Selasa, 31 Desember 2013

Growing Up




Growing up yaaa growing up. Namanya juga “Up”, keatas makin tinggi makin susah. Dulu waktu SMP rasanya pengen balik ke SD, dan jujur deh waktu SMP aku ngerasa udah gede gitu. Dan ngebet pengen banget cepet-cepet SMA, kuliah, kerja, dapet duit, eurotrip, ketemu Westlife. Hahaha. Cukup sederhana yah. Ternyata setelah menjalani masa-masa SMA, ga kayak di film-film. Maksudnya mungkin kurang lebih seperti ini, kalau di film kan yang disorot kebanyakan kehidupan sosialnya. Bisa happy-happy, pacaran (yang punya pacar, yang jomblo tentu ngga dihitung yah), bisa hang out bareng temen. Apalagi nih sekarang banyak bermunculan aplikasi chat, path sama BBM yang paling populer. Dikit-dikit ngeupdate, laporan lagi ngapain, sama siapa, dan dimana. It’s actually very funny if we take a look. Di twitter juga gitu, update status “laper”, laper ya makan bukan update status wkwkwk.

Sebagian anak SMA mungkin pada masa growing up mereka hura-hura dan manfaatkan waktu buat main dan seneng-seneng. It’s okay. It’s teenage life. Orang tua kita juga dulu begitu. Tapi sebenernya kalau dipikir lebih jauh, memang ini masa-masa yang paling menyenangkan dan paling menentukan. Coba seandainya kita terlalu berlebihan dalam hura-hura sampai lupa mesti merencanakan pendidikan kita ke depan seperti apa, waduuhh bisa kocar kacir semua. Ingat, hanya ikan mati yang ikut arus. Jangan mau diatur sama arus, kita harus menentukan masa depan kita bagaimana. Rencanakan sedini mungkin agar semua sesuai dan indah pada waktunya. Cie! Siapa sih yang nggak bangga diterima di univesitas yang udah jadi impiannya dari jaman masuk SMA? Semua pasti bangga.

Growing up, kita juga dituntut buat lebih dewasa. Masa umur doang yang dewasa, cara berpikir juga dong. Sebelum melakukan ini itu harus dipikir mateng-mateng biar ngga salah ambil keputusan. Yah itulah mengapa penyesalan selalu ada di akhir, karena kita tidak merencanakan dengan baik. Daripada menyesal nantinya, ngga ada salahnya kita kerja keras buat mempersiapkan masa depan yang masih cerah dan menjadi misteri. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian kan?

1 hal yang diajarkan Papaku, “terima kenyataan hidup”. Waktu itu beliau cerita tentang perjalanannya di hutan Papua dulu bersama beberapa ahli ukur tanah dan kehutanan bank dunia, ada dari Russia, India, Inggris, Filipina, dll. Nah kebetulan ada seorang dari tim ini yang mungkin nggak terbiasa hidup di hutan selama 6 bulan dan makan apa adanya. Belum lagi kalau masuk rawa-rawa banyak lintah. Dia sampai nggak mau makan. Lalu dia ditegur sama salah satu orang bule lain, negurnya nggak dimarahin gitu juga sih. Hanya 2 kata simpel yang mencakup semuanya: “Enjoy life”. Berkat pencerahan 2 kata ajaib itu, akhirnya dia mau makan.

Nah dari cerita di atas kita bisa simpulkan kalau memang kita mau nggak mau harus terima kenyataan hidup. Eits, sebelum itu jangan ada yang salah paham dulu. Maksudnya menerima bukan pasrah ya, itu jauh beda. Udah tau musim hujan, ngga bawa payung terus kehujanan dan bilang itu kenyataan hidup, beda beda beda sekali. Kenyataan hidup itu diterima setelah kita mengupayakan yang terbaik, bisa juga berarti kita menerima itu sebagai resiko. Misalnya nih kaya Papaku dulu ambil geodesi kuliahnya, resikonya ya gitu, harus mau kerja lapangan beserta hal-hal lain tentang itu. Itu baru bisa dibilang kenyataan hidup yang memang harus dihadapi. Terkadang memang ada hal yang tidak bisa kita ubah dan hindari karena itu semua sudah kehedak Yang Kuasa.

Magic sekali sebenernya saya sudah menulis sepanjang ini. Tau-tau terketik gitu aja. Hahaha. Semoga bisa menginspirasi ya. ENJOY LIFE BECAUSE WE ONLY LIVE ONCE! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar