ruang depan. “Kamu di 9A ya?” “Bukan, bu, kemarin katanya saya di 9B.” lalu bu Win mengantarku melewati koridor dan rasanya malu sekali diliatin banyak orang. Sambutan hangat terasa saat aku masuk kelas ini. Aku disuruh memperkenalkan diri di depan kelas. “Nama saya Annisa Tristifany.” Kataku malu-malu :3. Dan blah blah blah. “TTL! TTL!” seru Hasna. “Malang, 20 Januari 1997.” jawabku. Banyak pertanyaan terlontar dan pertanyaan terakhir yang super random dari sesorang yang aku lupa siapa, “gantengan cowok disini apa disana?” aku terdiam. Bingung. “Nggak usah di jawab.” Kata Vicko. Mereka satu per satu gantian memperkenalkan diri. Dan kemudian bu Win masuk kelas. “Nanti aja ya dilanjutkan perkenalannya.” Aku kemudian duduk. Udah ya segitu dulu ceritanya. Kita mulai mengobrol sesuatu yang sebentar lagi akan kita jalani, UN dan ujian masuk PTN. Dan kehidupan kita setelahnya. Di awang-awangku masih banyak tanda tanya tentang kehidupanku mendatang. Hal-hal seperti: nanti aku lulus umur berapa, menikah sama siapa, umur berapa, dimana, aku menetap di kota mana dan hal-hal semacam itu.  Soal ini selalu terselip di dalam do’aku sehabis sholat mudah-mudahan jodohku nanti sesuai kriteria mama: smart, santun, rajin beribadah, dan seagama. Akhirnya reuni kami ini berakhir setelah sholat maghrib, baru kerasa deh capeknya dan aku langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur. Mama masuk ke kamarku, “Nini kenapa? Kok sedih gitu ditinggal temennya pulang?” “Nini ngga sedih, ma. Cape.” Jawabku.

Setiap foto, Danu selalu jadi tangsis karena tangannya paling panjang

            Hari Minggu aku begitu mager dan ingin menikmati setiap detikku disini sebelum kembali lagi ke Jakarta. Aku duduk di teras dan menikmati hembusan angin pagi sambil merasakan dinginnya udara menembus kulitku. Aku naik ke lantai atas yang hanya ada tempat jemuran untuk melihat gunung Arjuno yang terlihat jelas setiap pagi. Entah kenapa rasanya aku gelisah sekali. Secepat inikah? Momen-momen menyenangkan memang selalu terasa begitu cepat.


            Akhirnya hari kepulangan tiba, Senin, 4 Agustus 2014 aku menuju bandara abdulrachman saleh pukul 11:30. Pesawat take off pukul 14:30, belum pernah seberat ini rasanya meninggalkan Malang.  Indahnya Silaturahmi, Serunya Reuni



Gunung Arjuno

Aku, Mama, dan Bu Mul