Rabu, 28 Desember 2016

JERAAAAAAAMMMM!

Assalamu’alaikum  silent readers! I know you read this (?) dimanapun kalian berada, apapun yang kalian lakukan, semoga tetap di jalan yang benar (?).

Yap, di penghujung sore menjelang maghrib ini saya akan menceritakan sebuah kisah. Kisah kasih di sungai elo yang penuh kenangan. Wew, dimanakah sungai elo? Di magelang. Ada kisah apa di sungai elo? Cekidot.

Alhamdulillah sejak diterima jadi anggota TBMM (Tim Bantuan Medis Mahasiswa), kami kami nih yang masih tingkat awal dapat kesempatan buat belajar menyelamatkan orang di air. Acara ini diberi nama Water Rescue. Beberapa hari sebelum pelaksanaan water rescue udah saling ribut tanya satu sama lain, “eh kamu bisa berenang nggak?” seperti ada rasa minder-cemas-galau saat mendengar jawaban “bisa” dari orang yang ditanyai. Dan tiba saatnya aku ditanyain...Maap nih ya, kalau aku mah jelas bisa. Bisa ngambang :’). Pake pelampung soalnya wkwkwk. Kemudian Angga menyela, “bisa berenang tidak akan membantu”. Well, sebagai panitia water rescue dia tentunya udah menjajal menaklukkan ganasnya sungai elo. Dan, fyi, dia ga bisa berenang.
Jumat, 23 Desember 2016 sebelum terjun ke air kita semua diberi materi oleh TIM SAR langsung. Eniwei nih, dulu pas aku mau daftar TBMM nggak ngebayangin kalau TBMM adalah gabungan skill medis dan skill pertahanan di alam. Jadi, jangan heran kalau di berbagai pelatihan banyak diisi oleh TIM SAR. Water Rescue berlangsung selama 2 hari, 24-25 Desember 2016. Kebetulan aku kebagian hari Sabtu.

Be Ready
            Berhubung beberapa panitia yang sudah mencoba terjun langsung ke sungai elo kemarin banyak yang mengalami gejala seperti di tutorial blok 2.2 skenario 2 (demam dan diare), makanya kita semua dihimbau untuk minum imboost buat meningkatkan sistem imun kita.

Masih Sempat Nonton Drama Korea
            Yeah, weekend biasanya aku menghibur diri dengan melihat wajah menawan para oppa-oppa. Namun karena sudah malam dan besok harus water rescue, akhirnya aku memutuskan untuk tidur. Paginya aku sudah tiba di FK tepat pukul 6 bersama debi. Nihil. Nobody. Baru mulai ramai menjelang jam 7 dan baru berangkat jam 7.20. Selama masa penantian yang cukup menggelisahkan itu, aku memilih untuk memanfaatkan waktuku menonton The Legend of The Blue Sea. Masih kuat nonton drama korea sebelum bergelut dengan air. Lumayan lah dapet 1 episode wkakaka!

Salah Bagi Kelompok
            Setibanya di TKP, kami mempersiapkan peralatan seperti dayung, perahu karet, pelampung, dan topi. Well, kita harus mengangkat perahunya cukup jauh dari tempat pengambilan perahu. Aku satu kelompok dengan Mas Zul, yang tak lain dan tak bukan adalah waljamku sendiri. Selain Mas Zul, ada Aan, Dewi, Mas Olan, dan Mbak Amnaz. Saat melihat list namanya, “hm mungkin sengaja dipilih yang ukuran badannya mirip-mirip biar kalau mau latihan nyelamatin gampang” ternyata aku terlalu positive thinking, guys! Wkwkwk.
            Mas Zul dan Aan keberatan mengangkat perahu karet yang kami letakkan diatas kepala. Lah pie? Pada imut-imut semua anak ceweknya. Mereka tinggi. Dan kita ngga sampai wkwkwk. “Waduh salah bagi kelompok aku nih” kata Mas Zul. Sementara Aan masih mengeluh karena berasa ngangkat perahu karetnya sendirian.
Hematom
            Apa itu hematom? Simpelnya hematom adalah perdarahan di dalam. Itu loh yang biasanya ungu-ungu. Untuk lebih jelasnya silahkan membuka kamus dorland. Sebagai pidato pembukaan materi oleh TIM SAR sehari sebelum water rescue, Mas Lukman selaku ketua TBMM sempat menyinggung tentang ‘bokong hematom’. Sejujurnya, aku tidak tahu maksud arti sesungguhnya dari 2 kata tersebut. KOK BISA BOKONGNYA HEMATOM?
            “Yak, kita akan latihan renang pasif dan renang agresif ya!” kata mas-mas pemandu kami. Kami terbagi atas 6 kelompok masing-masing terdiri dari 6-7 orang. Dari awal aku sudah memasrahkan diri, mengikhlaskan hati, apapun yang terjadi padaku aku pasti bisa melewati semua ini *backsound we are the champion*. Tibalah giliranku untuk menghanyutkan diri dan belajar berenang di sungai.
            Berenang di sungai yang benar adalah saat posisi kita ada di arus utama (mainstream). Aku memposisikan diriku terlentang sambil menggenggam erat dayungku, yang katanya “itu nyawa kalian, jangan dibiarkan lepas!”. Dan kali pertama ku mencoba, aku tidak masuk di mainstream. Sambil terhantup-hantup oleh batu dan berusaha menahan rasa sakit :’) (jadi baper...) aku tetap bertahan. Aku baru mengerti maksud bokong hematom.....
            Cobaan pertama selesai. Cobaan kedua adalah saat sudah mulai mulus posisi renang terlentang tadi, mas-mas pemandu memberikan komando, “renang agresif!” ya, reflek, aku membalikkan badan menjadi telungkup dan berenang sebisaku. Eh ternyata, sungainya makin dalam. Sedalam cintaku pada Bo Gum. Sebenernya sih kalau dilihat langsung, aku ngga merasa kalau aku berenang. Aku lemah sekaleeeee. Lemah sekali di air. Udah di kolam biasa aja ga betah, ini disuruh berenang ngelawan arus sungai. Apalah daya diriku yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan ini (?), aku ‘hanyut’ lagi sampai ke pos berikutnya.

Ini bukan Putri Duyung di Dramanya Lee Min Ho gais
                      
Flip Flop, Belajar Naik Perahu
            Yaps! Setelah selesai ISHOMA kami semua melanjutkan kegiatan. Kali ini kami menggunakan perahu karet yang sudah diangkat dengan susah payah tadi (walaupun yang ngangkat cuma Mas Zul sama Aan). Kami harus menghanyutkan diri dulu untuk sampai ke perahu. OMG, ternyata naik ke perahu ngga segampang biasanya. Akhirnya Mas Zul menarik pelampungku karena ga bisa bisa naik sendiri wkwkwk. Sebenernya ini siapa yang belajar water rescue?!?!!?
            Selebihnya kita semua seperti rafting biasa, hanya terkadang setelah beberapa jeram kami belajar untuk mendayung melawan arus. Para wisatawan awam sibuk berkomentar, “wih ngelawan arus”....krik. Terkadang kita berhenti hanya untuk latihan naik ke perahu lagi dari air. I still cannot do this. Tiba-tiba aku jadi teringat iklan, “Ketik REG spasi lalala...” lalu si mbah peramal akan bilang, “Kamu ini nggak cocok di air”, dengan senang hati aku akan berkata, “tidak salah lagi, mbah!” wkwkwk.
            Kondisi perahu yang selalu muter-muter kena arus membuatku mulai pusing. Apalagi aku sempat hanyut lagi. Yah wkwkwk, ini apa boleh buat bisanya jadi korban terus yang harus ditolongin. Sementara kondisi pelampungku yang kurang kenceng memperparah pusingku, setiap aku melompat ke air pelampungnya akan sedikit naik ke atas dan mendesak leherku, kemudian terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan terjadilah pusing (patogenesis ngawur tenan wkwk).

                                

“Fany, jangan panik!”
          ALHAMDULILLAH! Tibalah kami di rest area. Aku sudah ngga kuat. Kepalaku terlalu berputar-putar. “Flip flop sekali lagi ya” kata mas pemandu di perahu kami. Mas Gendut, sapaan akrabnya meloncat ke air duluan sementara Aan memegang tali untuk membalikkan perahu. Aku sudah kehilangan fokusku. Tiba-tiba saja perahu sudah terbalik dan aku ada di bawahnya. Jadilah aku kayak ikan lele yang mau dibeli orang di pasar, menggelepar alay dan panik ga bisa nafas. Aku hanya bisa mendengar suara Dewi, “Fany masih di bawah perahu!” dan suara Mas Zul, “Fany, tenang dulu jangan panik ya. Nyelem dulu, nyelem dulu”. Tanpa pikir panjang aku langsung menyelam dan akhirnya bisa keluar.... Ya Allah cobaan macam apa ini, udah pusing, pake acara ketinggalan di bawah perahu yang kebalik L

Mesin Cuci dan Hematom KDRT
            Mbak Riza memberiku Paracetamol untuk meredakan pusingku. Alhamdulillah sembuh. Di rest area setelah kita makan snack, kita akan melakukan simulasi. Ada yang jadi korban, ada yang jadi perenang, dan pemegang thrower. Yang paling menantang adalah saat kita harus menjadi korban. WHY?!?!? Bukannya enak tinggal hanyut aja? Iyasih tapi....Kita harus loncat dulu dari tebing yang cukup tinggi ke dalam arus jeram kemudian hanyut. Arus jeram itu mirip mesin cuci. Ya Allah cobaan apalagi ini wkwkwk.
            Sebenarnya sebelum berangkat tadi kami semua sudah membicarakan, “eh nanti katanya disuruh lompat dari tebing lho” “Ya lompat aja” kataku enteng. “Beneran ya, Fan?” “Iya” kataku mantab (wetzeh gatau apa deg-degannya melebihi saat berpapasan dengannya) wkwkwk. Akhirnya aku melompat. Sepertinya, aku tipe orang yang anti mainstream wkwkwk. Lagi-lagi ga masuk mainstream dan akhirnya kehantup batu yang ukurannya lebih besar daripada yang pertama tadi tepat di pinggang kiriku. Saat aku kembali naik ke daratan, aku langsung ‘dimarahin’ sama Ivan. “Kamu itu tadi serem banget lho jatuhnya”....hening. Dengan muka tanpa dosa aku cuma bisa bilang, “Iya po?” sambil senyum-senyum. Nisa dan Mbak Anggun juga ga jauh beda. Apa seserem itu aku tadi? Ternyata pinggangku juga hematom gede buanget dan kata Rara kayak korban KDRT......

Ending
            Kami melanjutkan perjalanan lagi sampai ke pemberhentian terakhir. “Siapa mau benerang? Ini lagi enak arusnya” kata Mas Gendut. Semua tanpa ragu langsung menceburkan diri dan terlentang mengikuti aliran arus yang tenang. Aku juga mupeng lama-lama. Hm, ternyata enak juga. Hanyut dibawa arus sambil lihat langit sore dan pohon-pohon tinggi. Anak rumahan akhirnya merambah alam wkwkwk.

Encok
            Ternyata hematom bukan satu-satunya efek samping dari water rescue. Keesokan paginya saat aku bangun, punggungku terasa kaku seluruhnya. Dan kalau jalan jadi kayak nenek-nenek karena dipakai tegak sakit. Well well well.


Sudah, sampai sini dulu ya ceritanya gais! Ending 2016 yang wow wow wow! Hehehehe. Makasi Mas Zul, Mas Olan, Mbak Amnaz, Aan, Dewi, semua panitia, dan pemandu!!! This is my first and....unforgetable lah

                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar