Selasa, 31 Desember 2013

Short Trip to Paris Van Java



Kota Bandung terkenal dengan sebutan kota kembang dan juga Paris Van Java. Awal kunjungan saya ke kota ini sangat singkat. Pada tanggal 7-9 Agustus 2013, saya kembali mengunjungi kota kembang. Saat kita memasuki kota Bandung, kita akan langsung tersadar mengapa julukan “kota kembang” diberikan kepada kota ini. Pepohonan tinggi dan lebat hampir memenuhi setiap celah kota ini. Hawa sejuk pegunungan berhembus, membuat suasana makin wah!
 
Pada hari Rabu, 7 Agustus 2013 kami tiba di Bandung dan langsung menuju hotel Wisma Dago yang sudah kami booking  sehari sebelumnya. Mengingat ini merupakan liburan hari raya Idul Fitri. Hotel ini terletak bersebelahan dengan ITB (Institut Teknologi Bandung). Sangat strategis dan nyaman. Kami berangkat pukul 06.05 dari rumah menuju ke terminal untuk naik bus menuju Bandung. Mengapa tidak naik kereta? Tiket kereta api pada hari itu habis. So there are no other choice!  Kami sampai di hotel pada pukul 09.40 dan belum boleh check in. Sembari menunggu waktu check in, kami menitipkan barang-barang di resepsionis dan berjalan-jalan di sekitar ITB.

Kebun binatang Tamansari terletak di sebelah ITB. Saya menyempatkan mampir ke sini sebentar karena penasaran. Setelah menghabiskan waktu, kami yang sudah sejak awal berencana ingin naik kuda langsung kembali ke dekat pintu masuk ITB. Disana ada penyewaan delman dan kuda. Untuk kuda mungkin bisa di patok harga Rp 15.000/putaran dan untuk delman sekitar Rp 25.000. Awalnya, kami berencana ingin naik delman. Ternyata keinginan lebih besar untuk naik kuda. Well, get ready!

Setelah 2 putaran, kami berhenti di depan hotel untuk check in. Kemudian kami pergi sholat dhuhur di Masjid Salman ITB. Sekitar pukul 14.00, kami melanjutkan menyusuri kota Bandung di jalan Braga. Jalan ini terlihat unik, bukan berupa aspal namun masih berupa paving persegi panjang berwarna hitam. Kios-kios yang tertata rapi menambah hawa khas jalan unik ini. Akhirnya sampailah kami ke tempat lukisan-lukisan di jual. Dari yang berukuran kecil sampai besar. Dari yang kasar sampai halus. Dari yang ‘real’ sampai abstrak. Kami menyempatkan melihat lukisan di beberapa kios yang terbentang panjang di jalan ini.

Tak terasa telah masuk waktu sholat ashar, kami berjalan kaki menuju masjid di dekat situ, Masjid Raya Bandung. Kami berjalan melewati jalan Asia Afrika, tempat konferensi Asia Afrika yang terkenal bersejarah bagi bangsa Indonesia. Langit mulai mendung dan hujan rintik-rintik turun. Masjid ini sangat ramai. Antara orang-orang yang datang untuk berbuka bersama dan juga pedagang-pedangang yang mencari peruntungan. Tak lama, hujan lebat pun turun tepat setelah kami memasuki aula masjid.

Sekitar pukul 17.00, kami pergi ke Stasiun Bandung untuk memesan tiket pulang. Stasiun Bandung memiliki daya tarik tersendiri. Yang membuatnya berbeda dengan stasiun-stasiun pada umumnya di Indonesia adalah kebersihan yang kemudian membuat suasanya nyaman lebih terasa.

Waktu buka puasa pun menjelang yang tampaknya tak sempat untuk kembali ke hotel. Akhirnya kami memutuskan untuk berbuka puasa terlebih dulu di sebuah mall yang saya lupa namanya. Setelah selesai menikmati hidangan buka puasa terkahir di bulan ramadhan 1434H ini, saya dan mama pergi ke lantai 1 untuk melihat beberapa sepatu dan baju. I got this cute shoes!

Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar Laailaa hailallahuallahuakbar.” Gema takbir terdengar dimana-mana.

Keesokan paginya, kami pergi sholat idul fitri di lapangan basket ITB. Udara pagi terasa menusuk tulang. Sayangnya saya dan mama tidak membawa sajadah yang tebal. Sehingga kami terasa hanya duduk beralaskan koran, udara pagi terasa makin dingin. Setelah sholat id dilaksanakan, seperti biasa, imam membacakan khotbah. Tak lama khotbah pun selesai, semua orang bersalam-salaman memohon maaf untuk kesalahan yang mereka lakukan kepada sanak saudaranya. Pemandangan khas saat lebaran. Namun sangat disayangkan, di lingkungan intelektual seperti ini, tradisi meninggalkan koran setelah sholat id masih berlanjut. Orang-orang seakan tak peduli karena mereka berpikir “nanti kan ada yang ngambil”. Ya memang, tapi coba bayangkan saja jika setelah selesai sholat id, kita merapikan koran yang telah kita pakai dan meletakkan di satu tempat agar dibawa oleh orang yang membutuhkan, mungkin akan lebih mudah. Apa susahnya memungut beberapa lembar koran? Berikut ini foto koran-koran yang berceceran setelah sholat id.

Hari kedua di Bandung, setelah melaksanakan sholat id, kami sarapa di hotel dan berjalan-jalan di sekitar universitas padjajaran. Niatnya hari itu mau pergi ke kampus 2 ITB yang terletak di Jagorawi, jaraknya lumayan jauh dari hotel di Dago ditambah lagi macet dan panas. Kami memutuskan untuk kembali. What a waste of time.

Pagi harinya di hari terakhir, kami memutuskan jalan-jalan pagi melewati samping ITB. Jalan yang rindang dikelilingi pepohonan dan udara pagi yang dingin hmmmm… Terlihat di sepanjang jalan Ir. H. Juanda beberapa factory outlet. Banyak terdapat bangunan kuno yang tak dirubah sama sekali arsitekturnya. Bangunan-bangunan ini memiliki daya tarik tersendiri.

Kami segera kembali ke hotel untuk sarapan dan beres-beres. Pukul 09.00 kami berjalan kaki ke cihampelas, tempat yang terkenal menjual baju dan kaos-kaos khas Bandung. Saya dan mama mondar mandir kesana kemari menikmati semua pagelaran kaos yang seperti tiada habisnya sembari memilih beberapa buah untuk oleh-oleh.

Pukul 12.40 kami check out hotel. Lagi-lagi saya dan mama tergiur melihat FO di jalan Ir. H. Juanda dan kami memutuskan untuk mampir hingga pukul 14.00, kereta berangkat ke Jakarta pukul 16.00. I don’t know, since I entered some factory outlets I suddenly understand why someone can be a shopaholic!

And here we are, sitting on the train heading to Gambir – Jakarta. Goodbye, Bandung. See you later!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar