Senin, 04 Agustus 2014

Indahnya Silaturahmi, Serunya Reuni






Assalamu’alaikum, pembaca setia.
Ramadhan dan lebaran kali ini menjadi sangat spesial untukku karena (akhirnya) aku pulang kampung setelah 2 tahun ngga pulang. Ya, kota Malang adalah tempat dimana aku lahir dan menghabiskan sebagian besar waktu hidupku. Kemana pun SK mamaku membawaku, aku akan selalu merindukan Malang dan hatiku takkan pernah berpaling dari kota ini.
           
            Rabu, 23 Juli 2014 tepat pukul 21.00 WIB aku, mama, papa, dan om GT berangkat dari rumah di Bekasi menuju Malang. Mobil sedan yang kami gunakan bisa dibilang sesak karena bawaan yang cukup banyak. Aku sendiri pun tidak bisa duduk nyaman di jok belakang. Suasana 10 malam terakhir di bulan ramadhan sangat melekat, menebak-nebak kapan datangnya malam 1000 bulan. Tol demi tol, kota demi kota kami lewati hingga akhirnya kami sampai di Gresik pukul 2 dini hari pada 25 Juli 2014. Di rumah bulbul (tanteku) kami hanya numpang mandi, sahur, dan sholat subuh lalu melanjutnya perjalanan ke Malang tanpa om GT. Aku membuka twitterku lewat dabr dan kulihat tweet dari ustad Felix yang bilang bahwa malam lailatul qadr mungkin adalah tadi malam karena menurut hadits jika ada 10 malam terakhir ganjil yang jatuh pada malam Jum’at maka kemungkinan besar itu adalah malam lailatul qadr. Aku merasa cukup kecewa karena semalaman aku tidur selama perjalanan. Namun kusempatkan berdo’a setelah sholat tarawih dan witir di dalam mobil. Alhamdulillah tarawih ramadhan kali ini ngga ada yang bolong (kecuali pas haid). Hooray!
           
            Langit terlihat mendung dan matahari masih malu-malu menampakkan diri disela awan abu-abu. Hanya sedikit berkas cahaya yang terlihat. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi dan seharusnya di Jawa Timur matahari sudah cukup tinggi. Aku mulai berkeyakinan kalau tadi malam memang malam lailatul qadr. Akhirnya mobil kami sampai di depan rumah kami yang selama ini kurindukan, sangat. Aku bergegas turun dan masuk. Menikmati sejenak sejuknya udara pagi dan suara gesekan dedaunan di kebun papa. Rumah ini tidak berubah sedikit pun. Menjelang adzan maghrib, tak juga ada kabar dari Vicko apakah dia jadi ke rumah mau minjem buku atau engga. Aku sibuk membantu mama menyiapkan menu buka puasa. Kudengar ringtone handphone sony-ku berbunyi. “Halo?” “Fan, aku di depan rumahmu.” Aku bergegas berlari keluar dan membukakan pintu pagar untuknya. Kami mengobrol sebentar dan awalnya Vicko malu-malu mau ikut buka puasa di rumah. Akhirnya dia setuju. Sudah 2 tahun aku ngga ketemu sama teman SMP-1-semester di Malang, ngga ada yang berubah sama sekali darinya.

            Rumah mulai ramai keesokan harinya karena tanteku plus keluarganya dari Semarang dan Jember datang untuk menghabiskan lebaran disini. Azka, keponakanku dari Dik Ronnie dan Mbak Dini membuat suasana di rumah makin ramai. Aku sadar kalau aku mulai tua dengan kehadirannya. Mungkin anak dari bude atau tanteku yang lain sudah lebih dulu lahir dibandingkan Azka yang baru berumur setahun, tapi mungkin karena perbedaan usia yang tidak terpaut jauh aku masih menganggap yang seharusnya keponakanku itu sebagai adik sepupu. Aku adalah yang termuda diantara semua saudara papaku karena papaku menikah paling terakhir. Nasib, masih kecil udah dipanggil “mbak” atau “kakak” sama yang lebih tua. Kalau sungkeman sama eyang dulu paling mbuncil gara-gara paling kecil. Sometime I am still in a denial.
           
            Lebaran kali ini sepi tanpa kunjungan ke rumah eyang baik dari mamaku atau dari papaku. Eyang kakung dari papa meninggal tahun lalu sedangkan eyang putri dari mama meninggal 2 tahun lalu. Cukup aneh menurutku suasana lebaran tanpa sungkeman dan dirayakan terpisah dengan saudara-saudara yang lain. Kadang masih terdengar jelas di dalam ingatanku saat eyang putri nelpon dan selalu tanya, “lagi lapo, nduk? Sinau?” haduh aku pengen nangis nulis ini. Keinget juga eyang kakung yang dulu suka ngajarin aku pelajaran bahasa jawa. Waktu memang harus kita syukuri dan gunakan sebaik-baiknya.

            Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Laailaahailallahuallahuabar. Allahu akbar walillaa ilham. Suara takbir bersahut-sahutan. Malam itu aku bbman dengan ustad Dave soal mengucapkan selamat lebaran akan lebih terasa kalau tidak lewat broadcast message. Betul sekali, walaupun tanganku capek dan hapeku panas aku jadi lebih merasakan makna dari ucapan selamat lebaran ini. Hal yang kuamati, lebaran bukan sekedar ajang berkirim pesan atau kunjungan ke sanak saudara dan kerabat tapi juga lebih ke kesadaran akan kesalahan diri di waktu sebelumnya dan rencana kedepannya agar bisa menjadi lebih baik terhadap sesama.
            Lebaran hari pertama kami berkunjung ke rumah bude Ana di bumiayu dilanjutkan ke rumah om Joko. Disini ternyata ada keponakan kecilku juga namanya Marko yang dipanggil Coco. Yaampun duhai tante Fany (?). Setelah itu kami melanjutkan berkunjung ke rumah bude Tarmi di daerah Bandulan. Arsitektur rumahnya membuatku jatuh cinta, bukan tipe rumah megah tapi unik. Aku suka rumah tingkat dan agak berbelit-belit, misterius tapi seru. Lebaran hari pertama benar-benar penggendutan. Kunjungan kita ini selalu disuguhi makanan yang membuatku ngga bisa nahan. Galaunya adalah saat perut kita laper tapi pengen pup di waktu bersamaan. Hadeuh rempong. Akhirnya sampai rumah menjelang maghrib dan semuanya tepar.


            
Lebaran hari kedua kita open house, bener aja yang dateng beruntun dan bejibun. Sanak saudara, teman lama datang ke rumah untuk silaturahmi. Menu lebaran yang wah lagi membuatku tak tahan untuk segera menyerbunya. Aku mulai berpikir gunanya puasa mungkin untuk menahan nafsu makanku yang mulai ngga keruan waktu lebaran ini. Menu lebaran hari kedua adalah opor…opportunity untuk memilikimu hahahaha. Masakan Bu Mul memang nggak ada duanya, apapun yang dimasak selalu sempurna dan enak. Ya Allah, apa nasib berat badanku nanti kalau balik ke Jakarta? Lebaran hari ketiga tante-tanteku dan keluarganya pulang ke kota masing-masing dan gantian tante-tanteku dari Surabaya yang nginep di rumah. Walaupun ngga serame kemarin tapi cukuplah rame (?). Lebaran hari keempat Vicko, Danu, Tyo, Ofi main ke rumah. Kita ngobrol cukup lama di lapak kita, di deket kolam ikan di rumah. Kebanyakan kalau kumpul sama temen lama sukanya flashback kalau ngga nanyain kesibukan sekarang, sesekali kita juga membicarakan masa depan. Iya, kan udah gede, udah punya KTP.



Hari apa itu lupa mereka ke rumah dari habis tarawih sampe jam 11 malem


            Hari Jumat, lebaran hari ke sekian aku dan tante-tanteku dari Surabaya mengunjungi buyutku di daerah kepanjen. Buyutku ini sudah berumur 97 atau 98 tahun gitu. Secara silsilah ini bukan buyut langsung, buyut ini adalah kakak/adiknya buyutku. Ribet ya kalau mikirin silsilah. Sampai disana, kita langsung silaturahmi ke rumah eyangku juga. Eyang ini juga bukan eyang langsung tapi om-nya mamaku. Dari sini eyang-omnya-mamaku cerita kalau disini banyak saudara, entah darimana silsilahnya aku cuma mendengarkan eyang yang bercerita dengan bahasa jawa. Aku ngerti kok. Akhirnya kita pergi silaturahmi ke rumah eyang/buyut/saudara di kepanjen tadi yang belum pernah aku ataupun mamaku temui. “Ma, ini siapa sih?” “Mama juga ngga tau.” Kadang tumbuh dewasa ini membuatku takut akan gimana nanti seandainya aku tidak bisa menjaga hubungan silaturahmi antar saudara jauh yang dekat ini? Such a long relationship. Aku curhat sama mama dan katanya lakukan semampuku aja. Aku yang dulunya kaku dan jaim kalau ketemu orang sekarang jadi meluweskan diri, belajar bersosialisasi sama keluarga besar. Aku yang dulunya phobia sama anak kecil sekarang berusaha main sama mereka. Lama-lama asik juga. Maybe some of you are wondering why aku phobia sama anak kecil, yakan? Dulu menurutku anak kecil itu cuma bisa merepotkan, nangis lah minta ini itu, aku sumpeeeek. Dulu ya dulu, semakin dewasa aku sadar dulunya aku juga pernah kecil dan berperilaku seperti itu hahahaha. Akhirnya mulai melunakkan diri. Mungkin karena efek jadi anak tunggal, pusat perhatian selalu padaku, saat ada anak kecil pusat perhatian jadi beralih dan aku merasa ngga diperhatikan penuh. Tapi ya begitu, kita yang lebih dewasa harus bisa luwes dulu dan paham kalau anak kecil memang butuh perhatian lebih. Turunkan ego. Dan ternyata usahaku membuahkan hasil, mama cerita kalau tante Nik dan om Djo’ memujiku karena keluwesanku nemoni tamu-tamu. “Lha iyo iku, om. Mbiyen cilikane jaim, kuper. (Lah iya itu, om. Dulu waktu kecil jaim, kuper.” Jawab mama. Papa juga memujiku, “kamu hebat sekarang bisa nemoni tamu dengan enak, apalagi berani nanya duluan.” “Yaa kalo ani ngga nanya duluan ngga mulai dong, pa.” jawabku santai.

            Sabtu adalah hari yang kami harapkan jadi hari terakhir terima kunjungan tamu. Tamu bejibun sama seperti kemarin-kemarin. Hari ini adalah hari istimewa karena aku akan menerima kunjungan (azek, bahasanya jadi formal gini) dari Putri dan temen-temen Jupanca: Vicko-Danu (udah sepaket mah ini dari kemarin-kemarin juga udah sering main ke rumah), Sarah, Fitri, Safira. Alhamdulillah yah daripada ngga ada acara kumpul-kumpul sama sekali. Lapak kami tetap, di deket kolam ikan. Sebelum mereka datang, seperti biasa kalo mau ketemu orang banyak aku grogi dan memikirkan sesuatu berlebihan sampai kepalaku sakit hahaha. Sekitar pukul 10.00 kudengar seruan, “Faaanny!” eh ternyata Putri dateng bareng kakak sepupunya. Dia masuk membawa brownies Amanda yang kemarin sempat aku lewati tapi ngga mampir. She knows me well. Kakak sepupu Putri ternyata mahasiswi FKG UNEJ yang lagi koas. Aku sibuk mengkepoin mbaknya. Dia juga cerita kalau pas MOS ada yang jerit-jerit pas liat mayat. Aku bersyukur dalam hati karena sejujurnya aku takut liat mayat. Mungkin karena belum biasa ya.

Aku & Putri

            Pukul 10.45 Fitri datang disusul Danu pukul 11.00. Danu sama seperti Vicko, tidak berubah sama sekali. Tetep lucu dan menyebalkan. Ekspresinya juga tidak berubah, tetap datar dan mirip Patrick temennya Spongebob. Dia bertambah tinggi menjadi 181 cm dan terlihat lebih dewasa. Akhirnya semuanya berkumpul dan kami mulai chit chat, seperti kemarin-kemarin aku dibully. “Kamu yakin disana (Jakarta) kamu ngebully orang, Fan?” tanya Danu sambil ngakak. Aku diam. “Lha lek awak’e dhewe ndik kono lak merajalela, ko. (Lah kalau kita disana merajalela, ko)” kata Danu masih ngakak kepada Vicko. Mereka pun ngakak berdua dan kompakan membullyku. Aku mulai teringat satu orang yang suka kubully, Ides. Cewek cantik putih nan polos yang langganan jadi bahan bullyan waktu les. “Kualat nih. Kudu sungkem Ides.” pikirku.  Setiap aku ngomong berasa salah terus. Jadi kubiarkan mereka bercerita dan aku yang mendengarkan. Satu per satu mulai menceritakan pengalaman masing-masing atau sekedar flashback masa SMP dulu. Dan tiba-tiba kekepoan berujung pada nanyain aku waktu pindah ke SMPN 1 Singosari dulu. Aku cerita aja ya. Aku inget banget waktu pindah ke Malang 1 semester terakhir di SMP, ngga ada SMP negeri di Malang yang mau nerima pindahan kelas 9. Akhirnya takdir membawaku mendaftarkan diri ke SMPN 1 Singosari. Hari itu hari Senin, 22 Oktober 2011 aku menunggu bu Win di ruang depan. “Kamu di 9A ya?” “Bukan, bu, kemarin katanya saya di 9B.” lalu bu Win mengantarku melewati koridor dan rasanya malu sekali diliatin banyak orang. Sambutan hangat terasa saat aku masuk kelas ini. Aku disuruh memperkenalkan diri di depan kelas. “Nama saya Annisa Tristifany.” Kataku malu-malu :3. Dan blah blah blah. “TTL! TTL!” seru Hasna. “Malang, 20 Januari 1997.” jawabku. Banyak pertanyaan terlontar dan pertanyaan terakhir yang super random dari sesorang yang aku lupa siapa, “gantengan cowok disini apa disana?” aku terdiam. Bingung. “Nggak usah di jawab.” Kata Vicko. Mereka satu per satu gantian memperkenalkan diri. Dan kemudian bu Win masuk kelas. “Nanti aja ya dilanjutkan perkenalannya.” Aku kemudian duduk. Udah ya segitu dulu ceritanya. Kita mulai mengobrol sesuatu yang sebentar lagi akan kita jalani, UN dan ujian masuk PTN. Dan kehidupan kita setelahnya. Di awang-awangku masih banyak tanda tanya tentang kehidupanku mendatang. Hal-hal seperti: nanti aku lulus umur berapa, menikah sama siapa, umur berapa, dimana, aku menetap di kota mana dan hal-hal semacam itu.  Soal ini selalu terselip di dalam do’aku sehabis sholat mudah-mudahan jodohku nanti sesuai kriteria mama: smart, santun, rajin beribadah, dan seagama. Akhirnya reuni kami ini berakhir setelah sholat maghrib, baru kerasa deh capeknya dan aku langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur. Mama masuk ke kamarku, “Nini kenapa? Kok sedih gitu ditinggal temennya pulang?” “Nini ngga sedih, ma. Cape.” Jawabku.

Setiap foto, Danu selalu jadi tangsis karena tangannya paling panjang

            Hari Minggu aku begitu mager dan ingin menikmati setiap detikku disini sebelum kembali lagi ke Jakarta. Aku duduk di teras dan menikmati hembusan angin pagi sambil merasakan dinginnya udara menembus kulitku. Aku naik ke lantai atas yang hanya ada tempat jemuran untuk melihat gunung Arjuno yang terlihat jelas setiap pagi. Entah kenapa rasanya aku gelisah sekali. Secepat inikah? Momen-momen menyenangkan memang selalu terasa begitu cepat.


            Akhirnya hari kepulangan tiba, Senin, 4 Agustus 2014 aku menuju bandara abdulrachman saleh pukul 11:30. Pesawat take off pukul 14:30, belum pernah seberat ini rasanya meninggalkan Malang.  Indahnya Silaturahmi, Serunya Reuni



Gunung Arjuno

Aku, Mama, dan Bu Mul

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar