Minggu, 22 Juni 2014

Hijab (Syar'i)

“Fanny syar’i sekarang?” tanya Osa sesaat setelah kami selesai sholat dhuhur di tempat makan siang saat perjalanan study tour ke Jogjakarta tanggal 10 Juni 2014 kemarin. Aku tersenyum, “Sedang mencoba” kataku sambil ketawa. Sudah bisa dibilang lama aku memulai pake hijab, tepatnya saat umur 13 tahun waktu kelas 1 SMP semester 2. Lalu kenapa ya syar’inya baru sekarang? Big question mark to myself. And back to the reason why I wear hijab. Dulu SMPku netapin peraturan kalau yang muslim wajib pake kerudung. “Padahal SMP negeri.” pikir sebagian orang. Akhirnya aku ‘terpaksa’ beli kerudung putih dan biru. Cuaca di Balikpapan panas karena memang letaknya di pinggir pantai. Walaupun kelas ber-AC aku masih suka kegerahan sendiri kalau pake kerudung. Akhirnya tiap ngga ada guru aku lepas kerudung saking panasnya. Lambat laun dan entah kenapa peraturan itu makin memudar, sebagian anak perempuan mendapat hidayah dan mulai belajar pake kerudung. Aku? Aku buka kerudung (-_-) ß belom dapet hidayah. Sampe di suatu siang, aku ketemu Dhika. Rambutku acak-acakan karena naik angkot. Ngga jadi dramatis ya turun kena angin rambut berkibar, gagal hahaha. “Kamu cantikan pake jilbab, Fan.” Kata Dhika. Aku hening sejenak ngga tau mau bilang apa. “Iya kah?” kataku malu-malu setengah kebingungan. You can guess what happened next. Karena aku tipe yang cukup mudah terpengaruh sama omongan orang lain, besoknya aku mulai pake hijab. Alhamdulillah, ternyata hidayah datengnya bisa dari mana saja ya. Terima kasih, Dhika.

Awal berhijab aku masih suka bongkar pasang, yaa namanya juga baru belajar. Lama kelamaan aku malu sendiri kalau ketemu temen di mall dan aku ngga pake kerudung. Duh (-_-). Disini mulai memperbaiki diri lagi kalau keluar rumah harus pake kerudung. Tapi sayangnya ngga setiap keluar rumah aku pakai kerudung, kalau lagi main tennis (tiap sabtu) aku masih pakai celana pendek dan T-Shirt. Tapi itu dulu. Mulai dari SMP aku udah berniat: kalau nanti SMA harus pakai kerudung waktu tennis. Dan Alhamdulillah yah terwujud. Semuanya tergantung niat dan kemauan.

Jaman makin maju dan banyak bermunculan model-model hijab yang lucu dan stylish di sekitar kita. Jilbab yang model segi empat mulai dianggap jadul dan beralih ke model pashmina. Di youtube bertebaran juga video-video hijab tutorial yang makin bikin wanita-wanita ngiler pengen ikutin. Dan kalau kita perhatikan, jumlah wanita berhijab makin lama makin bertambah, cepat sekali. Alhamdulillah lagi. Dari kalangan orang biasa sampe artis-artis mulai menggunakan hijab. Tapi ada sesuatu yang kurang… Hm apa ya? Rahasia hehehe. Makanya ikutin terus postingan ini! (kemudian iklan) Sebelumnya aku mau bilang kalau….aku suka kamu. Haha, bukan. Ini postingan blog pertama yang berbau islam. Sudah itu aja.

Fokus pembahasan kali ini adalah tentang hijab syar’i (bahasanya formal banget ya, oke jangan tegang). Hijab syar’i itu apa sih? Nah aku juga ngga tau sampai aku nonton video ceramah Ustad Felix di youtube. Hijab itu artinya penghalang. Hijab itu terdiri dari 2 komponen. Khimar/kerudung dan jilbab. Khimar adalah kain yang menutupi dari kepala sampai ke bagian dada. Sesuai Qur’an surah An-Nur ayat 31. (ini aku buka Al-Qur’an dulu) “Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasan (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan (auratnya)………” “Perhiasan yang biasa terlihat” ini adalah wajah dan telapak tangan. Terus jilbab, nah jilbab ini adalah pakaian yang berbentuk mirip kurungan yang longgar, menutupi badan. Sesuai dengan Qur’an surah Al Ahzab ayat 59. “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak mudah diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Nah akhirnya kita tahu kalau perintah menggunakan hijab sudah tercantum di dalam Al-Qur’an dan tentang hijab sendiri itu juga sudah diatur, tentang pakaian dan kerudung. Tapi akhir-akhir ini kan sering kita jumpai wanita-wanita yang pakai jilbab tapi kok nggak sesuai dengan Al-Qu’ran? Mereka masih mengenakan pakaian ketat dan bahkan kerudungnya tidak sampai menutup dada sehingga bagian tubuh yang seharusnya ditutupi jadi nampak. Padahal hal ini sudah diriwayatkan oleh hadist yang berbunyi: “Ada golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat. Yang pertama suatu kaum yang memiliki cambuk seperti seekor sapi untuk memukul manusia dan yang kedua para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR Muslim). Setelah baca hadist ini, setiap keluar rumah aku berusaha pakai baju yang nggak ketat (pakai rok) dan pakai kerudung yang menutup dada. Dan disepanjang jalan aku memperhatikan muslimah-muslimah yang berhijab tapi belum syar’i aku selalu teringat sama hadist di atas. Apalagi disana diterangkan kalau mereka tidak akan masuk surga bahkan mencium baunya. Naudzubillah.

Pengalaman pribadi, aku baru belajar menggunakan hijab syar’i waktu berangkat umrah kemarin. Karena disana ‘ketat’ kan peraturannya. Takut diteriakin haram. Jadi selama disana aku pakai gamis atau rok dan atasan longgar serta kerudung yang menutup dada. Ngga lupa juga kaos kaki. Sepulangnya ke tanah air, aku mulai merasa nyaman pakai hijab syar’i yang nggak ribet dan ketat. Timbul keinginan untuk mencoba style baru ini tapi masih khawatir sama omongan orang. Awal mulanya aku masih pakai celana jeans dan baju panjang tapi kupanjangkan kerudungku lebih dari biasanya. Aku yang dulu nggak pernah pakai kaos kaki sekarang sudah mulai pakai kaos kaki setiap keluar rumah. Banyak lho kasus bajunya udah menutup eh kakinya kebuka. Perlu diingat lagi, kalau seluruh tubuh perempuan aurat kecuali telapak tangan dan wajah. Keinginan makin kuat sehabis keputrian hari Jumat yang kebetulan membahas tentang hijab. Diterangkan juga kalau selangkah kita keluar rumah tanpa menggunakan hijab maka ayah kita lebih dekat selangkah ke neraka. Tentunya kita ngga mau kan kalau sampai ayah kita menanggung dosa-dosa kita?


Akhirnya waktu study tour ke Jogjakarta kemarin, aku berangkat menggunakan dress panjang dengan kerudung menutup dada. Kuperhatikan yang satu bus denganku tidak ada yang pakai rok selain aku. Wow :o (?). Sampai hari kedua disana aku jalan-jalan ke malioboro tetap menggunakan gamis dan kerudung menutup dada. Aku nggak nyangka kalau dibilang kayak emak-emak yang selama ini selalu kudengar diucapkan orang lain bukan padaku. Aku diam. Saat berjalan di malioboro aku ditanyai oleh penjual, “Dari pesantren mana?” aku tertegun. “Dari Jakarta, SMA.” Kataku agak ketus. Ya Allah ini ujian, aku harus sabar. Tapi sebagai pemula memanglah nggak mudah, aku masih terus memikirkan kata-kata orang tadi. Pesantren? Emak-emak? Tega sekali, batinku. Agar tidak terus merasa down aku berpikir untuk mencari support dari orang-orang yang lebih dulu syar’i. Aku mulai dengan pertanyaan simple tentang kapan mereka mulai berhijab dan apa alasannya. Jawaban mereka bervariasi, ada yang mulai kelas 1 SD ada yang mulai kelas 1 SMP dan ada yang mulai kelas 1 SMA. Wah wah cucok sekali. SD-SMP-SMA. WAJIB BELAJAR 12 TAHUN.

Keingintahuanku berlanjut tentang apa-apa yang mereka rasakan setelah berhijab dan apa tanggapan orang-orang sekitar? Jawaban beragam kudapat. Putri, temen baru yang kenal waktu umrah. Walaupun kita engga pernah ngobrol, sejak pulang umrah kita sering sharing tentang islam. Dan aku banyak belajar islam dari dia. Dia pun bercerita kalau sejak dia mulai hijab syar’i dia dibilang islam aliran ekstrim dan dibilang kayak teroris. Aku kenal Putri saat berangkat umrah bareng kemarin walaupun disana kita ngga satu bus. Lama kelamaan kita akrab karena sering bbman, padahal sepanjang 7 hari kita engga pernah ngobrol. Dia juga cerita teman-temannya yang hijab syar’i dibilang sok suci. Aku terdiam lagi membaca jawabannya yang dia kirim lewat bbm. Teroris? Islam aliran ekstrim? Sok suci? Dan lebih mencengangkannya lagi ternyata yang bilang begitu adalah sesama islam. Setelah dia fokus untuk terus berhijab syar’i dia malah dijauhin sama temen-temen sepermainannya. Namun dibalik itu semua dia merasakan hikmah yang lain, dia malah dapat teman lebih banyak yang punya visi misi sama. Pengalaman bekesan juga didapatnya setelah mulai berhijab mulai dari pengen dijadiin mantu sampai dikasi hadiah kerudung panjang walaupun dia ngga ulang tahun. Dan dia sendiri merasa nyaman dengan gaya berpakaian barunya. “Kalau kemana-mana gampang tinggal pake jubah (gamis) terus udah. Terus ngerasa kayak ada yang ngejagain.” Bener juga ya. Gumamku. Disela-sela kekepoanku aku malah sempet curcol kalau aku dibilang kayak emak-emak dan lain-lain. Jawaban Putri membuka pikiranku yang selama ini buntu, “Ujian kita ngga seberapa dibanding zaman nabi dulu.” Aku kembali terdiam. Menatap layar handphone dan bingung ingin menjawab apalagi. Jawaban sederhana diatas membuatku “Iya-juga-ya” berkali-kali. Baru diolokin kayak emak-emak dan anak pesantren udah nyerah? No way!



Aku ngga hanya sharing dengan satu orang, ada 4 tepatnya. 3 perempuan 1 laki-laki. Cerita yang perempuan dulu ya, kan ladies first. Yang kedua adalah Jasmine. Dia punya keinginan berhijab karena baca arti ayat di Al-Qur’an tentang diwajibkannya setiap perempuan untuk hijab. Dia juga terinspirasi dari bundanya dan idolanya, Oki Setiana Dewi. Awal hijab tanggapan orang-orang sekitarnya banyak yang ngejudge: yakin pake hijab? Dia dibilang bu haji dan sok alim. Sekali lagi yang bilang seperti ini adalah orang islam juga. Aku makin heran. Kok bisa gitu. Padahal kita sama-sama tau kalau yang dianjurkan di Al-Qur’an dan Hadist memang seperti itu. Malah dibilang sok alim, dll. Astaghfirullah.

Hal-hal baru dirasakan Mine, mulai dari dia makin rajin sholat dan mengerjakan amalan-amalan sunnah dan dia merasa lebih dekat sama Allah. Dia juga dapat dukungan. Subhanallah.. Aku kepo, kalau keluar rumah dan lewat diantara laki-laki masih suka digodain nggak sih walaupun hanya sekedar “assalamu’alaikum”? dia mengaku pernah, “Kalau salam ya dijawab aja tapi kalau yang lain-lain kita istighfar aja” jawabnya. Aku kenal Mine dari awal masuk SMA, kita sekelas sewaktu kelas X. Dan dia belum syar’i. Ternyata dia mulai belajar syar’i sehabis lebaran tahun 2013. Perubahan style berpakaian mulai terlihat, aku sering melihatnya pakai rok (selalu kayaknya) dan kerudung yang panjang. Ketika aku tanya kenapa dia hijab syar’i? Dia jawab kalau lihat orang hijab syar’i itu rasanya adem dan dia termotivasi dari buku-buku hijab yang dia baca.


Beralih ke orang ke tiga, Risma. Dia masih tergolong ‘baru’. Aku juga kenal sama Risma mulai kelas X. Saat itu hari Jumat dan di sekolah kami setiap hari Jumat wajib memakai seragam muslim dan kerudung bagi perempuan. Kami duduk di depan pintu kelas sambil menunggu bel masuk, aku melihat dia terdiam dan telihat memikirkan sesuatu. “Senin aku mau pake kerudung.” Katanya dengan tatapan serius. Aku menoleh dan menganggapnya hanya angin lalu. Aku nggak nyangka baru beberapa hari yang lalu dia bilang kalau pengen pakai kerudung dan langsung menargetkan secepat itu. Biasanya orang-orang masih menunggu ‘waktu yang tepat’ buat mulai. Tapi Risma enggak. Aku salut banget. Senin pagi aku melihat kearah pintu kelas yang dibuka, Risma masuk dengan penampilan barunya. Ternyata dia benar-benar berhijab. Seperti tanggapan orang umum, kita mencie-cie-in dia. Biasanya butuh waktu cukup lama buat orang-orang yang berhijab untuk segera syar’i. Tapi lagi-lagi Risma ngga menunda untuk itu. Dia sesegera mungkin syar’i. Malu kurasakan pada diri sendiri, sudah hampir 3 tahun lebih aku pakai hijab tapi kenapa juga tidak terdorong untuk syar’i? Sedangkan Risma yang baru awal sudah meniatkan diri untuk syar’i. Dia terlihat nyaman menggunakan gamis dan kerudung panjang. Sama, aku juga adem rasanya. Ngga hanya santun, dia ini perempuan yang baik dan pintar lho. Kadang gila dan humoris. Dia juga kelihatan mudah banget bergaul sama siapa aja. Prinsipnya ngga mudah goyah. Lama-lama aku ngga nulis hijab malah nulis biografimu, Mak -_-
Okay balik ke pengalaman dia. Risma mulai berhijab karena saat dia lihat wanita pakai hijab dia merasa adem (semua bilang gitu) disisi lain hijab juga merupakan kewajiban. Dia mendapat tanggapan positif dari orang-orang sekitarnya. “Udah bisa mensyukuri apa yang ada (kayak lagu D’Masiv ya ._.), sabar, dan ingat Allah.” adalah hal-hal baru yang dia rasakan. Ketika menyerempet ke bahasan hijab syar’i dia mengaku nyaman pakainya. Awalnya ternyata sama kayak aku, dia takut dikatain kayak ibu-ibu dan eh ternyata beneran dibilang kaya ibu-ibu. Dia sempat merasa malu. Lama kelamaan dia berpikir kalau suatu saat nanti dia juga akan jadi seorang ibu dan “ibu” adalah panggilan yang mulia.


Pendapat mereka bertiga sama ketika kutanyai tentang wanita yang berhijab tapi belum syar’i. Mereka merespon positif tentang yang sudah punya keberanian untuk berhijab walaupun belum syar’i, setidaknya mereka sudah selangkah lebih maju dari yang belum memakai hijab. Tapi jangan dibiarkan enak-enakan tidak syar’i, lambat laun mereka juga harus belajar syar’i.

Terakhir ya. Dari teman laki-lakiku namanya Farhan. Aku kepo sebenernya sudut pandang laki-laki itu gimana sih soal perempuan berhijab syar’i? Aku pilih  menanyai dia karena alim. Dia tahu banyak soal islam dan dia juga sekelas sama aku waktu kelas X. Aku mulai menanyainya dengan pertanyaan paling standar, “Menurutmu perempuan yang berhijab itu gimana?” kutunggu cukup lama jawaban bbmnya, ternyata jawabannya panjang sekali. Menurutnya perempuan berhijab itu berani, kenapa? Karena orang berpendapat kalau yang berhijab itu akhlaknya harus sempurna. Padahal terlepas dari sempurna atau tidak hukum pakai hijab itu wajib. DOR!! Aku terdiam lagi dan amazed. Setelah itu aku tanya pendapatnya tentang perempuan yang berhijab tapi tidak syar’i, dia kembali memberikan jawaban yang brilian. “Prinsip dasar hijab itu menutupi supaya aurat perempuan ga terlihat oleh yang bukan mahromnya. Tapi kebanyakan perempuan sekarang pake hijab cuma untuk membungkus dan memperindah diri dan auratnya ngga tertutup sempurna. Kita kan make hijab niatnya untuk nyari ridho Allah, jadi apa poinnya pake hijab keren-keren kalau Allah ngga ridho? Jilbab yang syar’i itu harus menutupi dada dan ketiak, sesuai surah al ahzab ayat 59.” 

Aku kembali menanyainya tentang wanita yang berhijab tapi akhlaknya belum betul. Menurut dia, itu adalah 2 hal yang berbeda. Kalau orang akhlaknya ngga bagus (semisal udah hijab tapi ngga sholat, dll) dia akan dapat dosa karena itu. Tapi kalau dia tidak berhijab, maka dia dapat dosa ‘lain’ karena ngga berhijab. Aku sempat ingin menyudahi pertanyaanku yang cuma 3 ini. Sampai akhirnya aku nanya lagi tentang bagaimana maindset orang-orang yang berpikiran kalau wanita berhijab itu adalah panutan? Padahal belum tentu yang hijab itu tau lebih banyak dari yang tidak. “Mindset kalau orang berhijab itu panutan ga sesuai.” Kata dia. “Kita harus bisa membekali diri kita dengan mengkaji langsung ke Al-Qur’an dan Hadist. Ini zaman akhir (banyak orang yang rusak), makanya kita harus pintar membekali diri agar tau mana yang benar dan mana yang salah.” Aku speechless udah ngga tau mau ngomong apa lagi. “Iya-juga-ya.” terus terlintas dipikiranku.

Dari jawaban-jawaban diatas aku mulai yakin bahwa keputusan untuk berhijab syar’i itu tepat. Kalau hijab belum syar’i? Atau belum siap? Dan takut dikatain emak-emak/teroris/islam aliran ekstrim/sok suci/sok alim? Kita tanyakan pada diri sendiri sebenernya tujuan kita berhijab itu untuk apa sih? Menutup aurat atau hanya sekedar memperindah diri?

Disini ada tips dan pesan dari Putri, Jasmine, dan Risma tentang hijab (syar’i):
·         Segera hijab. 1 langkah keluar rumah ngga pakai hijab sama dengan ayah makin dekat ke neraka. Kalau kita tidak bisa meringankan beban orang tua di dunia, paling tidak kita ringankan bebannya di akhirat. (Putri)
·         Jangan berpikiran negatif sama orang-orang berhijab. Yang hijab aja belum tentu  dapat jaminan surga apalagi yang engga. (Putri)
·         Lebih membuka diri sama wawasan islam. Ilmu yang didapat harus diimbangi dengan pengaplikasian. Terus kumpul sama teman yang punya visi misi sama agar kalau kita lalai ada yang mengingatkan. (Putri)
·         Banyak baca buku tentang islam dan follow acc tentang muslimah. (Risma)
·         Sharing ke sesama teman. (Risma)
·         Jangan minder, semua pakai proses dan semua belajar. Jangan berpikir orang yang sudah berhijab itu ilmunya banyak. Semua perlu belajar. Dan setelah pakai hijab makin seneng belajar ilmu agama. (Jasmine)

Sekian posting kali ini. Semoga terinspirasi. J





Senin, 16 Juni 2014

3 Women Who Have Inspired Me

1.    My Mom

I confused where do I start when I want to tell about her. She’s my greatest inspiration and I learn a lot of good things about life through her. And what are they? I learn that life is not always easy and sometime you must choose another way that you don’t want to. My mom, she comes from a plain family with 6 siblings. With that condition, my mom enter a pharmacy high school (like a vocational high school). The purpose is only to help her parents complete the needs after graduating. Then she worked in a hospital. She actually wanted to continue her study in faculty of medicine. But it’s too expensive. And finally she decided to take economic and accounting for her next study. (I still think that chemistry/pharmacy never related to economic and accounting). The struggle didn’t stop there, she had to devide her time between college and work. She never gave up to lift her life up eventhough it seems hard. She would try many things.  And now she hopes that I can be a doctor and help many people as much as I can.
Another inspiring thing, she is a strong woman. She always positive in everything she did and never easily gave up. She is also a lovely mother. She always try to fulfill what I want. Sometime I become so shy to ask something because I think that I’ve got so much.
My mother always has time to listen to me and everything I want to tell her. She always encourage me to improve my talent, like writing. My mother is my sister. We are very close and sometime people thought that me and my mum are sisters. I really love her. But I am sure that her love to me is bigger, all mothers are.

2.    Hermione Granger
Although she’s only a fiction character but this clever and amazing girl has inspired me a lot. She came from a muggle family who everybody thinks that she’s lucky to be there in Hogwarts. She is able to answer all of the teachers question with sentence similar to the book. Sometime I wish I have bright brain like her so I can read and memorize those books and apply them in real life. Tbh, I’m a little bit jeaouls of her. Hahaha.


3.    Dae Jang Geum
As you can see in a Korean drama titled “Jewel In The Palace” there was a girl named Jang Geum who must live alone since she was a child because her parents is dead. She tried to enter the palace. At first everything is running well in her life until she and dayang istana Han was accused by dayang istana Choi after the king became sick after eating the food they made. They punished to be slaves in Jeju Island and tragically dayang istana Han passed away on the way to Jeju. Poor Jang Geum, she lost her only family who’s actually her mother’s best friend. She had to live alone. And then she decided to learn medicine to get way back to the palace. Years by years and finally she can be a king’s private physician. The first woman who occupy a high position.








Menjadi Dewasa

Tumbuh besar kadang membuatku takut. Takut bahwa aku tak bisa bersenang-senang sesering waktu muda dulu. Waktu dulu, aku berharap cepat tumbuh dewasa. Aku yakin sebagian besar anak-anak juga seperti itu, ingin cepat bebas melakukan apa saja yang diinginkan saat mereka bisa hidup mandiri. Namun sekarang, keinginan polos masa kecil itu perlahan sirna dengan kehadiran kenyataan hidup yang harus dihadapi. Tumbuh dewasa tak seperti yang aku bayangkan dulu; bebas. Hal yang harus kita bisa salah satunya adalah bersosial di kalangan keluarga besar atau masyarakat sekitar. Masa dewasaku sudah menanti di depan mata. Mengambil setiap kesempatan dan meraih sebanyak-banyaknya hal yang bisa didapat. Pahit manis perlakuan orang terhadapku mau tak mau harus kuhadapi dengan bijak. Karena memang inilah hidup. Kalau kau lemah sedikit, “musuh”mu takkan segang “menyerang”. Memang sebagai manusia kita tidak sempurna dan banyak kekurangan, toh begitupun orang lain. Saat kau dewasa seakan dituntut untuk sempurna di setiap apa yang kau lakukan. Terkadang ini membuatku gugup akan kenyataan. Dulu waktu kecil seolah tak mengapa apabila kita berbuat salah. Yang kita tahu hanya nanti bakal dimarahi atau sekedar dinasehati. Tapi di dunia dewasa, kita mungkin bisa mendapat respon lebih dari itu. Kita bisa dipecat, dituntut, dll. Tidakkah melelahkan menjadi orang dewasa? Di usiaku yang mulai dewasa ini, kadang kala ada saat aku merindukan masa-masa bermain sepeda hingga malam hari, main hujan-hujanan, main Barbie, dan menonton film kartun kesukaanku tiap pagi. Satu hal yang sangat kusesali mengapa dulu aku tidak memanfaatkan waktu tidur siangku dan malah memilih “kabur” dari rumah. Sekarang sudah terlambat untuk itu, tak ada lagi tidur siang, tak ada lagi, “Fan..Fanny main yukkk!”. Satu-satunya “mainan”ku sekarang adalah tumpukan buku pelajaran yang harus dilahap habis dan dipelajari dengan benar sebagai cara meraih cita-cita masa kecilku yang dulunya berangkat dari pemikiran murni nan polos. Kadang aku tak percaya semua terjadi begitu saja, semua serba “tau-tau..”. Teringat saat masa SD dimana matematika hanya sebatas angka dan sekarang sudah bertambah dengan huruf. Sesaat aku merasa takut bahwa aku takkan pernah dengar suara tawaku lagi yang begitu lepas dan gembira disaat aku bermain dulu. Semuanya terasa simple, mudah, dan jauh dari kata rumit. Apakah ini hanya sekedar sudut pandangku yang berbeda? Karena mungkin aku sudah lebih dewasa. Tujuan hidupku makin tergambar jelas bahwa nantinya aku akan menjadi dokter dan orang sukses, hidup berkeluarga, dan menyusun karir setinggi-tingginya. Tak lupa juga mencapai semua angan-anganku untuk bisa kuliah di Inggris. Membahagiakan sekaligus membanggakan orang tua  memang sudah kewajiban seorang anak. Aku berharap, seiring bertambahnya usiaku, bertambah pula kebijaksanaanku dalam melihat setiap permasalahan dan menelaahnya dari berbagai sudut pandang. Menjadi lebih bijak dalam bertindak, bertutur, dan bersikap. Jadi, disinilah aku menatap waktu yang terus berlari makin cepat, menatap lurus dan berfokus mengenai tujuan hidup yang kini makin nyata dan bukan sekedar impian masa kecil.

Anak Emas

“Tuh si X aja bisa.”
“Mana si Y? Coba kerjakan ke depan.”
Sebagai murid pasti kita pernah denger yang beginian ini kan. Kadang kita juga sebel sama guru yang suka membeda-bedakan muridnya. Aku sebenernya kurang suka sama hal seperti ini. Ini bisa jadi salah satu faktor yang menghambat pembelajaran. Si murid yang awalnya seneng dan fresh, ketika dia ngga bisa atau nilainya jelek bakal seolah ‘dijatuhkan’ begitu saja. Pahit, hiks. Begitu juga kalau ada guru yang punya anak emas, begitu si anak emas ngga sejago dulu lagi bakal di sisihkan. Pahit, hiks. Kalimat, “Tuh si X aja bisa.” Memang seharusnya menggugah semangat kita lagi untuk bisa menyamai si X. Tapi disisi lain tiap orang kan punya kemampuan berbeda-beda. Jangan diharapkan semuanya mendapat hasil sama rata. Guru juga seharusnya membimbing siswanya secara personal bila perlu. Bimbingan ngga hanya sebatas materi pelajaran yang harus dituntaskan. Tapi juga dari segi moral. Apa jadinya apabila ada murid yang berotak cemerlang tapi akhlaknya kurang? Secara ngga langsung guru juga jadi panutan dalam bersikap. Children see, children do. Contohnya aja nih kalau mau upacara bendera tiap hari senin, pasti kan ada satu guru yang ‘halo-halo’ di mic nyuruh turun secepatnya ke lapangan. Ada yang langsung turun dan ada yang masih ogah-ogahan. Dari sisi guru juga seharusnya sudah siap lebih dulu dengan barisan rapi di lapangan. I’m pretty sure it will work. Setidaknya guru memberikan contoh: ini loh kalo upacara cepat ke lapangan dan baris rapi.


Back to guru yang suka menganak-emaskan, menurutku menganak-emaskan ini bisa bikin murid yang lain a bit down. Karena pada dasarnya setiap orang punya cara menanggapi yang berbeda-beda. Misal: si A jadi makin termotivasi dan berniat meniru keberhasilan di X tadi. Sedangkan si B makin merasa dikucilkan dan ngga bisa ngapa-ngapain. Yang kasihan yang kayak B nih, jadi ngga ada minat sama sekali buat belajar pelajaran itu. Lebih baik disamaratakan perhatian ini. Masing-masing murid juga perlu dipuji, I think J. Dan menurutku guru harus bisa merangkul seluruh kelas sehingga murid tidak merasa dibedakan antara satu dengan yang lain.